Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mulai 1 Januari 2018, Semua Kekayaan Dibagi Rata

21 Desember 2017   23:18 Diperbarui: 21 Desember 2017   23:32 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang terjadi jika mulai 1 Januari 2018 mendatang, semua kekayaan di negeri ini dibagi rata? Setiap penduduk di Indonesia, akan memiliki kekayaan yang sama besarnya. Apakah kemudian Indonesia akan semakin makmur dan sejahtera?

Kondisi di atas mungkin hanya akan terjadi dalam negeri dongeng. Kalau pun terjadi, yakinlah, kekayaan yang sama rata itu tidak akan bertahan lama. Pada akhirnya, kondisi kekayaan yang sama rata itu pasti akan berubah. Kondisinya akan segera kembali pada posisi seperti sekarang ini, yakni kekayaan hanya akan dinikmati 20 persen penduduk, dan sisanya 80 persen penduduk berada pada posisi menengah ke bawah.   

Kenapa terjadi seperti itu? Jika merujuk pada ekonom asal Italia, Vilfredo Pareto, kondisi kestabilan ekonomi 20 persen dibanding 80 persen pasti akan selalu terbentuk. Sesuai prinsip Pareto, 80 persen pendapatan dimiliki oleh 20 persen dari jumlah populasi. Dengan prinsip itulah, distribusi kekayaan akan lebih besar dinikmati 20 persen penduduk, dan sisanya dinikmati oleh 80 persen populasi.

Dari sisi pola pikir, setali tiga uang. Tak banyak penduduk yang memiliki pola pikir positif dan selalu sukses. Hanya 20 persen populasi yang selalu berpikiran positif dan bisa meraih sukses dengan maksimal.

Anggap saja mulai 1 Januari 2018 mendatang kekayaan yang sama rata pasti terjadi. Misalnya setiap orang mendapat Rp 1 miliar. Maka pola pikir setiap orang akan mempengaruhi gaya hidupnya. Bagi yang positif, pasti akan mempergunakan uang itu sebaik-baiknya. Misalnya dengan meningkatkan aset, membangun bisnis, atau melakukan hal untuk menjadikan dana itu berlipat.

Sementara, bagi yang pola pikir kurang positif, pasti memanfaatkan dana Rp 1 miliar itu untuk bersenang-senang. Kapan lagi bisa menikmati uang sebanyak itu dengan merasakan semua fasilitas mewah yang selama ini belum pernah dicicipi? Dengan kondisi seperti itu, bukankah hasilnya akan kembali seperti prinsip Pareto? Perlahan-lahan 20 persen penduduk pasti akan lebih kaya ketimbang 80 persen sisanya.

Contoh nyata, pria asal Inggris, Roger Griffiths pernah menang undian senilai 1,8 juta poundsterling atau sekitar Rp 26 miliar. Pria ini memilih menikmati kekayaannya. Beli rumah dan mobil mewah hingga berlibur keliling dunia dengan fasilitas nomor wahid. Kekayaannya lama-lama habis dan hasil akhirnya pria 40 tahun itu tinggal seorang diri di pinggiran kota. Selain tidak memiliki pekerjaan, dia hanya mengantongi uang Rp 100 ribu. Istri dan anaknya pun sudah meninggalkannya.  

Apa yang terjadi pada Griffiths karena pola pikir yang kurang tepat. Itu pula yang terjadi jika anak hanya dibekali warisan harta berlimpah tanpa pola pikir positif. Tak sedikit harta warisan orang tua habis begitu saja, tanpa memberikan manfaat maksimal.  

Maka, untuk bisa meraih keberhasilan, bagian penting yang harus dilakukan pertama kali adalah mengubah pola pikir. Pola pikir positif akan memunculkan perasaan dan hati yang selalu nyaman. Jika semua sudah nyaman, maka energi akan positif. Jika energi semakin positif, bisa dipastikan daya tarik yang dihasilkan tentu juga yang baik-baik saja. Bukankah sejatinya kita selalu terhubung dengan semesta ini? Pola pikir positif juga akan menghasilkan tindakan yang mengutamakan skala prioritas.

Jadi, tidak ada pilihan lain, bangunlah pola pikir positif sekarang juga, saat ini juga. Demikianlah kenyataannya. (*)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun