Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hati-hati, Jangan Sampai Anak Mengintip Aktivitas Seksual Anda

29 September 2016   18:35 Diperbarui: 30 September 2016   19:33 2030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: no.tubgit.com

Banyak hal menjadi penyebab munculnya perilaku anak yang dianggap negatif. Tak jarang, orang tua, guru dan lingkungan pun dianggap pusing akibat kondisi perilaku anak yang dianggap melewati batas tersebut.

Belakangan di kota tempat tinggal saya, memang marak kasus pencabulan dan seks bebas yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Nah di antara para pelaku itu, ada yang kemudian dibawa ke tempat saya untuk menjalani terapi.

“Saya benar-benar malu dan terpukul, Pak. Tidak mengira anak saya seperti ini,” ucap si ibu ketika membawa anaknya laki-laki berusia 13 tahun. Si anak sudah dua kali dilabrak tetangga. Pertama, kedapatan mengintip tetangganya mandi, dan kedua bermain seperti ‘ayah-bunda’ dengan anak tetangganya yang perempuan berusia 8 tahun. Dalam permainan ‘ayah-bunda’ itu, anak laki-laki ini sempat menggesekkan alat vitalnya ke anak perempuan tadi.

Tak hanya itu. Di kelas, si anak juga pernah dihukum setelah dengan sengaja (maaf) meremas payudara teman wanitanya. Anak ini sempat dibawa ke psikolog, tetapi tak banyak mengalami perubahan. Yang terjadi si anak kini malah semakin pendiam, dari yang awalnya ceria. Metode rukiyah pun sudah dilakukan hingga tiga kali, namun juga belum mengubah perilakunya secara drastis. Atas alasan itu pula, orang tua anak ini ingin mencoba metode hipnoterapi.

“Saya sempat baca artikel bapak di internet, ingin tahu metode ini seperti apa,” ucap si ibu. 

Usai diskusi sekaligus mengetahui soal pola asuh yang diterapkan, si anak pun dibawa masuk ke ruang terapi. Sementara ibunya sudah keluar dari ruangan. Anak ini lebih banyak menunduk, tak berani menatap wajah saya.

Saya pun mencoba menjalin ikatan emosi terlebih dahulu, memastikan dirinya nyaman. Dari formulir yang sudah diisi sebelumnya, dengan mudah bisa diketahui metode yang digunakan untuk menjalin ikatan emosional.

“Saya ngga tahu om, semua ya muncul begitu aja. Saya sebenarnya malu juga. Ngga tahu kok bisa melakukan yang begitu,” ucap si anak usai menceritakan semua yang sudah terjadi, tak berbeda dengan yang sudah disampaikan ibundanya.

psikologiku.com
psikologiku.com
Anak ini sejatinya sangat baik dan santun. Dia pun setuju dan bersedia menjalani sesi hipnoterapi untuk menghilangkan perilakunya yang dianggap kurang pas.

Dengan teknik khusus, bocah SMP ini -sebut saja namanya Budi-, dibawa masuk ke kondisi relaksasi pikiran yang dalam dan menyenangkan. Setelah berada pada kedalaman yang presisi, proses analisa masalah pun dilakukan. Beberapa kejadian yang sudah terjadi sebelumnya, mampu menuntun Budi pada peristiwa yang menjadi akar masalah dari perilakunya yang dianggap kurang tepat.

Ternyata, Budi mundur ke usia 7 tahun. Ketika itu, Budi sedang tidur lelap, tapi tiba-tiba terbangun saat mendengar suara aneh. Ya, si Budi kecil secara jelas dan nyata melihat kedua orang tuanya melakukan hubungan intim. Hal inilah yang ternyata memunculkan ‘kenikmatan tersendiri’ bagi Budi kecil.

Peristiwa itu ternyata berlanjut beberapa kali, dan Budi kecil sengaja berpura-pura tidur, untuk kemudian sengaja melihat apa yang dilakukan kedua orang tuanya.

Dengan teknik khusus, emosi terkait kejadian ini pun dilakukan restrukturisasi. Semua perasaan yang muncul saat melihat kejadian yang patut disensor ini, dikuras habis. Budi mengaku merasa lega dan plong.

Proses verifikasi dilakukan, klien mengaku tetap nyaman dan tidak lagi muncul perasaan yang seperti sebelumnya. Tak lupa, pikiran bawah sadarnya diberikan edukasi serta pemahaman yang tepat, termasuk diberikan informasi, kapan waktu yang tepat melakukan hubungan suami istri.

Proses terapi tuntas. Klien pun dibawa naik dari kondisi relaksasi yang dalam dan menyenangkan. “Makasih ya Om,” ucap bocah ini dengan senyum ceria. Dia mengaku siap sekolah kembali, karena sebelumnya sudah hampir dua minggu malu dan takut berangkat ke sekolah. “Ibu sudah daftarkan saya sekolah di tempat lain. Pindah sekolah Om,” jelasnya sebelum akhirnya keluar meninggalkan ruangan terapi.

Dari kasus di atas, tentu patut diambil hikmahnya. Ayah dan bunda yang punya buah hati, pastikan bahwa anak tidak melihat adegan yang tidak sepatutnya dia lihat. Jangan remehkan anak yang terlihat sudah tidur. Boleh jadi dia belum tidur dan bahkan melihat semuanya. Ingat, menjelang tidur, pikiran bawah sadar lebih aktif ketimbang pikiran sadar. Jika kondisi ini kemudian diberikan stimulasi gambar, gerakan, serta suara tertentu (dalam hal ini soal hubungan suami istri), maka apa yang tertanam di pikiran bawah sadar akan benar-benar melekat kuat. Pastikan melakukan hubungan suami istri tanpa sepengetahuan buah hati Anda.

Bagaimana menurut Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun