Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Misman, Pria yang Mencintai Sungai Lebih dari Segalanya

6 Mei 2017   14:37 Diperbarui: 6 Mei 2017   14:37 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok: misman. Warga memberikan dukungan aksi memungut sampah.

Adakah orang yang mencintai sungai lebih dari segalanya? Jawabannya ada. Beliau adalah Misman, pria yang sebelumnya dikenal sebagai wartawan sebuah tabloid pendidikan, miliknya sendiri. Awalnya Misman gelisah melihat lingkungan tempat tinggalnya yang kotor. Sungai Karang Mumus yang di masa kecilnya menjadi tempat bermain, termasuk penyedia sumber air bagi warga tepi sungai, kini berubah menjadi tempat sampah terpanjang di Samarinda.

Misman menyampaikan, sungai yang berhulu di Desa Muara Datar, Muara Badak, Kutai Kartanegara ini dulunya indah. Di masa kecilnya, era 1970-an, sepanjang tepi sungai banyak ditumbuhi bakau, rambai padi, nipah dan pohon rumbia. Mata sangat teduh dengan pemandangan hijau, airnya pun segar untuk mandi. Sungainya pun masih sangat dalam, hingga 10 meter, dan mudah dijumpai ikan seperti patin, lais, baung, dan sejenisnya.

Sebagai wartawan, pria ini kemudian rutin memberitakan kondisi Sungai Karang Mumus yang semakin parah. Bukannya membaik, berita yang ditulis nyatanya tak banyak berpengaruh. Ia pun menyampaikan keluhan ke beberapa pihak, tapi tak juga ada tanggapan.

dok: misman. Warga memberikan dukungan aksi memungut sampah.
dok: misman. Warga memberikan dukungan aksi memungut sampah.
Akhirnya, ketimbang hanya mengeluh dan memberitakan, Misman akhirnya benar-benar terjun ke sungai. Menggunakan sebuah perahu dayung, Misman benar-benar merogoh uangnya sendiri untuk sekadar membeli kantong plastik, untuk memungut sampah. Setiap kali memungut sampah, dia mengunggah foto aktivitasnya itu di media sosial.

Meski dianggap sok pamer, dianggap sebagai pahlawan kesiangan dan berbagai cibiran lainnya, Misman tak peduli. Ia hanya berharap masyarakat tergerak hatinya untuk peduli dan peduli.

Sekali lagi, Misman sudah kebal dengan semua cibiran. Dia terus melakukan aksinya tanpa henti. Beberapa warga di sekitar sungai termasuk ketua RT   7 Kelurahan Sungai Pinang Luar, Kecamatan Samarinda Kota akhirnya memberikan dukungan.

Setiap hari, ia tak pernah bosan menampilkan wajah sungai yang kotor oleh sampah, di akun media sosialnya. Pendek kata, setiap hari pria ini selalu ‘bersetubuh’ dengan Sungai Karang Mumus.

Ngga tahu sudah berapa uang yang keluar. Yang penting sungai ini bisa bersih. Entah sampai kapan?” kata Misman ketika ditanya berapa uang pribadinya yang ‘terampas’ untuk aktivitas ‘gila’ yang ia lakukan itu. Bahkan, uang yang biasanya digunakan untuk mencetak tabloidnya sendiri, akhirnya lebih banyak digunakan untuk membiayai gerakan yang kemudian diberi nama Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM).

Rekannya sesama wartawan pun tak mau ketinggalan memberikan dukungan. Tak hanya ikut terjun memungut sampah, ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim Endro S. Efendi, juga memberikan penghargaan khusus kepada pria ini.

Dukungan dari elemen masyarakat terus mengalir. Dok: Misman.
Dukungan dari elemen masyarakat terus mengalir. Dok: Misman.
Tak ayal, gerakannya menjadi semakin viral. Tak sedikit yang kemudian memberikan dukungan dalam bentuk peralatan. Dari mulai perahu, hingga kantong plastik, termasuk pelambung, sarung tangan, hingga sepatu bot. Donatur akhirnya benar-benar menilai, Misman sangat tulus dan terbukti mencurahkan sepenuhnya sisa hidupnya untuk membantu menjaga sungai ini.

