Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gara-gara Ini, Anak Sampai Tega Gugat Ibunya Rp 1,8 M

30 Maret 2017   23:31 Diperbarui: 4 April 2017   17:22 2970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sehingga, ketika ada kesempatan, bagian diri anak yang terluka ini pun melampiaskan dendamnya. Salah satunya ya dengan melakukan gugatan, untuk memuaskan rasa sakit hatinya tadi.

Tapi sekali lagi, ini hanya dugaan saya berdasarkan pengalaman di ruang praktik yang kerap saya jumpai. Hubungan orangtua dan anak yang kurang harmonis, terkadang memang diawali dengan hal-hal sepele. Anak pertama misalnya, tanpa disadari, selalu jadi kambing hitam ketika adiknya menangis. Meski adiknya yang salah, tetap anak pertama yang jadi sasaran ibunya.

Apakah bu Siti pernah melakukan hal yang saya sampaikan di atas? Saya tentu tidak tahu, karena ini hanya sebatas dugaan. Namun apa pun itu, orangtua tetaplah orangtua. Apalagi seorang ibu, mengandung selama 9 bulan serta melahirkan dengan cucuran keringat dan darah, hingga bertaruh nyawa, tak sepatutnya diperlakukan demikian.     

Kembali ke kasus di atas. Bagaimana dengan anaknya yang rela menggugat ibunya sendiri? Saya berani jamin seribu persen, bagian diri dari Yani Suryani yang menuntut ibunya ini adalah bagian dirinya yang terluka atau sakit hati dengan ibu kandungnya sendiri. Seandainya saya diberi kesempatan dengan wanita ini, maka saya akan mencoba berkomunikasi dengan bagian dirinya yang melakukan tuntutan ini. Sebab saya yakin, selalu ada penyebab kenapa sampai tega melakukan itu.

Di samping itu saya juga sangat yakin, meski ada bagian dirinya yang rela menggugat ibunya, namun pasti ada bagian dirinya yang lain, tidak tega dan merasa berdosa. Sekali lagi, jika saya diberikan kesempatan bertemu wanita ini, tentu saya juga akan panggil bagian diri Yani yang merasa berdosa ini. Selanjutnya, saya akan bimbing agar bagian diri yang merasa berdosa ini untuk menasehati bagian dirinya sendiri yang telah melakukan gugatan. Jika resolusi ini berhasil, saya yakin masalah ini akan tuntas dengan mudah.

Belajar dari kasus ini, Anda yang masih punya perasaan marah, dendam, sakit hati, kecewa, atau perasaan tidak nyaman lainnya dengan orangtua sendiri, sebaiknya segera diselesaikan. Apalagi jika orangtua sudah tidak ada lagi di dunia ini, segera maafkanlah dengan segenap jiwa dan raga. Pastikan semua diri Anda sudah memaafkan dengan tulus dan ikhlas. Bahkan jika perlu, Anda bisa meminta bantuan terapis professional untuk membantu mengatasi hal ini, agar tidak menjadi beban batin di kemudian hari.

Bagaimana dengan orangtua yang masih hidup? Ya inilah kesempatan untuk meminta maaf dan memafkan secara langsung. Orangtua belum tentu mau meminta maaf pada anaknya. Maka, sudah sepatutnya Anda sebagai anak yang memaafkan dengan tulus dan ikhlas. Memafkan tak membuat Anda kehilangan harga diri. Memafkan justru akan membuat diri menjadi semakin mulia. Karena memaafkan sejatinya juga untuk kebaikan diri Anda sendiri.

Bagaimana menurut Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun