Cukup lama tak terdengar, jenis air ini tiba-tiba kembali populer. Apa itu? Apalagi kalau bukan air keras. Ya, jenis air ini kerap dikaitkan dengan emosi dan kemarahan. Entah apa salahnya air ini, sehingga seolah menjadi air yang sangat jahat.
Air keras adalah larutan asam yang cukup pekat. Jika terkena kulit, bisa mengakibatkan luka bakar. Di antara jenis air keras adalah asam klorida. Contoh lainnya larutan asam sulfat dan asam nitrat.
Sebenarnya, asal klorida digunakan industri logam untuk menghilangkan karat, atau kerak besi baja. Juga untuk mengukur kadar asam basa pada sebuah larutan. Sementara asam nitrat digunakan untuk proses pemurnian logam platina, emas dan perak.
Namun, ibarat pisau, bisa berguna untuk mengiris bawang, atau membunuh orang. Demikian pula dengan air keras. Meski banyak manfaatnya, nyatanya reputasinya juga cukup mumpuni dalam mencelakakan orang lain. Â
Tengok saja, Selasa (11/4) tadi penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan disiram air keras oleh seseorang tak dikenal usai salat subuh di Masjid Al Ihsan, sekitar 4 rumah dari kediaman Novel di Jalan Deposito T Nomor 8, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Hasilnya, Novel sampai harus dirujuk ke Singapura untuk menjalani pengobatan. Targetnya jelas, supaya proses penyidikan kasus rasuah yang ditangani pria ini tersendat.
Terlepas siapa yang melakukan, air keras ini jelas berisi muatan emosi yang sangat tinggi. Baik pelaksana penyiram air keras maupun otak pelaku di balik kejadian ini, saya yakin sejatinya adalah orang baik. Bahkan, sangat baik. Lantas, kenapa sampai berani melakukan penyiraman air keras?
Inilah fakta yang harus disampaikan. Bahwa di setiap diri manusia, selalu ada sosok ‘jahat’ yang bisa muncul siapa saja. Sosok jahat ini sebenarnya juga punya tujuan baik. Yaitu, untuk melindungi diri dari serangan orang lain.
Sekarang, anggap saja pelaku penyiraman air keras adalah koruptor. Baik melakukan sendiri atau membayar orang lain.
Sebagai manusia yang utuh, si koruptor ini tetap memiliki bagian diri yang baik. Terbukti, dia pasti sayang dengan pasangannya dan anak-anaknya, serta keluarga besarnya. Bahkan boleh jadi, sesekali juga sedekah atau berbagi pada orang lain.
Tapi, kenapa sampai melakukan korupsi? Nah, ternyata dalam diri sang manusia itu secara tidak disadari, tumbuh bagian diri baru yang sangat dominan. Siapa itu? Ya itulah bagian diri yang suka korupsi.