Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fakta, Tidak Ada Kritik Membangun

5 April 2024   01:22 Diperbarui: 5 April 2024   01:25 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar serial 100 Humans di Netflix. dok pribadi

Selama ini, kerap ada yang mengatakan, kritik akan membuat seseorang menjadi lebih baik. Kalimat penilaian yang disampaikan ke seseorang itu kemudian disebut sebagai  kritik membangun.

Lantas, benarkah ada kritik membangun? Saya tidak dalam kapasitas membenarkan atau menyalahkan kalimat tersebut.

Belum lama ini, saya melihat satu serial dokumenter yang sangat bagus di Netflix. Judulnya 100 humans.

Serial sebanyak 8 episode itu merupakan penelitian berbasis psikologi ilmiah yang menyelami lebih dalam berbagai perilaku manusia.

Total ada 100 orang yang dijadikan objek penelitian. Mereka dilihat dari berbagai latar belakang baik dari sisi usia, profesi, gender, dan indikator lainnya.

Salah satu episode sangat menarik menurut saya adalah yang berjudul Kesakitan vs Kesenangan. Di dalam episode ini, dari  100 orang terpilih 16 orang yang diajarkan seni akrobat memutar dengan sebuah tongkat kayu. Seorang ahli dihadirkan untuk mengajarkan para peserta bagaimana caranya memutar piring dengan tongkat kayu itu.

Setelah intens berlatih, setiap peserta diminta menunjukkan hasilnya di depan pemain akrobat profesional tadi. Namun, tes psikologi dilakukan di sini. Secara acak, sang ahli akan memberikan penilaian berdasarkan undian bola yang ia pilih. Jika ia mendapat bola biru, maka sang ahli akan memuji penampilan peserta, walau kemampuannya buruk sekalipun.

Sebaliknya, jika terpilih bola warna merah, maka sang ahli akan memberikan kritikan tajam, bahkan sebaik apa pun penampilan dari sang peserta.

Tangkapan layar serial 100 Humans di Netflix. dok pribadi
Tangkapan layar serial 100 Humans di Netflix. dok pribadi

Sehingga secara acak, dari 16 peserta tadi, ada 8 orang yang mendapatkan kritikan tidak positif, dan ada 8 peserta lainnya mendapatkan pujian atau dorongan positif.

Usai mendapatkan kritikan dan pujian, para peserta ini diminta berlatih lagi, dan kembali tampil di depan sang ahli. Saat tampil untuk kedua kalinya, hasilnya mengejutkan.  Peserta yang mendapatkan pujian serta dorongan positif, pada penampilan kedua, berhasil melakukan akrobat memutar piring dengan tongkat itu sangat baik.

Sebaliknya, meski pada penampilan pertama sebenarnya banyak peserta yang sudah berhasil memutar piringnya, namun pada penampilan keduanya justru hasilnya lebih buruk. Kenapa? Karena pada penampilan pertama, usaha mereka tidak dihargai karena mendapat kritikan tajam yang dianggap sangat menyakitkan hati.

Hasil penelitian itu membuktikan skor para penerima pujian dan dorongan positif sangat meningkat signifikan. Sementara penerima kritikan seluruhnya anjlok, justru sama sekali tidak ada yang menunjukkan reaksi positif.

Penelitian itu membuktikan, ketika seseorang berusaha namun tidak mendapatkan reaksi positif, maka peserta itu merasa tidak berguna. Jika sudah seperti itu, lalu untuk apa berusaha lagi? Sehingga dalam penampilan berikutnya justru menjadi lebih buruk.

Sementara mereka yang dipuji merasa berharga, merasa diterima, dan dampaknya akan berusaha lebih baik lagi dalam menunjukkan kemampuannya
Eksperimen yang kelihatannya sederhana itu membuktikan bahwa kritik memberikan efek yang tidak positif. Sebaliknya, yang justru menjadi motivasi adalah pujian dan dorongan positif.  Bahkan disebutkan, 100 orang yang memberikan pujian, akan hancur oleh satu kritikan tajam yang menyakitkan hati.  

Lalu bagaimana dengan pemilihan presiden kemarin? Saya menduga, kritikan penilaian yang disampaikan Anies dan Ganjar kepada Prabowo kemarin, berdampak pada perolehan suara mereka.

Karena sejatinya, ketika memberikan nilai rendah pada Prabowo, ingat ada jutaan orang pendukungnya yang tentu akan sakit hati. Persoalannya, sakit hati itu kemudian diluapkan di bilik suara.

Bahkan boleh jadi, orang yang tadinya belum menjatuhkan pilihan, akhirnya semakin mantap memilih Prabowo akibat penilaian yang menyakitkan hati itu.

Apalagi, respons orang yang dikritik ketika itu hanya diam. Tidak merespons kembali dengan sikap yang tidak positif. Hasilnya, simpati yang didapatkan justru semakin besar.

Tulisan ini pun belum tentu benar. Namanya juga opini. Di negara demokrasi seperti Indonesia ini tentu sah-sah saja.

Yang jelas, dari serial 100 Humans tersebut, saya semakin belajar bagaimana memberikan respons baik atas segala sesuatu. Kalau pun ingin memberikan masukan, perlu disampaikan dengan kalimat yang baik pula.

Karena nyatanya, tidak ada kritikan membangun. Semua kritik, pastilah menyakitkan.  

Bagaimana menurut sahabat?  

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun