Tubuhnya menggigil kedinginan dan tampak sangat ketakutan. "Jangan-jangan....!!!! Toloong..." Wanita ini terus mencoba berontak sekuat tenaga. Suaranya cukup keras. Namun sore itu, kondisi kampus sudah sangat sepi. Tak ada yang mendengarkan teriakannya. Sebuah ciuman dengan penuh nafsu akhirnya mendarat di pipi wanita ini. Dia masih rasakan sentuhan menjijikkan dari pria berusia 60-an tahun itu.
Tak hanya ciuman di pipi. Tangan pria tua itu pun sempat beberapa kali menyentuh dadanya. Namun dia tetap berontak hingga akhirnya sang dosen itu kewalahan dan mahasiswi ini bisa melarikan diri secepat-cepatnya.
Kejadian di atas diceritakan dengan jelas oleh Sabrina, tentu bukan nama sebenarnya. Dia menceritakan semuanya dalam kondisi hipnosis. Pikiran bawah sadarnya sedang terbuka lebar, di ruang terapi. Maka, memori menyakitkan yang terjadi pada 15 tahun silam, ketika masih kuliah, terlihat dengan jelas di pikiran bawah sadarnya.
Rupanya, kejadian di kampus itulah yang kemudian menjadi akar masalah dan tersimpan rapi di pikiran bawah sadarnya selama bertahun-tahun. Emosi terpendam akibat kejadian tersebut, memicu rasa takut berlebihan terhadap lawan jenis. Meski usianya sudah kepala tiga, namun wanita ini tak kunjung menemukan jodoh yang tepat.
"Setiap kali kenal dengan laki-laki, saya sudah takut duluan. Perasaan saya selalu tidak nyaman. Entah kenapa bisa seperti itu?" sebutnya sebelum sesi terapi berlangsung.
Di formulir terapi tergambar dengan jelas ada beberapa emosi yang sangat intens. Skalanya 10. Emosi itulah yang menjadi landasan terapi dan kemudian mendarat pada akar masalah yakni ketika mendapat perlakuan tak sepantasnya di kampus.
Dengan teknik terapi berbasis teknologi pikiran, Sabrina dibimbing untuk menetralisir semua emosi dan memori tidak nyaman itu. Terutama kejadian yang dialaminya di kampus belasan tahun silam. Setelah proses tersebut dilakukan di kedalaman pikiran bawah sadar yang presisi, Sabrina mengaku lega dan plong.
Bahkan ketika wajah sang dosen cabul itu dihadirkan kembali di pikirannya, Sabrina sudah merasa biasa saja. Tidak merasakan apa-apa. Dia sudah memaafkan dengan tulus dan ikhlas atas kejadian tersebut. Begitu pula ketika Sabrina diminta merasakan dan membayangkan bertemu pria yang ingin dekat dengannya, dia merasa tetap nyaman dan optimistis. "Biasa aja. Nyaman aja," jawabnya.
Proses terapi yang hampir memakan waktu hingga tiga jam itu akhirnya tuntas. Sabrina tampak sangat lemah dan kelelahan. Dia pun saya minta untuk istirahat sejenak agar kembali lebih segar.
"Padahal, saya sudah berusaha melupakan kejadian itu. Malah sudah lupa dengan kejadian itu. Ternyata itu ya penyebabnya?" tanya wanita yang bekerja sebagai manajer di salah satu perusahaan BUMN ini.
"Saya juga baru ingat pak. Bahkan sampai sekarang saya tidak pernah mengambil skripsi saya sendiri. Waktu itu saya merasa biar saja lah, yang penting saya sudah lulus dan sudah bekerja," bebernya. Sebab, dia tidak ingin bertemu dengan dosen cabul itu.
"Tapi sekarang sudah ngga apa-apa kok. Coba nanti saya main-main ke kampus, sekalian ambil skripsi saya kalau ada," sambungnya.Â
Itulah dampak dari cara kerja pikiran bawah sadar. Dalam kondisi sadar, seseorang kadang mengaku sudah melupakan dan memaafkan. Namun nyatanya, belum tentu proses memaafkan dan melupakan itu sudah terjadi di pikiran bawah sadar. Jika tidak, kejadian yang menjadi akar masalah itu akan terus menggelinding bak bola salju. Sehingga, akan memberikan dampak kurang nyaman terhadap aktivitas tertentu.
Mengacu pada kasus tersebut, tampaknya perlu ada pula peningkatan sarana pendukung di setiap lembaga pendidikan. Misalnya setiap sekolah atau kampus harus dilengkapi dengan kamera pengintai. Kalau perlu semua ruangan, kecuali dalam toilet. Setidaknya, ini untuk meminimalkan niat jahat dari para dosen yang tidak tahan melihat wajah mahasiswinya yang aduhai. Â Â
Jangan sampai para siswa atau mahasiswa terenggut masa depannya hanya karena ulah oknum pendidik yang tidak mampu menahan hawa nafsunya. Luka batin yang dialami korban pelecehan seksual, akan terbawa hingga puluhan tahun, selama tidak diatasi secara permanen.
Terbukti seperti Sabrina, akhirnya selalu kandas menjalin hubungan dengan laki-laki, karena ada perasaan takut yang berlebihan. Disadari atau tidak, trauma inilah yang kemudian akan mengganggu aktivitas sehari-hari.
Bahkan, impian tidak mudah terwujud  karena ada energi negatif di masa lalu yang sangat mengganggu. Ada pemicu sedikit saja, semua emosi dan memori seketika muncul kembali, bahkan seolah kembali mengalami hal yang sama saat sekarang.
Itulah cara kerja pikiran bawah sadar. Dia tidak kenal masa lalu atau masa depan. Yang dia rasakan adalah saat ini, sekarang. Itu sebabnya, jangan abaikan trauma masa lalu.
Pastikan trauma dan luka batin di masa lalu itu benar-benar sudah diatasi dan ditangani dengan tuntas. Sehingga ketika mendengar kejadian yang sama atau mirip dengan kejadian di masa lalu, emosi yang terkandung di dalamnya sudah netral, atau tidak berpengaruh sedikit pun.
Kira-kira, menurut sahabat semua, apa hikmah yang bisa diambil dari contoh kasus di atas?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H