Besok, tepatnya 27 Juni 2018, digelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di 171 daerah, terdiri atas 17 provinsi, 115 kabupaten dan 39 kota. Provinsi yang akan menggelar Pilkada yaitu: Provinsi Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Lampung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara.
Jumlah penduduk yang mengikuti Pilkada serentak mengacu DP4 Pilkada sebesar 160.756.143 pemilih. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan diharapkan memilih siapa yang menjadi pemimpinnya dalam pemilu kepala daerah nanti. Sebab, setiap warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana tertuang dalam pasal-pasal UUD NRI 1945 dan di dalamnya mengandung nilai-nilai kebangsaan, meliputi nilai demokrasi, nilai kesamaan derajat, dan nilai ketaatan hukum. Nilai demokrasi mengandung makna bahwa kedaulatan di tangan rakyat, setiap warga negara memiliki kebebasan yang bertanggung jaab dalam penyelengaraan pemerintahan. Â
Ini konsekuensi dari negara yang memilih haluan demokrasi, berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar NRI 1945. Pada sila ke-4 disebutkan, "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan."Â
Dengan demikian rakyat harus dipimpin oleh seseorang, dan tentunya rakyat diharapkan bisa mendapatkan pemimpin yang bijaksana, sehingga akan tercipta kondisi seperti sila ke-5 Pancasila yakni "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Secara yuridis, dasar pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara demokratis (langsung) dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan "Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis".
Indonesia telah melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung sejak 1 Juni 2005 sebagai manifestasi dari upaya penguatan agenda demokratisasi di daerah. Kala itu, almarhum H Syaukani HR adalah tokoh Kaltim pertama yang dipilih rakyat secara langsung sebagai Bupati Kutai Kartanegara.
Pemilu kepala daerah, memerlukan keterlibatan seluruh komponen masyarakat. Harapannya bisa terpilih pemimpin daerah yang mampu mewujudkan kebijakan publik untuk menjadikan daerah tersebut sebagai daerah maju, mandiri, sejahtera.Â
Sebuah daerah sangat memerlukan adanya pemimpin yang diharapkan bisa mengawal tujuan masyarakat di daerah yang dipimpinnya. Demokrasi melalui Pemilukada harapannya bisa mendapatkan kepala daerah yang mumpuni.
Sayangnya, ada saja pemimpin mendahulukan kepentingannya diri sendiri, termasuk berusaha mengembalikan biaya politiknya dengan berbagai cara, termasuk korupsi. Alih-alih menyejahterakan rakyat, justru melahirkan kepala daerah sebagai raja-raja kecil berperilaku korup.
Sepanjang 2004--2017 tercatat 313 kepala daerah tersangkut kasus korupsi. Dalam kurun waktu 13 tahun, ada 300 lebih kasus korupsi melibatkan kepala daerah di Indonesia. Dari banyaknya jumlah tersebut, modus terbesar adalah praktik penyuapan. Selanjutnya, hingga April 2018 sudah 10 kepala daerah jadi tersangka korupsi. Beberapa di antaranya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lagi-lagi, sebagian besar terserat kasus dugaan penyuapan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menargetkan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2018 mencapai 77,5 persen. Total anggaran yang dibutuhkan menggelar Pilkada Serentak 2018 setelah penandatangan dana hibah mencapai Rp 15,2 Triliun.Â