Beberapa waktu lalu, salah satu sahabat mengeluhkan kondisi anaknya yang perilakunya kurang ramah. Ini adalah anak terakhir. Anak tersebut duduk di kelas 6 sekolah dasar. Cenderung pendiam dan boleh dibilang agak jutek saat di rumah. Berbeda jauh dibandingkan ketika di sekolah yang selalu riang dan gembira. Hal itu bertolak belakang dengan kakak-kakaknya yang lebih ramah dan bisa berkomunikasi dengan baik.
Sebut saja namanya Cut Tari. Tapi bukan yang mantannya Ariel Noah. Ini bukan nama sebenarnya.Â
Sekilas, mungkin tidak ada yang aneh. Namun, bagi orang tua yang sudah terbiasa nyaman dalam rumah tangga, kondisi anak tersebut menjadikan sang ibu sedikit kurang nyaman.
"Sebetulnya ini bukan persoalan besar. Sepele sekali. Saya sih yakin nantinya bisa diubah lebih baik," sebut sang ibunda.
Saya pun menyarankan agar ibu ini tetap fokus pada peningkatan kualitas dirinya. Fokus pada kata dan kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi. Kadang orang tua niatnya bercanda atau menggoda. Namun tak sedikit ada kata atau kalimat yang mengandung perundungan alias bully yang tentunya akan masuk dalam pikiran bawah sadar si anak.
Beberapa hari berselang, di Samarinda digelar private seminar Rahasia Magnet Rezeki. Seminar ini sejatinya bukan melulu membahas soal uang. Sebab, rasa bahagia pun termasuk rezeki. Begitu juga dengan kesehatan. Pendek kata, hidup yang nyaman juga merupakan rezeki.
Saya lantas menyarankan ibu ini mengikutinya. Sebetulnya, teori soal rahasia magnet rezeki sudah diketahuinya. Bahkan sudah dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Kebetulan, suaminya juga pernah mengikuti seminar semacam itu. Sehingga banyak ilmu yang diserap dari pasangannya sendiri.
Seminar itu akhirnya meyakinkan sang ibu bahwa disiplin kata dan prasangka memang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Â Ketika sang pembicara seminar meminta setiap orang menuliskan masalahnya. Ibu ini kebingungan. Tak ada satu pun masalah yang ia jumpai. Kehidupan rumah tangganya baik-baik saja.
Pun persoalan rezeki juga selalu berlimpah. Meski masih ada beberapa amanah yang tetap harus diselesaikan di salah satu bank. Di tengah kebingungan itu, yang muncul malah wajah anak terakhirnya yang dianggap jutek itu.
Ibu ini lantas segera mengirimkan energi dan kalimat positif untuk si anak. Iya sangat yakin bisa lebih cepat mengubah perilaku buah hatinya, jika dirinya sendiri semakin positif. Segera ia menarik semua energi positif itu.
"Bim salabim jadi apa? Prok, prok, prok..." begitu kira-kira mantra yang selalu diucapkan pesulap Pak Tarno setiap kali tampil. Saat sang ibu ini pulang mengikuti seminar, sungguh-sungguh ajaib. Anak terakhirnya itu benar-benar berubah 180 derajat. Sikapnya tiba-tiba sangat manis dan menyenangkan.
"Tiba-tiba saya dipeluk dan dicium. Dia pun tersenyum lebar saat memeluk saya," kata ibu ini bercerita sepulang mengikuti seminar tadi. Tentu saja hal itu sangat mengejutkan. Ia tak mengira perubahan yang terjadi pada buah hatinya benar-benar sangat cepat, seperti membalik telapak tangan.
"Perubahannya terjaga dan konsisten sampai sekarang. Kadang-kadang sekarang membersihkan rumah bahkan mencuci piring tanpa disuruh. Orang tua mana yang tidak bangga melihat perubahan seperti itu," bebernya.
Awalnya sang ibu mengira perubahan akan terjadi nanti, saat anak mulai beranjak dewasa. Namun ternyata lepas dari perkiraan. Perubahan bisa terjadi lebih cepat.
Belajar dari kisah di atas, fokus utama adalah bagaimana diri sendiri berubah. Jika ingin anak berubah, maka orang tua lah yang harus berubah terlebih dahulu. Sikap orang lain terhadap kita, sejatinya tergantung dari diri kita sendiri. Termasuk sikap terhadap pasangan dan buah hati.
Jangan pernah berharap anak atau pasangan berubah menjadi lebih baik, jika diri sendiri tak ada upaya untuk menjadi pribadi yang semakin berkualitas.
"Mas, ikut seminar itu mahal. Belajar juga pakai uang," begitu kira kira alasan orang yang enggan belajar. Pendapat itu memang benar. Tapi nyatanya, tak semua juga benar.
Siapa saja bisa belajar dari blog, website, atau internet sesuai dengan bahasan yang diinginkan. Sampai detik ini pun saya masih belajar. Dari para guru serta dari tulisan itulah saya kemudian mendapatkan akselerasi atau tambahan ilmu yang diharapkan bermanfaat untuk diri sendiri, apalagi untuk orang lain.
Saya pun secara pribadi membuka ruang seluas-luasnya bagi yang ingin sharing atau diskusi bahkan belajar tentang ilmu pikiran dan magnet rezeki. Konon katanya, semua ilmu itu akan menjadi milik saya jika saya sering berbagi ilmu juga dengan orang lain.
Tak usah takut soal biaya. Saya siap sharing secara cuma-cuma. Cukup tentukan lokasinya, waktunya, dan jika memang jadwal saya kosong, siap deh sama-sama buka laptop untuk ngaji bareng.
Bagaimana menurut sahabat? Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H