Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Listrik Padam, Begini Nasib Pegawai PLN

7 Agustus 2019   18:47 Diperbarui: 8 Agustus 2019   12:12 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi karyawan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memang harus siap mental. Paling utama ya harus benar-benar siap "dipuji" dengan kata-kata yang kurang menyenangkan. Tentu rasanya tidak tega mau mengatakan dihujat. Jadi sebut saja itu pujian yang kurang nyaman.

Harus disadari, bekerja di PLN ini tak ubahnya seperti jam dinding. Coba perhatikan jam dinding. Ketika dia normal, tak ada yang peduli dengan keberadaan jam tersebut. Paling hanya sekilas saja diperhatikan, dan tidak pernah dipuji. Tapi, begitu macet, barulah jam dinding diperhatikan dengan saksama. Bahkan ada yang ngomel, kenapa jam tersebut mati.

Begitu pula PLN. Saat tidak pernah padam, warga tenang-tenang saja. Memuji pun sama sekali tidak. Tapi begitu listrik padam sebentar saja, segera saja sumpah serapah melesat dari mulut seperti motor yang baru melihat lampu hijau saat di garis start arena MotoGP.

Padamnya listrik di Jakarta memang membuat warga penduduk pulau lain patut ngiri. Karena hanya ngiri yang bisa belok langsung. Kalau nganan harus mengikuti lampu lalu lintas, he he. Maksudnya, baru padam tak sampai sehari saja sudah heboh kaya mau kiamat. Coba tengok beberapa daerah di Indonesia, terutama di wilayah Timur, kondisi kelistrikannya masih belum optimal.

merdeka.com
merdeka.com
Di beberapa daerah, pemadaman listrik bahkan hampir sama seperti minum obat, tiga kali sehari. Nah, kalau sudah seperti ini, bukankah yang dihujat adalah PLN? Nah, kalau yang dihujat PLN, otomatis para pegawai PLN lah yang harus merasakan tekanan batin mendalam.

Pegawai PLN yang berada di daerah yang jarang mengalami pemadaman listrik, tentu tidak merasakan dampaknya. Namun di beberapa daerah, seperti di Tarakan, Kalimantan Utara, para pegawainya sudah kenyang mendapatkan hujatan bahkan umpatan karena kondisi kelistrikan di wilayah utara Kalimantan itu kerap byar pet.

Karena itu, tidak berlebihan kiranya jika para pegawai PLN selalu membentengi diri dengan perasaan yang selalu nyaman. Jika nanti ditempatkan di wilayah-wilayah yang kerap terjadi pemadaman listrik, perlu membentengi diri dengan teknik-teknik pengendalian diri yang efektif dan cepat. Sehingga, ketika mendapatkan hujatan dari pelanggan, perasaan tetap tenang dan nyaman. Jika tidak, tentu kondisi diri sendiri yang akan terkena dampaknya.

Kenapa saya sampai menuliskan artikel ini?

Pertengahan tahun lalu, saya pernah mendapatkan klien yang mengalami rasa cemas berlebihan. Asam lambungnya berlebih, disertai kaki dan tangan kerap dingin. Pria ini adalah pegawai PLN di salah satu wilayah yang kerap terjadi pemadaman. Sementara, bidang pekerjaannya sangat vital, karena dialah yang mengurusi pembangkit.

Hampir satu tahun dia mengalami asam lambung berlebih ini. Padahal, sebelumnya tidak punya riwayat sakit maag. Karena itu, dia merasa ada yang aneh.

Setelah menjalani proses hipnoterapi, ternyata diketahui akar masalahnya yakni ketika setahun sebelumnya kantornya didemo warga akibat listrik sering padam. Saat menerima pendemo itu, dia ikut menjelaskan kondisi kelistrikan yang sebenarnya. Namun tetap saja penjelasan itu tidak ada gunanya, karena warga sedang emosi.

Nah, di sela penjelasan itulah, salah satu warga mengeluarkan umpatan dan makian cukup kasar. "Kalian semua makan gaji buta! Tidak berkah gaji yang dimakan keluargamu!!!!" Rupanya kalimat inilah yang merasuk ke pikiran bawah sadar klien ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun