Cukup lama bagi Feri, bukan nama sebenarnya, mempertimbangkan rencana untuk menjalani sesi hipnoterapi. Meski sudah hampir dua tahun mengetahui metode hipnoterapi ini, namun sempat masih ada keraguan yang muncul. Sikapnya yang maju-mundur seperti Syahrini, membuat batinnya semakin bergolak dan semakin merasa tidak nyaman.
"Di satu sisi, saya ingin seperti pria normal lainnya. Namun ada bagian diri yang lain, ternyata masih tidak rela jika harus menjadi pria normal. Justru bagian diri itulah yang seolah menikmati ketika menjadi gay," sebut Feri ketika akhirnya berkonsultasi melalui telepon seluler.
Pria asal salah satu kota di Kalimantan ini akhirnya memantapkan hati untuk mencoba sesi hipnoterapi, setelah dirinya dikecewakan oleh pasangannya, yang tentu juga seorang pria.
"Awalnya saya merasa biasa saja, merasa yakin dan mampu hidup tanpa dia. Tapi ternyata, dada saya semakin sesak, semakin tidak nyaman. Makanya saya memutuskan untuk mengakhiri semua ini," ujarnya.
Hal lain yang membuatnya semakin bertekad menjadi pria normal adalah, dorongan dan tekanan dari kedua orang tuanya yang menginginkan dirinya segera menikah dengan seorang perempuan.
"Ibu dan bapak saya tidak tahu dengan kondisi saya ini. Mereka tahunya saya normal. Kadang ada niat untuk memberi tahu mereka bahwa saya gay. Tapi saya tidak sampai hati. Saya tidak ingin mengecewakan kedua orang tua saya. Sebaiknya saya yang harus menjalani kehidupan normal," bebernya.
Setelah menceritakan apa yang ia alami melalui telepon seluler, Feri akhirnya semakin yakin dan mantap untuk menjalani sesi hipnoterapi. Namun, karena tempat tinggalnya jauh dari Samarinda, dia pun harus mengatur jadwal dan memastikan ada waktu yang pas untuk menjalani terapi.
Akhirnya dua pekan lalu, setelah mengatur jadwal hampir satu bulan, Feri menyiapkan waktu khusus, terbang dari tempat tinggalnya, menuju Samarinda. Pria ini pun sempat bermalam di salah satu hotel di Samarinda, dan baru keesokan harinya datang untuk menjalani sesi hipnoterapi.
"Akhirnya saya siap pak, mudah-mudahan bapak bisa bantu saya," ujar pria 38 tahun yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil ini. Sekilas, jelas tak terlihat jika pria ini gay. Tampilannya sangat perkasa dengan otot yang tampat mengeras di kedua lengan serta di bagian dadanya.
Saat diberi kesempatan untuk menyampaikan berbagai hal terkait dengan kasus yang dihadapi, Feri menyampaikan, tidak ada lagi yang ingin disampaikan. "Semua sudah saya sampaikan waktu di telepon," ujarnya.
Klien ini kemudian diberikan penjelasan mengenai proses hipnoterapi yang akan dijalaninya. Karena niatnya yang tinggi, Feri tidak banyak bertanya, dan siap menjalani apa saja yang akan diarahkan.
Tak heran, begitu memasuki sesi hipnoterapi, sangat mudah bagi klien ini masuk ke kondisi pikiran yang dalam dan menyenangkan. Proses masuk ke kedalaman profound somnambulism ini pun berlangsung cepat.
Selanjutnya, Feri dibimbing untuk mencari penyebab dan akar masalah yang menjadikan dirinya suka terhadap sesama jenis. Saat menjalani proses pencarian akar masalah, ternyata pikiran bawah sadar Feri mendarat pada kejadian ketika Feri berusia 12 tahun. Ketika itu Feri masih duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar. Feri sempat diejek oleh teman sekolahnya, perempuan, bernama Isyana. Tentu ini bukan nama sebenarnya. Yang jelas menurut Feri, teman wanitanya itu memang cantik seperti artis. Â
"Saya dikata-katain bencong. Padahal saya kan bukan bencong. Saya ngga terima," sebut Feri mengulangi ejekan yang diberikan Isyana padanya. Meski sebenarnya tidak terima, namun ternyata ejekan bencong itulah yang akhirnya masuk ke dalam pikiran bawah sadarnya. Akibatnya, pikiran bawah sadarnya pun memberikan program baru bahwa dirinya memang benar-benar bencong sehingga harus suka terhadap laki-laki.
Dengan teknik tertentu, trauma yang dialami Feri atas ejekan Isyana ini pun dicabut. Hasilnya, Feri merasa lega dan plong. Dicek ke kondisi saat terapi, klien mengaku nyaman. Begitu pula ketika dicek di kondisi yang akan datang, termasuk terhadap sesama jenis, Feri juga mengaku merasa biasa saja.
Sebagai gantinya, perasaan suka terhadap wanita alias terhadap lawan jenis pun ditingkatkan berlipat-lipat. Feri kembali merasa nyaman dan lega. Di dalam pikiran bawah sadar Feri pun sudah tumbuh keyakinan untuk segera membina rumah tangga yang normal hingga kelak memiliki anak.
Setelah proses tuntas, klien kembali dikembalikan pada posisi pikiran sadar sepenuhnya. Kembali klien merasa nyaman dan plong, sekaligus tak mengira jika kejadian ketika sekolah dasar itu, menjadi pemicu utama. "Doakan ya pak, semoga saya bisa menjalani perubahan ini dengan nyaman," ungkapnya.
Selamat buat Feri, semoga perubahan yang terjadi di dalam pikiran bawah sadar, seterusnya akan menjadikan diri semakin hari semakin nyaman dan benar-benar menjadi pria normal. Hingga pada akhirnya nanti bisa membangun rumah tangga yang semestinya. Semoga. (*) Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H