"Kami sudah siapkan tempat untuk membilas. Walaupun tanpa membilas sudah bersih, sebab airnya tawar dan segar," sebutnya.
Wiyono, karyawan Sumalindo yang juga turut berkunjung menyampaikan, ada rencana akan dibuat areal perkemahan di kawasan seluas 8 hektare. Harapannya, akan menambah penghasilan kampung. Sebab, lokasi tersebut kini sudah dikelola Badan Usaha Milik Kampung (BUMK) setempat.
Menanggapi hal itu, suami Fika Yuliana, sangat menyambut baik. Ia bahkan mengusulkan agar lokasi menuju bumi perkemahan dibuat dengan jembatan gantung antar pepohonan agar lebih menantang.
Lokasi wisata ini sudah dilengkapi dengan wahana flying fox melintasi atas telaga. Juga terdapat perahu dan ban pelampung. Sayang, beberapa perahu bebek terlihat tak bisa beroperasi maksimal, sehingga memerlukan sedikit perbaikan. Ada pula kios makanan serta tempat bersantai atau beristirahat. Â Â Â
Nama Tulung Ni Lenggo untuk tempat wisata ini diambil dari nama penemunya, wanita Dayak bernama Nenek Lenggo alias Ni Lenggo. Sementara Tulung dalam bahasa Dayak Ahe artinya telaga atau danau. Sebelumnya, lokasi ini dikenal sebagai telaga biru. Penggantian nama Tulung Ni Lenggo tentu saja untuk mengabadikan nama sang penemu telaga tersebut.
Dari cerita legenda yang beredar di masyarakat, lokasi ini juga dulunya sebagai tempat mandi dari Raja Alam, pahlawan nasional asal Berau yang makamnya tak terpaut jauh dari lokasi telaga ini.
Konon, air telaga yang tak pernah kering meski di musim kemarau itu, memiliki khasiat khusus. Barangsiapa yang mandi di telaga tersebut, diyakini akan awet muda serta enteng jodoh.
"Ya namanya juga cerita. Boleh percaya boleh tidak," pungkas Wiyono. Â (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H