Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selamat atas Terpilihnya Pasangan Anies-Muhaimin

22 April 2024   00:38 Diperbarui: 22 April 2024   00:57 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI) akhirnya memutuskan bahwa pasangan Prabowo -- Gibran didiskualifikasi dalam Pilpres 2024, dan akhirnya menetapkan pasangan Anies Baswedan -- Muhaimin Iskandar (AMIN) sebagai pemenangnya.

Paragraf di atas adalah contoh kalimat pembuka berita yang sangat diharapkan oleh pendukung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Saya yakin, ketika para pembaca kompasiana hanya membaca sekilas tanpa membaca secara utuh, pasti ada yang emosi, ada juga yang kegirangan.

Emosi, karena tulisan ini dianggap hoaks. Gembira, karena bagi pendukungnya, narasi di atas sangat sesuai dengan harapannya. Yang berbahaya, ketika ada pembaca hanya membaca judulnya, tanpa isinya. Atau hanya membaca isinya di paragraf awal, tidak utuh.

Di sinilah pentingnya literasi alias budaya membaca bagi bangsa Indonesia yang perlu didongkrak. Menurut Program for International Student Assessment (PISA) yang diselenggarakan OECD, Indonesia menjadi bagian dari 10 negara yang memiliki tingkat literasi rendah di 2019. Negara ini berada di peringkat 62 dari 70 negara.

Kembali ke soal Pilpres 2024. Peraih suara terbanyak dalam Pilpres kali ini sudah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Pasangan Prabowo -- Gibran menjadi jawaranya hingga 58 persen. Ini yang kemudian menjadikan kubu pasangan Anies -- Muhaimin serta Ganjar -- Mahfud tidak terima. Hasil suara kedua pasangan itu tak sesuai dengan ekspektasi.

Kok bisa, pasangan Anies - Muhaimin yang jelas-jelas menggunakan pendekatan agama tidak mendapat hasil maksimal? Padahal ada janji surga dan ancaman neraka. Bahkan 'malaikat' pun dilibatkan. Begitu juga Ganjar -- Mahfud yang didukung partai penguasa. Malah mendapatkan perolehan suara paling sedikit.  

Untuk menjawab fenomena tersebut, yuk lihat kembali film kartun Monsters Inc, yang mengajarkan kepada penontonnya, terutama anak-anak tentang bagaimana perbandingan antara energi rasa takut dengan energi kebahagiaan. Film karya sutradara Pete Docter itu menceritakan sebuah kota monster Monstropolis.

Di kota ini, perusahaan Monsters Inc sebagai penyuplai energi utama warga kota, mendapatkan energi dengan cara menakut-nakuti anak manusia. Jeritan anak manusia itu ditampung dan dikumpulkan sebagai sumber energi kota monster ini.

Perusahaan ini memiliki banyak monster yang tugasnya menakut-nakuti anak manusia. Salah satu monster terbaik milik perusahaan tersebut adalah James P Sullivan, yang suaranya diisi aktor John Goodman.

Sullivan memiliki tubuh besar, berbulu biru dengan bintik-bintik ungu besar dan bertanduk. Dia selalu bekerja dengan Mike Wazowski yang suaranya diisi aktor Billy Crystal. Tubuhnya hijau, bermata satu.

Randall, sebuah monster berbentuk kadal, merasa tersaingi. Dia melakukan berbagai cara agar bisa mengalahkan Sullivan. Salah satunya dengan menculik anak manusia bernama Boo.

Di situlah konflik terjadi, Sullivan dan Mike berusaha menyelamatkan Boo dari aksi Randall. Namun, dari petaka itu pula, dua monster andalan di Monstropolis menemukan fakta bahwa energi dari anak yang tertawa dan bahagia, jauh lebih besar. Sejak itu perusahaan dikelola dengan cara berbeda. Mereka membahagiakan dan membuat anak-anak tertawa, agar energi kota Monstropolis tetap terjaga.

Apa yang digambarkan film tersebut sesuai penelitian doktor David R Hawkins MD PhD, yang telah membuat peta kesadaran (map of consciousness). Peta kesadaran itu dituangkan dalam disertasinya berjudul Qualitative and Quantitative Analysis and Calibration of the Level of Human Consciousness.

Di situ disebutkan, setiap perilaku manusia memiliki energi berbeda-beda. Rasa takut atau sedih memiliki energi lebih rendah. Rasa takut energinya 10 pangkat 100 lux (satuan energi cahaya), sementara kesedihan mendalam lebih rendah lagi energinya yakni 10 pangkat 75 lux. Rasa marah, sedikit lebih tinggi yaitu 10 pangkat 150 lux.

Lantas, bagaimana dengan energi lebih positif? Ternyata energinya memang lebih tinggi. Berani misalnya, energinya 10 pangkat 200 lux. Rasa cinta atau menyukai sesuatu energinya 10 pangkat 500 lux. Masih ada lagi yang lebih tinggi yakni sukacita dan tertawa, energinya lebih besar yakni 10 pangkat 540 lux. Paling tinggi lagi yakni rasa bahagia dan kedamaian, energinya tercatat sebesar 10 pangkat 600 lux.

Itulah energi yang dirasakan para pendukung Prabowo - Gibran. Kampanye dengan kemasan selalu bahagia dan menyenangkan. Energi cinta yang dimiliki pendukung Prabowo -- Gibran ini jelas sangat positif, jauh dari kebencian. Ketimbang energinya habis untuk menilai, menghina atau menghujat orang lain, lebih baik energinya dipakai untuk joget-joget sehingga makin senang dan energinya semakin meningkat.

Sementara, mereka yang selalu menghujat, merasa paling benar, menghina, energinya sangat rendah sehingga semakin sulit mendapat simpati masyarakat.

Ingat ketika Anies maupun Ganjar melakukan 'penghinaan' dan penilaian terhadap kinerja Prabowo. Beruntung, Prabowo tidak melakukan pembalasan. Menteri Pertahanan itu tetap tenang dengan mata berkaca-kaca. 

Hasilnya, energi Prabowo justru malah meningkat dan menambah simpati pemilih. Tak sedikit pemilih yang kemudian mengalihkan dukungan kepada Prabowo setelah melihat momen 'penghinaan' tersebut.

Ingat sebelum ini, Presiden Bapak Jokowi pun dihujat dan dihina. Nyatanya, tingkat kecintaan rakyat terhadap beliau makin besar. Begitu juga Susilo Bambang Yudhoyono, juga sempat diremehkan presiden sebelumnya. Hal itu justru mendapat simpati masyarakat dan terpilih sebagai presiden.

Banyak yang tak menyadari bahwa ketika menghina atau meremehkan orang lain, membuat energi diri sendiri bocor. Kebocoran energi akibat menghina orang lain, akan berdampak kembali kepada mereka yang melakukan penghinaan tersebut.

Lalu kenapa yang merasa paham agama justru dengen mudahnya melakukan penghinaan?

Pembaca yang budiman, mungkin juga pernah dihina atau diremehkan orang lain? Lantas, apa yang terjadi pada orang yang menghina Anda? Apakah hidupnya lebih baik atau kini Anda sudah bisa melaluinya?

Jawab di kolom komentar ya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun