Saya tentu tahu, penjurian untuk program Samber Kompasiana baru dalam proses. Namun, bagi saya pribadi, saya adalah pemenang untuk diri sendiri. Kenapa? Karena baru tahun ini saya bisa mengikuti program menulis selama satu bulan penuh, tanpa berhenti.
Meski berlatar belakang sebagai wartawan, namun nyatanya tidak mudah membiasakan diri untuk konsisten menulis setiap hari. Apalagi, secara pribadi saya sudah tidak aktif lagi sebagai wartawan dan berburu berita di lapangan. Karena alasan itu pula saya bergabung di Kompasiana, agar kemampuan menulis yang saya miliki, tidak menguap begitu saja.
Karena kesibukan pekerjaan, saya sempat terlambat mengetahui program ini. Tapi tidak ada kata terlambat. Saya bertekad untuk ikut serta dalam Tebar Hikmah Ramadan (THR) tahun ini, termasuk mengikuti program Satu Ramadan Bercerita (Samber).
Bagi saya, inilah ujian Ramadan lain, selain ujian sesungguhnya. Di tengah kesibukan bekerja, saya ditantang untuk bisa menulis setiap hari, dengan tema yang berbeda-beda pula. Kalau temanya mudah dipahami, tentu lebih enak membuat tulisannya. Tapi nyatanya, ada beberapa tema yang membuat saya harus benar-benar seperti masa kuliah dan mendapat tugas membuat makalah.
Saat tema OOTD misalnya. Saya benar-benar tidak paham. Sampai-sampai harus bertanya ke beberapa teman. Meski saya kemudian tahu apa itu OOTD yakni Outfit of The Day, mengulas tentang pakaian yang dikenakan, saya tetap tidak memahami. Tapi namanya menulis ya tetap harus menulis. Maka paham tidak paham, mengerti atau tidak, ya menulis saja.
Begitu juga ketika mendapat tantangan menulis fiksi. Kalau menulis artikel nonfiksi, entah sudah berapa ribu artikel yang sudah saya tulis sejak menjadi wartawan. Tapi untuk menulis nonfiksi, di situlah saatnya saya harus mampu melawan ketidakmampuan saya. Maka, saat kemudian mampu menulisnya, dan diberi apresiasi oleh beberapa rekan dan sahabat, di situlah saya sudah merasa menang.
Sebab, dalam kompetisi, yang paling utama bukanlah melawan orang lain. Lawan sesungguhnya adalah diri sendiri. Begitu juga dengan Samber THR Kompasiana ini, hal yang luar biasa adalah bagaimana melawan diri sendiri. Harus mampu menghasilkan ide yang bernas untuk menghasilkan artikel yang layak baca.
Salah satu sahabat sempat kurang optimistis bahwa saya mampu merampungkan menulis artikel selama sebulan penuh, dengan tema berbeda setiap hari. Justru sahabat itulah yang kemudian menjadi penyemangat, sekaligus ingin membuktikan bahwa saya bisa melakukannya.
Suatu hari, saya sempat lupa, belum membuat artikel untuk hari itu. Sahabat ini pula lah yang bertanya, mana artikel untuk hari itu. Dia pula yang sempat menyarankan saya mundur, berhenti menulis, dan fokus pada pekerjaan yang ada saat itu. Tentu saja, saya tidak mau kalah sebelum bertanding. Begitu ada waktu, saya langsung menulis artikel untuk tema hari itu.Â
Menjelang akhir Ramadan, ketika kesibukan semakin memuncak, jujur, ada perasaan galau. Apakah masih sanggup meneruskan, atau sebaiknya mundur saja. Bersyukur, masih ada bagian diri saya yang suka menulis, segera mengambil alih perasaan. Bagian diri inilah yang segera memunculkan ide dan segera merampungkan tugas penulisan harian itu.
Ya, ada bagian diri saya yang suka menulis, sangat gembira ketika mengerjakan tugas menulis ini. Sebab bagian diri inilah yang cukup lama beristirahat ketika tidak lagi aktif ke lapangan melakukan liputan. Padahal, ketika masih aktif di lapangan dulu, satu hari bahkan pernah menghasilkan 13 berita. Dari mulai berita pemerintahan, politik, olahraga, hingga kriminal. Pokoknya semua disapu bersih tanpa ampun.
Maka ketika satu hari membuat satu artikel, sejatinya cukup mudah. Hanya memang, ada bagian diri lain yang kepentingannya merasa terganggu. Ada bagian diri yang sudah terlanjur asyik di zona nyaman, yang tentu membahayakan jika tidak dikendalikan.
Berakhirnya Samber THR Kompasiana 2019 ini, menjadi rekonsiliasi tersendiri bagi seluruh bagian diri saya. Semua bagian diri akhirnya menyadari, bahwa semua tujuan masing-masing bisa terwujud jika semua mau bekerja sama. Tidak boleh ada yang ego satu sama lain. Semua saling mendukung, sehingga masing-masing bagian diri tidak ada yang merasa diabaikan atau dianakemaskan. Semua sama. Sama-sama memiliki tujuan dan harapan demi masa depan yang lebih luar biasa.
Bagaimana menurut sahabat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H