Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Begini Caranya "Move On" dari Mantan

26 November 2017   20:51 Diperbarui: 26 November 2017   21:15 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi sebagian orang, tidaklah mudah menghapus memori atau melupakan seseorang yang sebelumnya pernah mengisi ruang hatinya. Namun itu bukan alasan untuk tidak bisa 'move on' dari kekecewaan, kemudian membuka hati bagi yang lain. Yang jelas, jika tidak segera dilakukan pembersihan hati, pihak yang dirugikan justru diri sendiri. Haruskah selalu hidup dalam bayang-bayang masa lalu?

Lantas bagaimana caranya 'move on'? Jawabannya memang gampang-gampang susah, atau susah-susah gampang. Yang pasti, bisa dilakukan. Sebelum membahas bagaimana caranya, perlu dipahami dulu, bagaimana cara kerja pikiran terkait masalah ini.

Begini. Di dalam diri setiap manusia, sejatinya terbagi dalam banyak ego personality (EP) alias bagian diri. Ketika, seseorang menjalin hubungan dengan orang lain, apalagi hubungan yang sangat serius melibatkan emosi dan perasaan, maka otomatis akan terbentuk bagian diri baru dalam diri seseorang itu. Sebut saja bagian diri 'pacar', meski sejatinya di dalam Islam, tidak dikenal istilah ini. Saya menggunakan kata 'pacar' hanya untuk memudahkan saja.

Sebelum menjalin hubungan serius, bagian diri 'pacar' ini pun belum ada. Begitu mengenal lawan jenis dan kemudian tumbuh benih-benih perasaan dan emosi, maka secara perlahan, EP pacar ini terbentuk. Secara otomatis pula, setiap kali ketemu dengan orang spesial tersebut, bagian diri 'pacar' ini langsung aktif. Bagian diri ini seketika memegang kendali atas seluruh diri Anda sepenuhnya. Bagian diri yang lain, tetap aktif, namun tidak lagi dominan.

Sebagai contoh, ketika bagian diri 'pacar' sedang aktif dan 'mulai nakal', secara otomatis ada bagian diri lainnya yang langsung mengingatkan untuk tidak boleh melakukan hal-hal yang dilarang agama. Tetapi, umumnya bagian diri yang mengingatkan ini berpotensi kalah dan dominasi kendali tetap dipegang oleh 'pacar'. Inilah yang menyebabkan keduanya bisa 'kebablasan'.

Kembali ke bagian diri 'pacar' tadi. Jika kemudian terjadi putus cinta alias patah hati, maka bagian diri 'pacar' ini pula yang seketika aktif dan merasa sakit. Bagian diri ini otomatis mempengaruhi semua bagian tubuh yang lain. Akibatnya diri Anda menjadi kurang semangat, tidak nafsu makan, selalu terbayang dengan wajah sang mantan, hingga malas belajar. Semua itu hasil pekerjaan 'pacar'. Meski ada bagian diri lain mencoba mengingatkan, selalu saja tidak mempan. Kondisi inilah yang disebut gagal 'move on'.

Lantas bagaimana solusinya? Solusi pertama, agar bagian diri 'pacar' tidak selalu dominan, perlu diberikan porsi lebih besar pada bagian diri yang memegang kendali atas agama. Bagian diri ini selalu ada dalam diri setiap orang. Namun selama ini, kurang diberikan kesempatan untuk memegang kendali atas diri individu itu sendiri.

Maka mulai saat ini, awali dengan meluruskan niat. Menjalin hubungan karena Allah, serta mengharap berkah dan rida dari Allah. Dengan cara ini, maka secara tidak langsung memberikan porsi lebih besar pada bagian diri yang mengurusi persoalan agama. Jika sudah terlanjur punya kekasih atau menjalin hubungan dengan orang lain, tidak masalah. Mari perbaiki niat dari hubungan itu hanya karena Allah, dan jadikan hubungan itu menjadi taaruf, guna mengenal satu sama lain.

Yakinlah, melalui cara ini, ketika terjadi sesuatu, bagian diri agama akan langsung melindungi seluruh bagian diri lain agar tidak terpengaruh lebih parah. Bagian diri 'pacar' pun pasti akan tunduk akan perintah bagian diri agama, sehingga tetap mampu mengendalikan dirinya.

Dengan begitu, bagian diri 'pacar' pasti tidak terlalu sakit hati karena semua pasti sudah menjadi ketentuan Allah. Bagian diri 'pacar' pun pasti merasa yakin ada hikmah di balik perpisahan yang terjadi.

Teorinya sih gampang. Tapi kenyataannya kan susah? Ya itu karena tidak pernah mencobanya. Silakan coba berkomunikasi dengan bagian diri Anda, dan temukan jawabannya. Pasti setuju dengan yang telah dibaca saat ini.

Bagaimana kalau rasa sakit hati sudah terlanjur mendarah daging? Maka kita coba solusi kedua. Caranya, dengan menumpahkan semua emosi atau perasaan tidak nyaman itu melalui tulisan. Kedengarannya sepele, namun faktanya, cara ini sudah banyak membantu orang yang galau dan sakit hati akibat hubungan yang kandas.

Kembali aktifkan bagian diri 'pacar'. Setelah itu, ambil kertas putih polos. Lalu, tumpahkan semua emosi dan perasaan yang muncul dengan tulisan tangan. Silakan melakukan sumpah serapah, bahkan sangat diperbolehkan menyebutkan isi kebun binatang, hingga menyebut kalimat paling kasar sekali pun. Pendek kata, ini momen untuk menumpahkan segenap perasaan melalui tulisan.

Jika satu halaman sudah penuh, jangan ditulis di baliknya. Ambil kertas baru, dan tulis lagi semua perasaan Anda. Begitu seterusnya. Jika kemudian semua perasaan sudah habis, tidak ada lagi yang ingin dituliskan, maka beri kalimat positif untuk diri Anda sendiri. Bisa berupa kalimat doa seperti 'semoga aku bahagia', atau sejenisnya.   

Ingat, jangan pernah memberikan kertas yang berisi tulisan ini pada mantan Anda. Tapi, segera bakar kertas tersebut sampai habis. Jangan ada tersisa sedikit pun. Kemudian, silakan tarik nafas panjang dan dalam dari hidung, dan embuskan perlahan melalui mulut. Lakukan tiga kali. Rasakan kelegaan yang luar biasa, dan endapan 'sampah' di dalam diri Anda dijamin sudah terbuang.

Sekarang, keputusan untuk 'move on' atau tidak, ada di tangan Anda. Selamat mencoba!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun