Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wanita Ini Takut Masuk Dapur Hanya Gara-gara...

17 Desember 2020   07:36 Diperbarui: 17 Desember 2020   07:40 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mitha (kanan) dan Cipto (tengah). dok pri.

Sebuah pesan di aplikasi WhatsApp (WA) tiba-tiba masuk. "Boleh minta tolong? Ada anggota nah fobia bawang. Ini wartawan di Balikpapan. Gara-gara fobia bawang, jadi ngga bisa masak," sebut sahabat saya, Sumarsono, ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Balikpapan, yang juga penanggung jawab redaksi Surat Kabar Harian Tribun Kaltim.

Takut bawang? Mendengar keluhan itu, bagi orang pada umumnya, rasanya pasti janggal. Bagaimana mungkin, bawang yang nyata-nyata selalu ada di setiap dapur, kok ditakuti. Tapi itulah hebatnya cara kerja pikiran bawah sadar. Bagi orang lain aneh, tapi nyatanya itu terjadi.

Kebetulan, Selasa (15/12/2020) tadi, saya bertolak dari Berau ke Banjarmasin, karena diminta PWI Kalimantan Selatan, menjadi salah satu penguji dalam uji kompetensi wartawan (UKW) di kota seribu sungai itu. Pesawat yang saya tumpangi dari Berau, sempat transit di Balikpapan.

Tidak tanggung-tanggung, transitnya lebih 5 jam. Maka saya pun memanfaatkan momen transit itu untuk bertemu dengan wartawan Tribun Kaltim ini.  "Ketemu di bandara saja ya," kata Sumarsono.

Sayangnya, pas di hari-H, Sumarsono tidak bisa mendampingi. Ada kesibukan lain. Ia pun meminta wartawannya langsung menjumpai saya. Wartawan itu biasa disapa Mitha.

Begitu transit di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan, ternyata Mitha sudah menunggu di salah satu resto cepat saji berinisial KFC, yang ada di lantai kedatangan bandara terbesar di Kalimantan itu.

Ngobrol santai sejenak, Mitha ternyata berada di resto cepat saji itu bersama rekannya, Cipto, wartawan Kompas di Balikpapan. Mereka sepertinya akrab dan mengaku sering berkumpul dengan sesama wartawan untuk sekadar bercengkerama.

"Masalahnya, kalau sudah pas kumpul masak-masak, dan ada Mitha, kami harus memastikan jangan sampai ada bawang. Kalau ada makanan yang bentuk bawangnya terlihat, bisa gagal acara makan-makannya," beber Cipto.

Mitha (kanan) dan Cipto (tengah). dok pri.
Mitha (kanan) dan Cipto (tengah). dok pri.
Seingat Mitha, ia tidak suka bawang sejak kecil. "Bahkan sebelum TK," sebut pemilik nama lengkap Miftah Aulia Anggraini ini. Ia menduga, takut bawang terjadi sejak usia 4 tahun. Dari sejak usia itulah, Mitha tidak pernah menginjak dapur.

"Kalau pun harus ke dapur, terpaksa berjinjit," ulas wanita 23 tahun ini. Maka jangan heran, Mitha menjadi istimewa dibandingkan wanita lain. Dia menjadi salah satu wanita yang tidak pernah memasak. "Masuk dapur saja jarang. Mau dapur bersih atau ngga, tetap saja masuk dapur berjinjit," sambungnya.

Efek dari fobia bawang itu, Mitha mengaku sering mual, bahkan kepala pusing jika melihat bumbu dapur yang satu itu. "Pokoknya semua jenis bawang saya ngga suka. Bawang merah, bawang putih, bombay," urainya.

Karena tidak memungkinkan melakukan terapi dengan teknik hipnoterapi klinis, saya membantu Mitha dengan teknik instan dan efektif yakni The Heart Technique (THT), ciptaan guru saya DR Adi W. Gunawan CCH.  

Dengan teknik tersebut, sembari duduk santai di pelataran KFC itu, Mitha saya bimbing untuk melakukan terapi mandiri. Dengan pasrah dan ikhlas, wanita berkaca mata ini mengikuti semua arahan dan bimbingan.

Secara bertahap, skala fobianya mengalami penurunan secara drastis. Dengan sentuhan akhir yakni teknik momen menyenangkan, rasa takut Mitha terhadap bawang akhirnya benar-benar bisa dinetralisir.

Tahap awal, untuk mencoba, sengaja saya munculkan gambar bawang di telepon seluler. Dia melihat gambar dan menyentuh layar HP dengan tenang. "Sudah biasa saja," katanya. Setelah saya lakukan pengecekan terakhir, Mitha akhirnya benar-benar sudah melepas rasa takut itu.

Sedikit ngobrol dan diskusi tentang beberapa hal, Mitha dan rekannya pamit undur diri. Saya pun masih bertahan di lokasi itu sembari menunggu penerbangan lanjutan.

Tak sampai satu jam kemudian, melalui WA, Mitha mengirimkan pesan berisi foto dirinya yang memegang bawang merah dan bawang putih dengan senyumnya yang semringah. "Makasih banyak ya om, sudah membantu menolong," tulisnya.

Ia pun, menyebarkan foto itu ke rekan-rekannya. "Semua pada heboh, pada senang soalnya tidak menyangka. Mereka mengucapkan selamat," katanya. Apalagi mamanya, yang tentu sangat senang, karena harapan dirinya bisa memasak, kini sudah terbuka lebar.

"Pokoknya, luar biasa, seneng. Awal mau megang sempat gemetar, tapi pas sudah dipegang ga ada apa-apa."

Semakin hari, Mitha semakin terbiasa melihat bawang. "Pikiran kaya mencari rasa yang dulu ngga suka sama bawang, tapi ngga ketemu. Kalau lihat jadi biasa saja," ujarnya.

Ia pun mengaku semakin bersemangat, terutama ingin menghabiskan akhir pekan bersama teman-temannya untuk masak-masak bareng. "Kalau dulu, lihat gambar bawang, atau membayangkan bawang saja sudah mual," pungkasnya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun