Mendengar kata berbagi atau sedekah, umumnya orang langsung mengarahkan pandangannya kepada mereka yang hidup mewah berkecukupan. Seolah-olah urusan berbagi hanya domainnya mereka yang mampu atau kaya. Padahal faktanya, siapa saja boleh berbagi, bisa bersedekah. Bahkan senyum pun dihitung sebagai sedekah.
Namun, bagi saya pribadi, salah satu sedekah favorit saya adalah sedekah ilmu. Sejak mengantongi kartu pers, ketika itu kelas 2 SMA, sejak itu pula saya menikmati profesi menjadi wartawan. Salah satu keuntungan yang saya dapatkan adalah, bisa mendapatkan  ilmu baru, wawasan dan pengetahuan, setiap hari, dari orang yang berbeda, dari disiplin ilmu yang beragam pula. Apalagi seminar, workshop, pelatihan dan sejenisnya, tak terhitung lagi, entah sudah berapa banyak yang saya hadiri.
Memiliki pengalaman hampir 20 tahun menjadi wartawan, terhitung sejak sekolah menengah pertama sebagai wartawan majalah sekolah, sejak itu pula sering diminta berbagi materi jurnalistik atau kewartawanan. Tak hanya di sekolah sendiri, tapi juga di sekolah lain. Apalagi sejak aktif diterima bekerja sebagai wartawan Kaltim Post Group, banyak sekali undangan sebagai pembicara untuk materi jurnalistik, penulisan, atau kewartawanan ini.
Namun, ini ternyata menjadi candu. Ada kenikmatan tersendiri ketika bisa berbagi, bahkan ada rasa bahagia tak terhingga ketika ada peserta pelatihan yang kemudian benar-benar menjadi wartawan di kemudian hari.
Saking ketagihannya berbagi ilmu ini, tanpa pikir panjang ikut mendaftar sebagai relawan kelas inspirasi Surabaya. Sengaja saya memilih lokasi di Surabaya, ya sekalian untuk menengok ibu saya di Kota Pahlawan ini. Di Surabaya, saya kebagian mengajar dan memotivasi para siswa SD di kawasan Wonokromo Surabaya. Sungguh, ini momen yang sangat membahagiakan bagi saya. Di kota kelahiran ini, saya akhirnya mengajak para murid sekolah ini untuk berani bermimpi. Seperti halnya saya sendiri, yang bermimpi menjadi wartawan sejak kelas 6 sekolah dasar (SD), nyatanya, impian itu sudah berhasil diwujudkan sekarang.
Namun, tak puas rasanya jika perubahan ini hanya dirasakan sendiri. Secara bertahap, konsep teknologi pikiran ini pula yang saya bagikan kepada keluarga, kerabat, dan siapa saja yang saya jumpai. Bahkan tak jarang saya diskusi dengan kuli bangunan, pedagang kaki lima, pedagang asongan, buruh, sopir, dan semua kalangan. Pendek kata, ingin rasanya semua orang memahami ini.