Hari ini bertepatan dengan Supersemar, alias Surat Perintah Sebelas Maret. Konon, surat itulah yang menjadikan Soeharto mulus menjadi presiden RI menggantikan Soekarno.
Tapi dalam artikel ini, saya ingin mengajak pembaca menyelesaikan semua persoalan dengan Supersemar. Apa itu? Sudahi Persoalan dengan Senyum Lebar (Supersemar). Kok maksa sih singkatannya? Ya ngga papa lah? Namanya juga memanfaatkan momen. Â
Tak suka dengan singkatan itu juga boleh-boleh saja. Yang penting, ambil saja saripati artikel ini yang dianggap baik. Yang tidak terlalu bagus, buang saja. Tak usah diserap oleh pikiran bawah sadar.
Lantas bagaimana caranya Supersemar versi tulisan ini? Begini, setiap manusia yang hidup di dunia ini, pasti pernah memiliki persoalan. Saya menyebut 'persoalan', bukan 'masalah'. Sebab 'persoalan' insya Allah selalu ada jawabannya. Tapi kalau 'masalah', belum tentu. Energi dari kata 'masalah' pun kurang positif dibanding 'persoalan'.
Melatih menghadapi persoalan dengan senyum lebar memang bagi sebagian orang tidak mudah. Namun, jika sudah terbiasa, tentu akan nyaman.
Andaikan misalnya, saat ini Anda mendapat kabar bahwa mobil milik Anda mengalami kecelakaan saat dibawa sang sopir. Bagaimana respons Anda? Bisakah seketika menjawab, "Alhamdulillah, mudah-mudahan sopirnya tidak terjadi apa-apa."
Atau misalnya, tiba-tiba mendapatkan kabar bahwa Anda dicopot dari jabatan tertentu di tempat kerja. Bisakah merespons, "Alhamdulillah, semoga setelah ini mendapat pekerjaan yang lebih keren."
Pendek kata, apa pun persoalannya, langsung disambar dengan kalimat 'alhamdulillah' dengan perasaan yang nyaman dan senyum terkembang. Jika Anda sudah bisa menjawab seperti di atas, artinya, tidak ada lagi namanya persoalan. Sebab semua sudah berganti menjadi rezeki. Hidup pun menjadi sangat nyaman dan terlalu ringan.
Coba kalau kemudian yang muncul adalah keluhan dan merasa tidak beruntung, maka yang terjadi kondisi langsung drop. Apalagi jika kemudian stres dan semakin terpuruk, maka seolah Anda hidup sembari membawa beban yang sangat berat. Ibarat berjalan sembari menggotong karung berisi kapas seberat 100 kilogram di pundak.
Sahabat yang budiman, pikiran kita selalu berjalan sesuai dengan persepsi yang sudah biasa dibangun sejak kecil. Bagi orang barat, roti adalah makanan paling nikmat. Tak ada roti, maka seperti tidak makan. Sementara bagi orang Indonesia, paling utama butuh nasi. Tak ada nasi rasanya mau kiamat.
Padahal, semua itu hanya soal persepsi dan kebiasaan. Buktinya struktur tubuh orang Barat dan orang Indonesia tentu sama saja. Semua organnya sama. Namun karena pikiran sejak kecil diberikan persepsi tertentu soal makanan, maka persepsi itulah yang dijalankan pikiran bawah sadar secara otomatis.
Demikian juga dengan persoalan. Jika pikiran sudah dilatih dengan persepsi bahwa semua hal yang menimpa diri adalah rezeki, maka tentu semua akan menjadi rasa syukur tak terhingga.
Coba perhatikan kabar soal mobil yang celaka tadi. Bukankah harus mengucap alhamdulillah karena Anda tidak ikut serta dalam mobil itu? Kalau pun ikut mobil itu, masih alhamdulillah tetap selamat dan hidup. Pokoknya, apa pun yang terjadi, carilah keuntungan dan hikmah positif atas setiap kejadian.
Begitu juga saat menghadapi orang lain, selalu gunakan prinsip Supersemar. Berikan saja senyum terbaik. Tak usah ditanggapi, karena hanya membuang waktu dan energi.
Misalnya Anda berada di tempat kerja, kemudian diperlakukan nyinyir atau selalu dibikin bete oleh orang lain, maka yang salah adalah diri sendiri. Kenapa Anda harus bete? Anda sendiri yang rugi bukan?
Saat orang lain membuat diri Anda bete, maka sejatinya Anda sendiri yang salah. Sebab, Anda tidak ada bedanya dengan orang itu. Kok tidak ada bedanya? Ya iyalah. Orang itu mengesalkan, sementara Anda sendiri juga merespons kurang baik.
Yang luar biasa adalah, orang lain mengesalkan, diri Anda tetap santai dan cool. Apakah bisa? Sangat bisa jika memang selalu dilatih dan dibiasakan.
Ingat, kendali pikiran ada pada diri sendiri, bukan orang lain. Jangan biarkan energi terkuras karena perilaku orang lain. Mulai sekarang, bayangkan dan rasakan Anda seolah mengenakan baju ajaib atau jubah ajaib, yang fungsinya seperti jas hujan. Hujan sederas apa pun, Anda tetap nyaman dan tidak terpengaruh.
Dengan jubah ajaib itu, apa pun sikap orang lain, tak akan banyak berpengaruh pada diri Anda sendiri. Sebagai penulis pun, saya kerap mendapat tanggapan yang kurang positif atau kurang baik, ya tak masalah. Sebab, kita memang tidak bisa memaksakan jalan pikiran orang lain selalu sama dengan kita.
Untuk itu, terima semua saran dan masukan. Tak perlu baper. Gunakan jubah ajaib itu. Jadikan semua masukan dan saran sebagai penguat kadar kebijakan yang kita miliki. Bukankah pelaut yang hebat lahir dari gelombang dan badai yang dahsyat?
Jadi, mulai sekarang, tak usah pusing. Begitu ada persoalan, ingatlah Supersemar. Senyumlah yang terbaik. Rasakan energi positif itu menyebar ke seluruh tubuh, dan biarkan diri Anda nyaman dan tenang.
Demikianlah kenyataannya. (*)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H