Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tak Rela Berbagi Warisan, Ternyata Ini Penyebabnya

1 Januari 2018   09:27 Diperbarui: 1 Januari 2018   09:49 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilih kasih bisa menyebabkan trauma. Sikap orang tua yang pilih kasih pada anak pada akhirnya memang memberikan dampak sangat buruk bahkan hingga dewasa. Walaupun, pilih kasih yang dilakukan orang tua sebenarnya tidak disengaja.

Benarkah tidak sengaja? Dalam setiap kesempatan berbicara di sebuah forum seminar atau pelatihan, saya seringkali melontarkan pertanyaan pada audiens yang umumnya terdiri dari para orang tua.

"Pernahkah melakukan pilih kasih ada anak-anak Anda?" Jawabannya pasti kompak. Mayoritas menjawab, "tidak pernah!"

Selanjutnya, saya sampaikan pertanyaan kedua. Sudahkah hal tersebut dikonfirmasi pada anak-anak mereka? Sama dengan pertanyaan pertama, mayoritas menjawab serempak, "belum pernah."

Itu artinya, umumnya orang tua merasa GR (gede rasa), alias sok pede. Orang tua yakin tidak pernah pilih kasih hanya menurut versi mereka sendiri. Tapi benarkah anak-anak sudah merasa hal yang sama, yakni mendapat kasih sayang tanpa pilih kasih?

Ini pernah terjadi pada buah hati saya sendiri. Secara tidak sengaja, saya lebih sering berkomunikasi atau bercanda dengan anak paling bungsu. Hingga suatu ketika, anak saya lainnya pernah 'mengadu' ke ibunya. "Bapak itu lebih sayang sama adik ya?" tanya sang kakak ini pada ibunya.

Beruntung, kami punya foto dan video dokumentasi keluarga di masa kecil mereka. Dalam foto dan video itu memperlihatkan bagaimana aktivitas saya dengan sang kakak ketika masih kecil.

"Nah ini buktinya, dulu juga bapak lebih banyak sama kamu. Tidak ada pilih kasih. Tapi kalau kakak merasa diperlakukan seperti itu, bapak minta maaf ya. Bapak tidak sengaja." Saya sampaikan hal itu dengan tenang, nyaman, dan sungguh-sungguh. Setelahnya saya peluk dia dengan erat dan tulus. Hasilnya, anak saya mengangguk, paham dan menepis keraguan yang sempat dialaminya.

Setelah itu, saya langsung mengubah cara mengekspresikan kasih sayang kepada anak-anak secara merata. Misalnya ketika memeluk salah satu di antaranya, maka yang lain pun bergantian juga dipeluk. Begitu seterusnya. Hasilnya, ikatan emosional pun akhirnya semakin menguat dan meningkat. Rasa tidak nyaman pada anak akibat sikap orang tua yang dianggap pilih kasih versi mereka, juga hilang.

Terkait pilih kasih ini pula, saya beberapa kali menjumpai klien yang mengalami trauma akibat perlakuan pilih kasih yang dilakukan orang tuanya di masa lalu.

Salah satu contoh, sebut saja namanya Intan. Wanita berusia 48 tahun ini adalah anak pertama dari empat bersaudara. Orang tua Intan merupakan sosok orang terpandang di kota kelahirannya. Beberapa waktu lalu, tiba-tiba saja Intan mengirimkan pesan pendek dan mengatur janji ingin jumpa sekaligus menjalani sesi hipnoterapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun