Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Manasik Haji Cilik, Proyek Bisnis atau Pembelajaran?

30 September 2019   11:21 Diperbarui: 30 September 2019   21:16 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah grup WA emak-emak kece, terjadi diskusi cukup seru. Temanya seputar kegiatan manasik haji cilik alias manasik haji yang diikuti murid taman kanak-kanak (TK) atau pendidikan anak usia dini (PAUD). Ada yang dengan tegas bertanya, perlukah kegiatan itu?

Sabar, pembaca jangan ikut menjawab dulu. Menjawab pertanyaan di atas perlu dengan kondisi kepala dingin dan hati tenang dan nyaman. Sebab kalau menjawab dengan emosional, jadi bias. Nanti yang muncul adalah jawaban 'pokoknya'.

"Pokoknya kalau urusan agama pasti penting dan perlu!"  Ya, sabar.  Tenang dulu.

Urusan agama pasti perlu dan penting, semua pasti harus setuju. Tapi haruskah urusan manasik haji itu dilakukan sejak kecil?

Ada seorang ibu dengan jelas menjawab, belum saatnya manasik haji cilik dilakukan. Alasannya, rukun Islam lainnya saja belum dipahami dengan utuh, eh anak sudah diajarkan manasik haji. 

Bukankah anak harus terlebih dahulu diajarkan makna syahadat, salat, puasa dan zakat. Barulah diberikan materi simulasi atau manasik haji.

"Masih awal tahun ajaran baru, belum lagi bahas materi ibadah lainnya, sudah diajarkan manasik haji," sebut seorang ibu memberikan alasan penolakan itu. 

Tak heran jika kegiatan manasik haji untuk anak TK atau PAUD itu hanya sekadar 'proyek bisnis' semata dari para pengelola pendidikan. Sebab, biaya yang dikeluarkan memang tidak sedikit.

Belum lagi setiap orang tua dibebankan biaya manasik tersebut. Bagi yang mampu tentu tidak masalah. Bagaimana dengan mereka yang 'terpaksa' harus mengikutkan anaknya karena memang program itu ada embel-embel 'wajib'. 

Padahal pada kenyataannya, ibadah haji yang nyata pun hanya diwajibkan bagi yang mampu. Mampu dari segi fisik lebih-lebih dari sisi materi.

Karena itu, ketimbang untuk manasik haji, bukankah lebih penting mengajarkan anak tentang ibadah keseharian lainnya yang lebih utama? Sehingga kelak anak benar-benar memahami rukun Islam itu.

Nah, apa yang tertulis di atas adalah jawaban dari yang menolak kegiatan manasik haji untuk si kecil. Tentunya sudah disertai alasan dan argumentasi yang boleh jadi benar.

suaramuhammadiyah.id
suaramuhammadiyah.id

Lalu bagaimana dengan yang setuju? Kenapa manasik haji lebih dahulu diajarkan pada anak TK dan PAUD? Sementara ibadah lainnya seperti salat, puasa dan zakat belum diajarkan secara utuh?

Mari kita lihat konteks ibadah haji. Haji sejatinya adalah ibadah tindakan. Bahkan, tanpa membaca doa apa pun, kecuali niat, haji dianggap sah. Yang penting rukun haji terpenuhi. Dari mulai niat ihram, tawaf, sa'i, wukuf, tahalul, dan terakhir semua dilakukan dengan tertib.

Karena haji adalah ibadah tindakan, maka sangatlah mudah mengajarkan anak TK dan PAUD mengikuti kegiatan ini. Yang penting pakai ihram, tawaf, sa'i, dan wukuf, serta semua berurutan sudah sah. Sehingga kelak, hal itu akan mudah diingat oleh anak-anak.

Sementara praktik ibadah salat, tentu anak harus menghafal doa dan urutannya. Begitu pula puasa, tak mudah untuk dilakukan secara bersama-sama. Pun zakat atau berbagi, sekolah tentu sudah mengajarkan berbagi dalam keseharian.

Bagi yang setuju, dampak paling penting dari manasik haji adalah, anak diajarkan untuk memiliki impian agar kelak bisa menunaikan haji. 

Apalagi daftar antrean haji sudah sangat panjang, sehingga tak sedikit anak-anak pun sudah didaftarkan untuk berhaji. Dengan manasik haji itu, semangat anak-anak akan semakin membara.

Mengajarkan anak manasik haji, sama saja dengan menanamkan cita-cita agar anak menjadi dokter. Membaca saja belum bisa, tapi anak sudah diarahkan menjadi dokter atau cita-cita lain seperti pilot. 

Tentu sah-sah saja, meski pada akhirnya terwujud atau tidak, biar waktu yang membuktikan. Demikian pula anak-anak yang ikut manasik haji sejak kecil, terwujud atau tidak, biarlah usia mereka yang membuktikan.

Jadi, apa jawaban pembaca semua? Setuju atau tidak kegiatan manasik haji untuk anak TK atau PAUD? Silakan masing-masing pembaca yang menjawab dan menyimpulkan. Yang penting mari sama-sama berdoa agar semua pembaca berkesempatan menunaikan ibadah haji. 

Bagi yang sudah, semoga bisa pergi lagi. Mari berdoa pula semua keluarga termasuk anak-anak, juga bisa menunaikan rukun haji kelima tersebut.

Demikianlah harapannya. Semoga....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun