Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maaf Saya Melakukan Kecurangan

28 April 2019   18:07 Diperbarui: 28 April 2019   18:14 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Quote lucu Nurhadi. (Twitter/ Nurhadi_Aldo)

Saat menilai orang lain, sejatinya Anda sedang menilai diri sendiri. 

Suatu hari, Abu Jahal melihat Rasulullah SAW, kemudian berkata, "melihatmu Muhammad, meyakinkanku betapa buruknya keturunan Bani Hasyim."

Rasulullah SAW pun menjawab, "sesungguhnya kamu telah melewati batas, tapi apa yang kamu katakan adalah benar."

Tak lama kemudian, datanglah Abu Bakar. Ketika melihat Rasulullah, Abu Bakar pun berkata, "engkau adalah matahari ya Rasulullah. Sinarmu kuat menyebar ke penjuru bumi."

Rasulullah pun menjawab, "kamu telah berkata benar, ya Abu Bakar."

Para sahabat Nabi Muhammad yang menyaksikan kejadian itu kemudian meminta penjelasan kepada Rasulullah. Rasulullah pun menerangkan, "aku adalah sebuah cermin. Siapa yang melihatku, sebenarnya sedang melihat dirinya sendiri."

Kisah yang sama terjadi pada masa Nabi Isa. Semua orang menghinanya, tapi Nabi Isa menjawab hinaan mereka dengan untaian kata yang indah. Para hambanya yang taat pada Nabi Isa bertanya. Namun Nabi Isa menjawab, "setiap orang, apa yang ada pada dirinya, itulah yang akan ia berikan."

Jika menganggap setiap orang adalah sebuah cermin, maka orang yang ada di depan kita adalah refleksi diri kita sendiri. Orang yang mampu melihat kebaikan, maka baik pula pikirannya, dan hidupnya akan dipenuhi kebahagiaan.

Sama halnya ketika dua orang sedang berada di sebuah taman. Orang dengan pandangan baik, tentu akan menemukan sebuah taman yang indah, bunga harum semerbak, kicauan burung, dan perasaan nyaman. Namun boleh jadi orang dengan pandangan negatif, akan melihat taman yang sama sebagai tumpukan tanah dan sampah tak berguna.

Dari kisah di atas, ada pelajaran penting yang bisa diambil. Menilai baik, buruk, bagus atau jeleknya seseorang, tak bisa hanya dilihat dari apa yang tampak kasat mata. Namun, perlu juga melihat seseorang dari sudut pandang yang lain.

Dalam buku Terapi Masnawi karya Prof Dr Nevzat Tarhan asal Turki yang mengupas cara berpikir Syekh Maulana Jalaluddin Rumi, disebutkan bahwa Rumi selalu menggunakan berbagai hikayat agar setiap orang mengambil hikmah atau makna yang terkandung dalam kisah tersebut.

Dalam kisah Abu Jahal dan Abu Bakar yang menilai Rasulullah, tentu sudah jelas Rumi ingin memberikan gambaran bahwa setiap orang adalah cermin bagi dirinya sendiri dan juga bagi orang lain.

Itulah mengapa seseorang harus selalu berprasangka baik kepada teman, sahabat, dan lingkungan di sekitarnya. Sampai kapan, sampai teman dan lingkungan itu sendiri yang merusaknya.

Paling utama adalah buang rasa curiga yang hanya akan membuang energi, karena begitu muncul rasa curiga, seseorang akan semakin mengawasi orang yang ada di sekitarnya. Akibatnya, rasa percaya akan terus berkurang dan menimbulkan perasaan was-was yang semakin bertambah.

Lalu bagaimana jika ada yang bohong, menipu, bahkan mencelakai diri Anda? Itulah risiko dalam hidup. Namun setidaknya hal itu jauh lebih baik ketimbang hidup dalam kecurigaan yang menjadikan diri tidak tenang dan jauh dari rasa bahagia. Sebab, rasa curiga hanya akan menciptakan jarak dalam sebuah hubungan yang sedang dijalani.

Pilpres disambung dengan Pilkada yang terjadi di negeri ini, boleh jadi juga menjadi sebuah cermin besar. Ketika masing-masing pendukung sedang sibuk melakukan penilaian terhadap kubu lawan, sejatinya mereka sedang bercermin dengan dirinya sendiri.

Sebagai contoh, saat menuduh kubu lawan melakukan kecurangan atau menuding kubu lawan melakukan pelanggaran, sejatinya mereka ya sedang bercermin. Benarkah tudingan dan tuduhan itu untuk kubu lawan? Yakinkah bahwa tudingan dan tuduhan itu tidak berbalik pada diri sendiri?

Karena itu, tak heran jika seseorang yang membuat status nyinyir atau menyindir, yang terjadi justru sindiran dan nyinyiran itu akan kembali pada dirinya sendiri. Begitu pula ketika menuding orang lain tidak toleran, bukankah sejatinya tudingan itu juga untuk diri sendiri. Pendek kata, ketika menilai orang lain, sejatinya yang berlaku adalah sedang menilai dirinya sendiri.

Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kealpaan, saya pun pernah melakukan hal seperti ini. Pandai menilai orang lain dengan berbagai dalil dan pengetahuan yang saya tahu. Nyatanya, semakin saya melakukan hal itu, saya sendiri tampak semakin bodoh.

Maka saat ini, setiap kali melihat orang lain, anggaplah sedang bercermin dengan diri sendiri. Dengan cara ini, maka akan lebih mudah memperbaiki diri sendiri, dan tidak lagi pusing dengan penilaian orang lain terhadap diri sendiri.

Bagaimana menurut Anda? (endrosefendi.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun