Sekolah atau kuliah on line alias dalam jaringan (daring) memang menimbulkan pro dan kontra. Di sisi lain, selama lebih satu tahun, ternyata ada yang mulai menikmati sistem belajar daring ini. Namun, sejatinya lebih banyak yang membosankan.
Saya pribadi misalnya, justru kuliah daring ini jadi momen khusus berani mengambil studi pascasarjana. Pertimbangannya jelas, masih bisa mengikuti perkuliahan, di mana saja berada. Sudah dapat dibayangkan, kalau tingkat kelulusan didasarkan tingkat kehadiran di kampus, bisa-bisa terhenti di tengah jalan karena tidak sanggup selalu hadir karena kesibukan kerja.
Saya, bersama beberapa wartawan lainnya yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim, sedang melanjutkan pendidikan pascasarjana program studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) di Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda. Â
Tentu saja, para wartawan yang biasanya berkutat dengan garis mati alias deadline, sangat terbantu dengan adanya kuliah daring ini. Sambil bekerja, tetap bisa mengikuti perkuliahan di mana saja. Jika duduk santai, bisa mengaktifkan kamera. Jika tidak memungkinkan, menyimak perkuliahan melalui suara. Betul-betul tidak bisa dibayangkan sebelumnya jika ternyata saat ini kuliah dapat dilakukan seperti ini.
Saya pun, sambil bertugas ke luar daerah, tetap bisa mengikuti perkuliahan secara virtual. Yang penting, begitu tiba jamnya, langsung bergabung. Kendalanya hanya satu, jika sinyal telekomunikasi kurang bersahabat. Sementara kondisi di Kaltim masih ada saja area blank spot alias titik kosong yang tidak terjangkau jaringan internet.
Lantas, benarkah kuliah daring benar-benar nyaman? Tetap tidak nyaman. Maka dari itu, saya dan rekan-rekan di PWI Kaltim, mencoba berkuliah daring tapi berkumpul di kantor PWI di Jalan Biola Samarinda. Tentu saja, ini untuk menjaga semangat kuliah tetap menyala.
Bertemu teman, menyerap ilmu bersama, sembari diskusi dalam mengerjakan tugas, tentu sangat menyenangkan. Ditambah suasana jelas bebas, bisa sambil apa saja. Paling tidak bisa sambil ngopi dan nyemil. Sebuah ritual yang tentu tidak bisa dilakukan di kelas secara formal.
Keseruan belajar daring di satu tempat ini, ternyata memicu teman lain ingin bergabung. Jadilan, kantor PWI Kaltim berubah seperti kelas khusus jarak jauh. Lagi-lagi, interaksi dengan teman saat kuliah tetap diperlukan. Bisa saling bertegur sapa hingga bercanda. Itulah hakikat manusia sebagai makhluk sosial sesungguhnya.