Baliho mulai bermunculan. Rupanya sudah banyak yang kebelet ingin jadi presiden. Sepertinya, baliho dianggap sarana komunikasi efektif untuk berkomunikasi dengan rakyat. Benarkah demikian?
Ulasan soal ini sudah banyak. Pakar komunikasi sudah memberikan penilaiannya masing-masing. Karena bukan ahli komunikasi, ketimbang pusing pala Barbie, mending saya kuliah lagi di bidang komunikasi.
Ternyata benar, baru saja mengikuti matrikulasi, persoalan baliho ini sempat muncul. Persoalan komunikasi sangatlah luas. Dunia komunikasi benar-benar berkembang. Hal ini juga yang mendorong saya dan beberapa wartawan ingin meningkatkan kapasitas. Apalagi tantangan perkembangan era digital ke depan tidak mudah.
Saya dan beberapa pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim memilih melanjutkan studi di kelas Pascasarjana Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), di Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda.
Awalnya dari hasil diskusi ringan, ada beberapa rekan yang ingin melanjutkan pendidikan. Akhirnya bisa memutuskan melanjutkan kuliah di Pascasarjana Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) UINSI.
Tidak hanya saya yang saat ini sebagai ketua PWI Kaltim. Â Nama lain ada Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan, Abdurrahman Amin yang juga ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kaltim. Ada Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan, Achmad Shahab; Wakil Ketua Bidang Program & Kerja Sama, Eko Susanto dan Seksi Wartawan Pertanian & Kehutanan, Hery Koeswoyo.
Saya tentu berharap, peningkatan kapasitas ini secara bertahap juga bisa diikuti pengurus dan wartawan lainnya. Ketimbang pusing melihat baliho calon presiden, lebih baik waktu pusingnya dipakai untuk belajar. Sekaligus untuk mengkaji, seberapa besar dampak baliho itu.
Satu bulan ke depan, masih harus menjalani matrikulasi. Tugas mulai berdatangan. Apalagi rata-rata, para wartawan senior yang ikut kuliah ini berasal dari perguruan tinggi umum. Sehingga harus mengikuti matrikulasi beberapa mata kuliah, di antaranya Pengantar Studi Islam dan Pengantar Komunikasi Islam. Jadi penasaran, bagaimana persoalan baliho itu dilihat dari komunikasi Islam?
Kuliah sembari bekerja, tentu bukan persoalan rangkap tugas. Tapi mengisi kekosongan ilmu yang memang harus selalu merasa kosong. Sehingga harus selalu diisi dan diisi. Supaya kesan kuliahnya tetap nyaman, meski virtual, saya dan teman-teman memilih belajar di satu tempat, di Gedung PWI Kaltim sehingga memudahkan proses perkuliahan.
Dengan begitu, bisa langsung diskusi dan membahas materi dengan lebih mudah, ketimbang harus virtual. Termasuk membahas soal baliho presiden tadi.Â
Saat matrikulasi perdana, Ketua Program Studi Pascasarjana Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) UINSI, DR Syarifah Nurul Syobah M.Si ternyata menyambut gembira antusiasme jajaran pengurus PWI Kaltim melanjutkan studi S2 di progran studi yang dipimpinnya.
"Kami berharap, nantinya UINSI dan PWI Kaltim bisa menjalin kerja sama lebih intens," katanya. Apalagi, para wartawan secara notabene selama ini merupakan praktisi komunikasi yang terjun langsung di lapangan. Sehingga temuan di lapangan, menurutnya perlu dikaji dan diaplikasikan di lingkungan akademik.
"Kami berharap, hadirnya teman-teman PWI bisa memberikan warna berbeda pada UINSI, bahkan bisa menaikkan akreditasi kampus. Banyak program yang bisa dikerjasamakan dengan PWI," ujarnya.
Ia kemudian berharap, proses pendidikan berjalan lancar, dan kerja sama juga bisa terus berlanjut. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H