Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Supersemar", Solusi Atasi Emosi

11 Maret 2019   16:57 Diperbarui: 11 Maret 2019   21:36 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini bertepatan dengan Supersemar, alias Surat Perintah Sebelas Maret. Konon, surat itulah yang menjadikan Soeharto mulus menjadi presiden RI menggantikan Soekarno.

Tapi dalam artikel ini, saya ingin mengajak pembaca menyelesaikan semua persoalan dengan Supersemar. Apa itu? Sudahi Persoalan dengan Senyum Lebar (Supersemar). Kok maksa sih singkatannya? Ya ngga papa lah? Namanya juga memanfaatkan momen.  

Tak suka dengan singkatan itu juga boleh-boleh saja. Yang penting, ambil saja saripati artikel ini yang dianggap baik. Yang tidak terlalu bagus, buang saja. Tak usah diserap oleh pikiran bawah sadar.

Lantas bagaimana caranya Supersemar versi tulisan ini? Begini, setiap manusia yang hidup di dunia ini, pasti pernah memiliki persoalan. Saya menyebut 'persoalan', bukan 'masalah'. Sebab 'persoalan' insya Allah selalu ada jawabannya. Tapi kalau 'masalah', belum tentu. Energi dari kata 'masalah' pun kurang positif dibanding 'persoalan'.

Melatih menghadapi persoalan dengan senyum lebar memang bagi sebagian orang tidak mudah. Namun, jika sudah terbiasa, tentu akan nyaman.

Andaikan misalnya, saat ini Anda mendapat kabar bahwa mobil milik Anda mengalami kecelakaan saat dibawa sang sopir. Bagaimana respons Anda? Bisakah seketika menjawab, "Alhamdulillah, mudah-mudahan sopirnya tidak terjadi apa-apa."

Atau misalnya, tiba-tiba mendapatkan kabar bahwa Anda dicopot dari jabatan tertentu di tempat kerja. Bisakah merespons, "Alhamdulillah, semoga setelah ini mendapat pekerjaan yang lebih keren."

Pendek kata, apa pun persoalannya, langsung disambar dengan kalimat 'alhamdulillah' dengan perasaan yang nyaman dan senyum terkembang. Jika Anda sudah bisa menjawab seperti di atas, artinya, tidak ada lagi namanya persoalan. Sebab semua sudah berganti menjadi rezeki. Hidup pun menjadi sangat nyaman dan terlalu ringan.

Coba kalau kemudian yang muncul adalah keluhan dan merasa tidak beruntung, maka yang terjadi kondisi langsung drop. Apalagi jika kemudian stres dan semakin terpuruk, maka seolah Anda hidup sembari membawa beban yang sangat berat. Ibarat berjalan sembari menggotong karung berisi kapas seberat 100 kilogram di pundak.

Sahabat yang budiman, pikiran kita selalu berjalan sesuai dengan persepsi yang sudah biasa dibangun sejak kecil. Bagi orang barat, roti adalah makanan paling nikmat. Tak ada roti, maka seperti tidak makan. Sementara bagi orang Indonesia, paling utama butuh nasi. Tak ada nasi rasanya mau kiamat.

Padahal, semua itu hanya soal persepsi dan kebiasaan. Buktinya struktur tubuh orang Barat dan orang Indonesia tentu sama saja. Semua organnya sama. Namun karena pikiran sejak kecil diberikan persepsi tertentu soal makanan, maka persepsi itulah yang dijalankan pikiran bawah sadar secara otomatis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun