Belum lama ini, saya dihubungi salah satu orang tua melalui whatsapp. Beliau mengeluhkan sikap anaknya yang berubah drastis. Awalnya anaknya sangat ceria. Namun tiba-tiba berubah menjadi pendiam. Sebut saja nama anak itu Dimas. Tentu bukan Dimas Ekky Pratama sang pembalap Indonesia.
Dimas duduk di kelas XI SLTA sekolah negeri ternama di salah satu kota di Kaltim. Prestasinya cukup moncer. Beberapa kali bahkan selalu menduduki ranking 5 besar di kelasnya. Namun belakangan nilai ulangannya banyak merosot. Alih-alih meningkatkan prestasi dengan belajar, Dimas malah semakin drop. Pendiam dan enggan meresponse sikap ayah bundanya.
"Saya sudah minta maaf, kalau memang dianggap salah. Tapi anaknya tetap pendiam," kata ayah Dimas. Bahkan menurut sang Ayah, Dimas juga sempat diajak berkonsultasi dengan salah satu psikolog. Namun, tak banyak perubahan berarti.
"Ada rekan kantor yang menyarankan untuk hipnoterapi, karena itu saya minta tolong untuk mengetahui apa penyebab anak saya seperti ini," kata sang Ayah.
Seperti biasa, di ruang terapi, saya mencoba menjalin ikatan emosional dengan Dimas. Ini adalah langkah penting di awal agar proses terapi bisa berjalan lancar. Di formulir, Dimas dengan jelas menyebutkan bahwa dia menjalani proses hipnoterapi atas kemauan kedua orang tuanya.
Maka, saya pun memberikan penjelasan apa itu hipnoterapi, dan apa saja manfaatnya. Termasuk bagaimana proses terapinya nanti. Akhirnya Dimas bersedia menjalani proses hipnoterapi. Dia pun kembali melengkapi jawaban-jawaban di formulir terapi.
Kali ini, jawaban di formulir yang ia tuliskan lebih jelas, lengkap dan detail. Tentu memudahkan saya sebagai terapis untuk membantu menyelesaikan persoalannya. Selanjutnya, Dimas diberikan penjelasan tahapan yang akan dilalui, kemudian dibimbing masuk pada kedalaman pikiran bawah sadar yang tepat dan presisi.
Pada kedalaman pikiran bawah sadar itulah, akhirnya diketahui bahwa Dimas merasa jenuh dan tidak betah di rumah. Namun apa yang menjadi penyebabnya? Ternyata pikiran bawah sadar Dimas mundur pada kejadian 6 bulan sebelumnya, ketika dia mendengar kedua orangtuanya ribut.
Entah apa yang sedang diperdebatkan kedua orang tuanya hingga bertengkar hebat. Yang pasti, Dimas yang saat itu sedang berada di kamarnya sendirian, mendengar suara pertengkaran itu dengan jelas. Hal itulah yang membuat Dimas seketika sedih, bahkan sangat sedih. Rasa sedih itulah yang kemudian tertanam di pikiran bawah sadarnya.
Setelah dilakukan verifikasi, ternyata pertengkaran kedua orang tuanya itulah yang menjadi akar penyebab atau akar persoalan Dimas. Akibatnya Dimas menjadi tak betah di rumah. Dia lebih suka berada di sekolah, atau di luar rumah bersama teman-temannya.
Dengan teknik hipnoterapi klinis yang tepat, Dimas akhirnya dibimbing untuk mengatasi persoalan itu. Perasaannya terhadap kejadian tersebut dinetralisir. Hasilnya, rasa sedih itu berubah menjadi rasa semangat dan optimistis.
Ketika dilakukan pengecekan perasaan, Dimas juga mengaku lebih nyaman. Baginya, kebersamaan keluarga amatlah penting. Sebab kedua orang tuanya selama ini selalu membahagiakan. Namun, bahagia harus dirasakan setiap saat dan setiap waktu. Jika tidak, segera meminta maaf bisa menjadi solusi ampuh agar perasaan anak tetap nyaman dan normal.
Siapkah meminta maaf pada anak?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H