Mohon tunggu...
Endun Yuli
Endun Yuli Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Media Sosial? Bersosialisasi atau Anti Sosial?

15 Juni 2017   21:19 Diperbarui: 15 Juni 2017   21:40 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kian lama kian ramai, entah apa yang diperdebatkan. Mulai dari politik hingga agama, iya benar sekali itulah dia sosial media. Dimana yang tujuan utama sosial media adalah saling bersosial, namun pada kenyataannya tujuan itu mulai tergantikan oleh kepentingan masing-masing. Jika sedang musim pemilu ataupun pilkada, sosial media akan penuh dengan artikel atau status-status saling serang hingga saling menjatuhkan pasangan lain. Atau jika lagi musim masalah agama, semuanya berlomba mengatakan paling benar, tak ada yang benar selain dia, padahal sesungguhnya kebenaran hanya milik Allah semata. Atau jika saat bulan ramadhan, orang berlomba saling mengunggah tentang kebaikan, walaupun dirinya sendiri tidak melakukan kebaikan. Karena dia berpikir yang penting berbagi yang penting mengingatkan entah nantinya tulisan yang dia bagikan akan diapakan. 

Lalu muncullah hal-hal menarik di kolom komentar, yang selalu menjadi perhatian saya di setiap unggahan yang mungkin akan menuai pro dan kontra. Mulai dari komentar yang awalnya hanya berniat sebagai saran atau nasehat, malah mendapat balasan pedas bahkan cenderung sinis seperti “eh jangan belaga sok suci, sok paling tahu agama, diem aja. Urus, urusan lo sendiri”. Hal-hal seperti ini yang  akan memicu adanya permusuhan,  saling ejek, bullying, hingga saling lapor ke pihak yang berwajib. Semuanya tergantung dari bagaimana si pengguna menyikapi setiap informasi atau tanggapan yang di dapat dari sosial media. 

Tanggapan positif atau bahkan tanggapan negatif. Dari semua hal yang saya bahas itu, sepertinya kalian akan berpikir saya seorang muslimah yang taat, karena bahasan saya lebih kepada agamanya padahal hal itu semata-mata karena negara kita memang baru-baru ini ramai masalah agama. Terlepas masalah itu kita sebagai seorang manusia yang beradab dan punya etika, harusnya tahu bagaimana kita menggunakan sosial media dengan bijak. Kenapa beradab karena saya anggap kita semua lahir dan tumbuh di zaman yang sudah mengenal pendidikan, dan tentunya dengan pendidikan kita diajari bagaimana bersikap dan bertingkah seperti layaknya manusia beradab yang mengerti etika, tata krama dan sopan santun. 

Jika kita dihadapkan pada suatu kasus ,  ada seorang pengguna sosial media yang akan saya simbolkan dengan user. User ini selalu mengunggah masalah pribadinya yang terjadi di dunia nyata, lantas lambat laun tentunya banyak orang yang tahu. Lalu si user menjadi sasaran kejahatan karena pelaku kejahatan telah tahu tentang kehidupan pribadi si user melalui akun sosial medianya. Nah, dari situ kita tahu kan sebenarnya kita boleh memublikasikan apa saja tentang kita di akun sosial media milik kita, namun kita harus memilih dan memilah yang mana yang boleh dan yang mana yang tidak. Itu hak kita untuk memublikasikan hal itu, namun jika kita mendapat musibah (tapi semoga tidak)  yang dirugikan bukan orang lain tapi diri kita sendiri. Atau misal jika kita kesal mengenai sesuatu kita langsung meluapkannya melalui sosial media, kita menganggap jika kita meluapkan hal tersebut, hati kita menjadi lega dan tidak ada beban. 

Memang benar tapi pernah kah kita berpikir sebelum mengunggah itu , apa dampak yang akan ditimbulkan. Apalagi jika kita sampai mencatut salah satu instansi atau badan atau seseorang , kita akan di tuntut karena melanggar UU ITE. Masih ingat kasus Prita Mulyasari ? karena dianggap mencemarkan nama sebuah rumah sakit melalui postingannya di akun facebook miliknya? Padahal awalnya Prita hanya berniat berbagi cerita dan pengalaman yang dia dapatakan dari rumah sakit tersebut. 

Namun, pihak rumah sakit menganggap unggahan Prita di jejaring sosial miliknya adalah pencemaran nama baik, dan melaporkan Prita ke pihak kepolisian. Harusnya dengan kejadian itu kita harus semakin bijaksana dan lebih memahami tujuan utama sosial media. Padahal jika kita pikirkan bersama dampak positif sosial media justru lebih banyak dari pada dampak negatifnya, namun karena beberapa kesalahan,kita akan selalu mengingat dampak negatifnya, sama seperti orang walaupun dia melakukan banyak kebaikan tapi suatu saat dia melakukan satu kesalahan yang akan diingat hanyalah satu kesalahan itu tanpa mengingat kebaikan lainnya (karena  nila setitik rusak susu sebelanga). So? Kita enggak mau kan kebaikkan kita dilupakan hanya karena satu kesalahan? Ayoo ubah gaya bersosial media kita menjadi lebih bijaksana dan teliti.

(HANYA SEBUAH TULISAN DARI SEORANG REMAJA YANG INGIN BERPENDAPAT)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun