Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Punya Alphard, Boleh Meludahi Orang Lain?

11 September 2020   11:53 Diperbarui: 11 September 2020   11:39 2635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama Joyoinel Ginting Munthe mendadak menghiasi media sosial. Tersebar di grup-grup obrolan hingga di media siber. Iklan berisi permohonan maaf, termasuk foto yang bersangkutan, dipasang di media cetak nasional. Lantas apa yang terjadi sebenarnya?

Jika mau melihat persoalan ini secara jernih, iklan permohonan maaf ini tak perlu ada. Konon dari kisah yang beredar, Joyoinel sempat melakukan ancaman, intimidasi bahkan meludahi pengendara sepeda yang sedang memompa ban, yakni Adi Saputra Tedja Surya. Dari hasil penelusuran, nama Joyoinel ternyata tercatat sebagai pemimpin perusahaan jasa kontruksi.

Pria kelahiran Medan, 16 Oktober 1980 ini diduga marah, karena aktivitas seorang pengendara sepeda yang sedang memompa ban, membuatnya tak bisa memarkir kendaraan. Kejadian itu berlokasi di Pantai Pasir Putih, Pantai Indah Kapuk II Jakarta Utara. Tepatnya, Minggu, 30 Agustus 2020 sekitar pukul 17.00 WIB.

Kawasan itu memang sangat padat. Terkadang tak mudah menemukan tempat parkir. Boleh jadi atas dasar itulah Joyoinel yang menaiki mobil Alphard tak mampu menahan emosinya.

Yang menarik, kisah ini ternyata hampir sama dengan video-video motivasi yang banyak beredar di media sosial. Umumnya, video itu berisi adegan seseorang yang diremehkan atau direndahkan, ternyata yang diremehkan itu bos, atau pemilik perusahaan.

Apa yang terjadi pada Joyoinel hampir mirip. Saat melakukan intimidasi, konon katanya pria ini sempat mengaku sebagai aparat. Dengan mobil Alphard lengkap dengan sopir, jelas sangat mendukung. Sementara yang jadi korban hanya pengendara sepeda.

Sang pengendara sepeda sudah menahan amarah dan bersabar. Memilih tidak ribut. Namun karena terus mengalami intimidasi, jadilah kasus ini berujung di kantor polisi. Di sini barulah diketahui, Joyoinel ternyata bekerja sebagai salah satu sub kontraktor di Pantai Indah Kapuk. Nah ternyata, sang pengendara sepeda, adalah kerabat dari perusahaan pengembang Pantai Indah Kapuk. Kalau kejadiannya seperti ini, bukankah periuk nasi Joyoinel terancam? Bagaimana kalau pengembang Pantai Indah Kapuk itu juga berbalik marah dan menghentikan semua pekerjaan Joyoinel?

Di era semakin canggih ini, sudah sepatutnya setiap orang harus semakin mahir menahan diri. Sebab faktanya, tak hanya jejak digital di media sosial. Jejak perilaku di luar pun, nyatanya ada saja yang merekamnya. Kamera pengintai saat ini ada di mana-mana.

Bahkan di era saat ini, setiap orang bisa menjadi wartawan. Hampir semua orang memiliki telepon pintar, yang di dalamnya pasti tersemat kamera. Maka, siapa saja bisa mengabadikan momen apa saja. Apalagi momen keributan di tepi jalan yang menarik perhatian, seperti yang dilakukan Joyoinel.

Banyak hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari kejadian ini. Paling utama adalah, emosi hanya akan mencederai diri sendiri. Marah hanya akan menjadikan diri tersiksa dan terluka. Baik terluka fisik, lebih-lebih luka hati. Hampir semua orang yang pernah marah, saat kondisinya sudah tenang, pasti merasa menyesal telah melampiaskan kemarahan itu.

Jangan heran jika saat ini makin banyak pelatihan atau seminar bagaimana mengendalikan emosi. Saya pun sebagai seorang hipnoterapis klinis, tak terhitung sudah berapa banyak kasus yang saya tangani, terkait dengan amarah dan emosi. Baik posisi sebagai pelaku maupun korban. Sebab sejatinya dua-duanya mengalami persoalan. Pelaku amarah, harus diatasi agar tidak mudah marah dan bisa mengendalikan diri. Sementara korban amarah, dibantu untuk mengobati luka hati termasuk trauma dan dendam akibat amarah itu.

Benar kata sang bijak, tak usah bermimpi mengubah negara atau dunia. Ubah saja perilakumu, maka dunia ini akan berubah sesuai harapanmu. Bagaimana menurut sahabat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun