Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbagi Paling Mudah? Sedekah Ilmu!

18 September 2016   20:42 Diperbarui: 18 September 2016   21:31 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjadi narasumber untuk televisi lokal.

Mendengar kata berbagi atau sedekah, umumnya orang langsung mengarahkan pandangannya kepada mereka yang hidup mewah berkecukupan. Seolah-olah urusan berbagi hanya domainnya mereka yang mampu atau kaya. Padahal faktanya, siapa saja boleh berbagi, bisa bersedekah. Bahkan senyum pun dihitung sebagai sedekah.

Namun, bagi saya pribadi, salah satu sedekah favorit saya adalah sedekah ilmu. Sejak mengantongi kartu pers, ketika itu kelas 2 SMA, sejak itu pula saya menikmati profesi menjadi wartawan. Salah satu keuntungan yang saya dapatkan adalah, bisa mendapatkan  ilmu baru, wawasan dan pengetahuan, setiap hari, dari orang yang berbeda, dari disiplin ilmu yang beragam pula. Apalagi seminar, workshop, pelatihan dan sejenisnya, tak terhitung lagi, entah sudah berapa banyak yang saya hadiri.

Bersama murid SD di Wonokromo Surabaya.
Bersama murid SD di Wonokromo Surabaya.
Dari semua ilmu itu, kemudian disaring dan dipetakan, mana yang bermanfaat dan bisa dibagi untuk orang lain, serta mana yang tak digunakan. Sebab nyatanya, tak semua ilmu atau pengetahuan cocok untuk diamalkan, hanya sebatas menjadi pengetahuan tambahan saja.

Memiliki pengalaman hampir 20 tahun menjadi wartawan, terhitung sejak sekolah menengah pertama sebagai wartawan majalah sekolah, sejak itu pula sering diminta berbagi materi jurnalistik atau kewartawanan. Tak hanya di sekolah sendiri, tapi juga di sekolah lain. Apalagi sejak aktif diterima bekerja sebagai wartawan Kaltim Post Group, banyak sekali undangan sebagai pembicara untuk materi jurnalistik, penulisan, atau kewartawanan ini.

Memberi materi pelatihan jurnalistik di salah SMA di Samarinda memanfaatkan momen Ramadan.
Memberi materi pelatihan jurnalistik di salah SMA di Samarinda memanfaatkan momen Ramadan.
Bagi saya, inilah momen untuk sedekah. Kenapa? Karena umumnya yang mengundang adalah lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan atau kemahasiswaan dan sejenisnya. Meskipun ‘upah’ yang diterima hanya segelas air mineral, atau agak naik sedikit, teh dalam kemasan, serta beberapa potong kue. Agak keren lagi, biasanya ditambah dengan plakat atau cenderamata.

Namun, ini ternyata menjadi candu. Ada kenikmatan tersendiri ketika bisa berbagi, bahkan ada rasa bahagia tak terhingga ketika ada peserta pelatihan yang kemudian benar-benar menjadi wartawan di kemudian hari.

Bersama para siswa usai pelatihan jurnalistik.
Bersama para siswa usai pelatihan jurnalistik.
Hingga saat ini, ketika dipercaya kawan-kawan seprofesi menjadi ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim, sedekah ilmu ini tetap berlangsung. Terakhir, saya sedang mendampingi tim ekstrakurikuler SMA Negeri 8 Samarinda untuk memberikan bimbingan setiap pekan, dengan catatan, asal saya tidak sedang ada kegiatan ke luar kota yang tidak bisa diabaikan.

Saking ketagihannya berbagi ilmu ini, tanpa pikir panjang ikut mendaftar sebagai relawan kelas inspirasi Surabaya. Sengaja saya memilih lokasi di Surabaya, ya sekalian untuk menengok ibu saya di Kota Pahlawan ini. Di Surabaya, saya kebagian mengajar dan memotivasi para siswa SD di kawasan Wonokromo Surabaya. Sungguh, ini momen yang sangat membahagiakan bagi saya. Di kota kelahiran ini, saya akhirnya mengajak para murid sekolah ini untuk berani bermimpi. Seperti halnya saya sendiri, yang bermimpi menjadi wartawan sejak kelas 6 sekolah dasar (SD), nyatanya, impian itu sudah berhasil diwujudkan sekarang.

Memberi seminar parenting bersama Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) Kalimantan Timur.
Memberi seminar parenting bersama Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) Kalimantan Timur.
Tak puas dengan ilmu jurnalistik, belakangan belajar lagi tentang teknologi pikiran di Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology. Biaya yang dikeluarkan untuk memahami materi ini, hampir setara dengan kuliah di jenjang pascasarjana. Namun nyatanya, ilmu ini sangat rasional dan masuk akal, serta mudah diduplikasi untuk dipraktikkan. Nyatanya, banyak perubahan yang dialami secara pribadi.

Namun, tak puas rasanya jika perubahan ini hanya dirasakan sendiri. Secara bertahap, konsep teknologi pikiran ini pula yang saya bagikan kepada keluarga, kerabat, dan siapa saja yang saya jumpai. Bahkan tak jarang saya diskusi dengan kuli bangunan, pedagang kaki lima, pedagang asongan, buruh, sopir, dan semua kalangan. Pendek kata, ingin rasanya semua orang memahami ini.

Sharing dengan siswa SMK Pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara.
Sharing dengan siswa SMK Pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara.
Kenapa saya lakukan ini? Saya dulu juga bukan siapa-siapa. Ayah saya meninggal ketika saya masih memerlukan figur pendamping. Mau tidak mau saya harus berjuang hidup. Tidak ada peninggalan apa-apa dari ayah. Maka, saya harus menyambung hidup dengan jualan koran, jualan kue, atau bekerja mencuci mobil. Namun, saya masih punya mimpi. Saya yakin akan sukses dan bisa meraih mimpi jadi wartawan. Kekuatan impian itulah yang ternyata menjadi stimulus yang luar biasa.     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun