Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

IM Diadukan Lakukan Pelecehan, Ini yang Harus Dijalani Para Korban

8 Mei 2020   14:09 Diperbarui: 8 Mei 2020   14:25 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal, yang terjadi adalah, sang korban sedang mengalami tonic immobility. Ini adalah kondisi seseorang yang tiba-tiba merasakan kaku di sekujur tubuh, lemas, tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak kuat untuk melawan. Ini sama dengan yang dialami korban gendam.

Ketika seseorang dalam kondisi tersebut, saat itu pula pikiran bawah sadarnya terbuka lebar. Maka setiap detik kejadian, secara detail akan diingat dan direkam oleh pikiran bawah sadar dengan jelas. Di situlah trauma mulai tertanam di pikiran bawah sadar korban.

Karena itu, ada dua tahapan yang harus dilalui para penyintas agar kondisi mental dan kejiwaannya kembali normal. Pertama, yang harus dilakukan saat ini adalah menetralisir emosinya. Dengan teknik tertentu, emosi atas kejadian yang mereka alami harus dihilangkan. Sehingga ketika mendengar nama IM, atau melihat foto atau hal-hal yang menyangkut IM, penyintas sudah netral dan biasa-biasa saja.

Tidak memendam perasan yang tidak nyaman. Pada tahapan ini, memori belum dihilangkan atau dikaburkan. Sebab, memori ini masih sangat dibutuhkan di persidangan, sehingga penyintas masih ingat dengan detail semua yang telah terjadi.

Setelah proses hukum selesai dan berkekuatan hukum tetap, maka para penyintas bisa menjalani tahap berikutnya yakni terapi untuk menghapus atau mengaburkan memori terkait kejadian pelecehan yang dialami.

Dengan cara itu, maka para penyintas bisa menjalani kehidupan normal seperti sedia kala, dengan tetap memetik hikmah atas kejadian yang sudah dialami sebelumnya. Demikianlah kenyataannya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun