Teknik yang sama juga pernah diajarkan di SMP Yasporbi II Jakarta serta di Ehipassiko School, Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan. Hanya, tidak diakhiri dengan menulis impian dan pelepasan balon. Namun yang paling utama adalah, siswa sudah bisa melepas semua mental block yang menjadi penghambat menghadapi ujian nasional. Â
Meski begitu, orang tua juga harus mendapat pemahaman lain, bahwa kecerdasan seseorang tidak hanya diukur dari nilai ujian saja. Tak sedikit orang tua mengukur standar anaknya melalui nilai-nilai akademik. Tak heran jika anak diharuskan mengikuti les ini dan itu.
Bukankah sukses tidaknya seseorang, tidak ditentukan angka-angka atau nilai ujian. Coba cek kembali teman sekolah Anda masing-masing. Bagaimana hidupnya saat ini. Apakah yang dulu selalu menduduki ranking, sekarang sudah sukses? Sebaliknya, mereka yang dulu biasa-biasa saja, bahkan dianggap pembuat onar, ada yang hidupnya jauh lebih baik.
Ingat, dunia ini tidak hanya memerlukan dokter atau insinyur. Ada begitu banyak profesi yang menjanjikan dan memiliki masa depan yang juga sangat cerah. Apa jadinya jika dunia ini hanya diisi pegawai negeri, dokter, insinyur, pilot, polisi, atau tentara dan guru. Kita tentu tidak akan bisa tertawa lepas dan bahagia karena ternyata tidak ada yang berprofesi sebagai pelawak atau penghibur. Betapa dunia akan sangat sunyi sepi, karena tidak ada yang bersedia menjadi musisi atau penyanyi.
Akan banyak yang menganggur karena tidak ada yang bercita-cita menjadi pengusaha. Anda pun akan sulit mencari makanan yang enak, karena tidak ada yang mau bercita-cita menjadi koki. Busana pun tidak ada yang bagus, karena tidak ada yang mau menjadi perancang busana. Termasuk, warga bumi ini tidak akan tahu kejadian apa pun karena tidak ada yang mau bercita-cita jadi wartawan. Pun tidak akan pernah ada namanya olimpiade, karena tidak ada yang mau menjadi atlet.
Pendek kata, begitu banyak profesi yang juga sangat menjanjikan. Anda boleh bangga punya anak dengan prestasi yang juara dan nilai terbaik. Tapi rasa percaya diri yang ia miliki jauh lebih penting untuk masa depannya. Jangan cintai anak dengan syarat nilai bagus. Karena cinta dan sayang tidak memerlukan syarat itu. Bukankah rasa bahagia tidak hanya milik seseorang yang pandai matematika?
Kadar kebahagiaan tidak bisa dihitung jumlahnya, bahkan dengan rumus apa pun. Yakinlah bahwa anak dengan nilai ujian yang tidak maksimal, tidak akan membuat dunia ini kiamat! Bagaimana menurut Anda? (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H