Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidung Anda Mancung? Jangan Lupa Bayar Tagihan Ini

2 Mei 2019   14:38 Diperbarui: 2 Mei 2019   15:08 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap umat harus pandai bersyukur. Saya yakin semua sepakat dengan hal itu. Bersyukur ini paling sering disampaikan tapi tidak mudah dalam penerapannya. Terkadang harus ada sesuatu yang tidak menyenangkan terlebih dahulu, barulah manusia bisa bersyukur.

Misalnya, ketika terjadi ketidakberuntungan seperti kecelakaan atau pun kejadian luar biasa lainnya, seseorang otomatis bersyukur jika tidak terkena dampak dari kejadian tersebut. Atau ketika ada sesuatu yang hilang kemudian bisa kembali, barulah bersyukur. Pendek kata, baru merasa bersyukur ketika terjadi sesuatu yang dampaknya dirasakan seketika.

Padahal faktanya, bersyukur harus dilakukan setiap saat, setiap waktu. Kapan pun, di mana pun, bersama siapa pun, harus selalu bersyukur. Rasa syukur inilah yang akan membuat seseorang selalu terjaga di level zona positis yakni rasa bahagia.

David R. Hawkins, MD., Ph.D., dalam riset disertasinya yang berjudul Qualitative and Quantitative Analysis and Calibration of The Level of Human Consciousness menemukan bahwa perasaan atau emosi mempunyai level vibrasi dan energi yang berbeda.

Ia memetakan level energi dari masing-masing emosi menjadi The Map of Consciousness. Menurut Beliau semakin tinggi level energi suatu emosi maka akan semakin baik bagi kualitas kehidupan seseorang baik pada aspek pencapaian duniawi maupun spiritual.

Dari hasil pemetaan energi itu, bahagia termasuk level energi yang cukup tinggi. Berada di level positif 6. Agar selalu berada di level positif 6 atau selalu bahagia, salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan cara selalu bersyukur. Sadar sepenuhnya dengan selalu bersyukur akan membuat energi selalu nyaman dan bahagia.

Belum lama ini, saya diminta teknisi untuk membeli oksigen. Oksigen tersebut dibutuhkan untuk proses pengelasan mesin produksi es batu di Berau, Kalimantan Timur. Saya pun segera mengontak salah satu pemasok oksigen langganan di daerah itu.

Seharusnya, sesuai ketentuan saya juga harus membayar uang jaminan atas tabung oksigen yang dipinjam. Alhamdulillah saya hanya ditagih biaya pembelian oksigennya saja. Tanpa membayar uang jaminan.

dokumen pribadi
dokumen pribadi
Pada nota tagihan tertulis, harga oksigen satu tabung Rp 160 ribu. Saat membaca angka di nota tersebut, seketika saya langsung bersyukur. Ya Allah, betapa selama ini kita sudah menghirup oksigen secara cuma-cuma alias gratis.

Tak pernah ada tagihan dari malaikat atas penggunaan oksigen yang kita hirup sejak keluar dari rahim ibu. Hanya malaikat maut yang akan datang ketika seseorang sudah tidak butuh oksigen lagi, alias sudah tutup usia.

Mari kita coba hitung-hitungan, andai saja setiap orang harus membayar oksigen pada pemilik hidup ini. Jika setiap orang membutuhkan oksigen satu tabung setiap minggu, maka setiap minggu harus mengeluarkan biaya Rp 160 ribu per minggu.

Saya yakin, ini adalah hitungan yang sangat minim. Sebab sejatinya, setiap orang ada yang nafasnya hemat ada yang boros. Mungkin mereka yang mancung hidungnya tagihan oksigennya lebih banyak, karena lubang hidungnya lebih besar. Sementara bagi yang kurang mancing, bisa lebih hemat oksigen.

Jadi, biarlah dihitung paling sedikit satu tabung seminggu. Maka, dalam satu tahun harus membeli 52 tabung oksigen. Jika seperti saya yang sudah berusia 40 tahun, maka saya sudah menggunakan oksigen tak kurang dari 2.080 tabung. Jika dikalikan dengan harga oksigen seperti tagihan tadi, maka total yang harus saya bayar untuk urusan oksigen saja Rp 332,8 juta.

Sebuah angka yang tidak sedikit. Setara dengan harga rumah, atau hampir sama dengan satu unit mobil. Dengan data seperti itu, masihkah sebagai manusia tidak bersyukur atas oksigen yang melimpah dan gratis ini?

Sahabat semua yang dimuliakan Allah, selama masih bisa menghirup oksigen secara cuma-cuma, maka mari bersyukur dan menyampaikan terima kasih kepada Sang Maha Kuasa. Betapa kesehatan adalah anugerah yang sangat mahal harganya.

Mari menengok rumah sakit. Berapa banyak mereka yang bahkan untuk bernafas saja harus dibantu alat khusus. Lihat saudara kita yang bahkan untuk menikmati kegembiraan saja tidak mudah didapatkan.

Bersyukur, bersyukur dan bersyukur. Apa pun yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari saatnya ucapkan 'alhamdulillah', sebagai bentuk rasa syukur. Termasuk ketika calon presiden yang dipilih ternyata belum menang, tetap ucapkanlah alhamdulillah. Ini agar diri sendiri selalu bahagia.

Jika sudah bahagia, maka energi akan semakin maksimal. Jika energi sudah maksimal, rasakanlah rezeki akan datang berlimpah ruah dengan tidak disangka-sangka.

Demikianlah kenyataannya. (*)    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun