Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudahkah Berterima Kasih pada Tubuh Anda?

11 April 2017   09:25 Diperbarui: 11 April 2017   17:00 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berapa usia Anda saat ini? Lalu, sepanjang berada di dunia ini, sudah berapa kali Anda berterima kasih kepada tubuh Anda sendiri? Kedengarannya memang aneh. Tapi, tentu tidak ada salahnya jika berterima kasih kepada tubuh Anda yang sudah melakukan banyak hal. Inilah salah satu wujud syukur nyata atas kehidupan yang sedang Anda jalani.

Coba dibayangkan, sejak berada di dalam rahim ibu, semua organ tubuh yang tumbuh dan terbentuk, terus-menerus bekerja tanpa henti. Jam dinding masih ada macetnya, Anda pun masih ada tidurnya. Namun organ tubuh Anda terus-menerus melakukan aktivitasnya secara otomatis.

Bisa dipastikan, jika ada organ yang berhenti sekejap saja melakukan aktivitasnya, maka semua sistem tubuh akan terganggu. Maka, sangat tidak elok jika membiarkan tubuh sampai ngambek alias sakit.

Sekadar mengingat masa lalu. Dulu, di awal-awal menjadi wartawan, saya sangat produktif sekali. Liputan apa pun saya sambar. Merasa muda dan enerjik, semua saya kerjakan. Saya pun bangga dengan kondisi itu, dan tentu perusahaan tempat saya bekerja sangat menyukainya.

Bahkan suatu ketika, staf penarik berita bertanya kepada saya. “Kamu ngetik berita pakai tangan kan?” tanyanya. Saya pun kaget dengan maksud pertanyaannya itu. Saya jawab, sudah tentu pakai tangan. Saya sendiri tidak menyangka, ternyata ketika itu, dalam satu hari, saya sudah membuat dan mengirimkan 13 berita. Dari mulai berita olahraga, politik, pemerintahan, hingga berita kriminal.

Ya, namanya juga sedang semangat, terus-menerus bekerja, tak peduli pagi, siang, malam, bahkan dini hari. Sampai-sampai, tetangga pun bertanya-tanya, apa yang saya kerjakan, karena jarang berada di rumah.

Jujur, ketika itu sejatinya tubuh saya sering ngambek. Punggung terasa sakit, bahkan mudah terkena flu. Hingga puncaknya, mata pun tak bisa diajak kompromi ketika saya masih dalam perjalanan dari Tenggarong ke Samarinda menggunakan motor. Mata sempat menutup beberapa detik, hingga membuat motor yang saya kendarai menabrak tumpukan material batu yang sedianya untuk perbaikan jalan di kawasan Desa Bukit Pinang.

Saya terpental. Entah bagaimana kejadiannya. Sebab saya tidak sadarkan diri. Begitu sadar, kepala saya sudah berada di pangkuan seorang ibu. Usianya sedikit lebih tua dibanding ibu kandung saya. Berkali-kali dia menepuk pipi saya agar segera sadar.

Tubuh saya pun dikerumuni banyak orang. Mata saya tak bisa melihat dengan jelas. Rupanya, kaca mata saya pecah, sehingga sengaja dilepas. Beruntung, ketika itu saya sudah mengenakan film full face, walau saat itu belum ada ketentuan untuk mengenakan helm standar seperti sekarang ini.

Tidak ada cedera yang mengkhawatirkan di bagian kepala. Namun, setelah di rumah sakit, tulang selangka sebelah kiri saya retak, akibat terkena benturan stang motor. Tak ingin dioperasi, saya memilih penyembuhan alternatif yakni diurut di Berau. Hanya satu minggu, tulang retak itu bisa kembali normal.

Bagi saya, itu merupakan teguran keras dari tubuh agar tidak menzalimi mereka. Sejak kejadian itu, saya bekerja sesuai kemampuan. Setiap kali ingin mengerjakan sesuatu, selalu saya izin dengan tubuh saya sendiri. Ketika perasaan nyaman, maka saya pun mengerjakannya. Jika tidak, maka saya biasanya mengatur jadwal untuk diundur atau meminta bantuan rekan lain untuk mengerjakannya. Yang penting, tugas pokok saya tetap terpenuhi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun