Selepas pandemi Covid-19, kerinduan umat muslim untuk beribadah ke Tanah Suci membuncah. Begitu keran umrah terbuka, jumlah jemaah umrah membludak. Biro perjalanan sampai kewalahan menerima antusiasme jemaah. Apalagi momen Ramadan seperti saat ini, yang pahalanya setara dengan ibadah haji.Â
Dampaknya luar biasa. Hotel di Arab Saudi penuh. Momen itu pun dimanfaatkan oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Siapa yang modalnya kuat, dialah yang mendapat pelayanan maksimal.
Tarif menginap di hotel pun meningkat bahkan hingga 3 kali lipat. Travel yang tidak sanggup bersaing, terpaksa kebagian hotel yang jauh dari Masjid Haram atau Masjid Nabawi. Bahkan ada yang tidak kebagian hotel, hingga jemaah telantar.Â
Di tengah kondisi itu, ada pula travel yang kurang amanah, membawa lari uang jemaah hingga ada yang telantar di Arab Saudi sampai satu bulan.
Lalu kenapa masih ada yang berani bermain-main dalam bisnis ibadah ini?
1. Hanya Melihat Untungnya
Siapa pun yang belum pernah terjun ke bisnis travel umrah, pasti hanya melihat betapa enaknya bisnis ini. Kenapa? Karena hitung-hitungannya sangat gampang. Apalagi bagi yang pernah umrah, sudah pasti bisa menghitung berapa biaya yang dikeluarkan selama perjalanan.Â
Silakan hitung berapa biaya tiket pesawat, biaya hotel, sewa bus, visa umrah hingga biaya perlengkapan serta pendamping umrah (mutawif). Jika setiap jemaah bisa mendapat keuntungan Rp 5 juta. Maka setiap memberangkatkan 50 jemaah umrah, laba yang bisa dikantongi pihak travel tembus Rp 250 juta.
Kalau sebulan bisa memberangkatkan jemaah setiap minggu, atau 4 kali keberangkatan masing-masing 50 orang. Sudah jelas, keuntungan Rp 1 miliar di depan mata. Siapa yang tidak tergiur? Apalagi urusan umrah ini tidak akan pernah ada habisnya.Â
Beli barang seperti motor atau barang mewah lainnya, kadang ada berhentinya. Kalau umrah, setiap umat muslim pasti tidak akan pernah jera. Semua ingin berkali-kali.