“Padahal di Samarinda ini banyak orang pintar, banyak profesor. Tapi perilakunya masih memprihatinkan,” keluh Misman.

Para pejabat seperti Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dan Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang pun sudah sempat ikut aksi ini. Berjanji memberikan dukungan. Namun janji tinggal janji. Belum ada upaya yang benar-benar serius dari pemerintah setempat untuk menggerakkan warga untuk tidak membuang sampah ke sungai.

Bandingkan dengan Wali Kota Surabaya, Risma, yang getol turun langsung membersihkan Kalimas Surabaya. Hasilnya, sungai itu benar-benar bersih bahkan menjadi objek wisata baru di Kota Pahlawan. Bagi Misman, Surabaya adalah contoh nyata yang bisa ditiru.

Perlahan, melalui Gerakan Memungut Sehelai Sampah, kalangan pendidikan pun menyambut baik. Tak sedikit para siswa dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi terjun langsung ikut memungut sampah. Selain gerakan nyata, juga ada unsur edukasinya. Para siswa biasanya diajak menyusuri sungai sampai ke hulu, untuk melihat realitas bahwa lingkungan sungai bisa diselamatkan jika semua mendukung.

dok: misman. Pelajar ikut aksi memungut sampah.
dok: misman. Pelajar ikut aksi memungut sampah.
Nyatanya, pemerintah belum tegas. Masih banyak bangunan liar di tepi sungai sepanjang 40 kilometer ini. Termasuk aktivitas pabrik tahu tempe di tepi sungai yang membuang limbah sembarangan. Begitu juga pemotongan ayam yang juga memanfaatkan sungai ini. Jadilah sungai semakin kumuh dan bau tidak sedap sangat menyengat.

Lagi-lagi Misman tak mau putus asa. Bersama rekannya sesama wartawan juga pihak yang peduli, pria ini mendirikan Sekolah Sungai. Pengajarnya adalah siapa saja yang mau terlibat. Tentu para pengajar tidak dibayar. Nyatanya aksi ini pun mendapat dukungan yang luar biasa. Para profesional di masing-masing bidang, antre untuk ikut dilibatkan dalam sekolah sungai ini.

Apa istri tidak protes karena waktunya lebih banyak digunakan untuk mengurusi sungai ini? “Awalnya ya pasti protes, tapi sekarang malah mendukung,” ujar pria 56 tahun ini seraya tersenyum.

Membersihkan sungai ini, menurut Misman, sama dengan mengubah pikiran agar selalu positif. Ada yang bilang, selalu berpikir positif itu sangat sulit. Selalu saja ada hal yang mengganggu dan membuat seseorang selalu kalah dan tunduk dengan pikiran negatif.

Dok: Misman. Siswa pun antusias memungut sampah dengan perahu.
Dok: Misman. Siswa pun antusias memungut sampah dengan perahu.
Pikiran harus dikendalikan. Bukan sebaliknya, kita yang dikendalikan pikiran. Menganggap bahwa siapa saja boleh membuang sampah di sungai, hal itu merupakan gambaran seseorang sedang dikendalikan oleh pikiran. Padahal, jika berpikir membuang sampah di sungai akan merusak segalanya, maka tidak akan ada yang melempar sampah ke sungai. Itu berarti, warga sudah berhasil mengendalikan pikiran.

“Kita adalah apa yang kita pikirkan. Jika warga Samarinda beranggapan Sungai Karang Mumus tidak akan bisa bersih, maka sampai matahari pensiun bersinar, sungai ini tidak akan pernah kinclong. Sebaliknya, jika semua orang yakin sungai ini akan bersih, maka semakin banyak yang percaya, sungai ini akan semakin cepat bersih,” pungkasnya. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun