Dalam perjalanan dari Berau ke Balikpapan, di ruang tunggu Bandara Kalimarau, Berau, yang cukup megah, televisi di ruangan itu menayangkan berita keberhasilan bulutangkis Indonesia medapatkan satu medali emas.
Satu medali emas dari pasangan Owi-Butet itu memang benar-benar mendominasi pemberitaan. Tidak hanya di televisi dan media cetak, tapi juga semesta maya begitu viral mengunggah prestasi yang diraih bertepatan dengan ulang tahun negara ini.
Di tengah kebanggaan dan energi positif yang juga ikut saya rasakan itu, tiba-tiba seorang penumpang yang duduk tak jauh dari lokasi saya, Â berbincang dengan rekannya. "Baru dapat satu emas aja heboh banget. Negara lain yang emasnya puluhan, biasa aja tuh," kata pria yang usianya saya taksir masih 20 an..
"Iya, emas Indonesia dikeruk habis-habisan dan dibawa ke negara lain, biasa aja. Ini cuma dapat satu emas," ujar pria di sebelahnya lagi, memberikan response.
Saya yang mendengarkan obrolan itu, seketika merasa tidak nyaman. Ingin rasanya nimbrung dalam obrolan itu dan menyampaikan argumentasi yang ada di pikiran saya.
Kok tega sekali ya? Bisa-bisanya satu emas dari bulutangkis itu ditanggapi sepele saja.
Saya langsung teringat dengan akhir Juli tadi, ketika memimpin kontingen Kaltim mengikuti Pekan Olahraga Wartawan Nasonal (Porwanas) di Bandung - Jawa Barat. Hasilnya sama dengan Indonesia di Olimpiade. Kaltim saat itu mendapatkan satu medali emas dan ada tambahan satu medali perunggu.
Apakah satu emas yang didapatkan Kaltim itu dianggap biasa saja? Tergantung siapa yang menilainya. Bagi kami, satu emas itu jelas sangat  luar membahagiakan. Bisa berangkat mengikuti Porwanas ketika kesulitan pendanaan saja, itu sudah prestasi tersendiri menurut saya. Ditambah dapat medali emas, jelas sangat membahagiakan. Pahlawan yang menyelamatkan nama Kaltim itu adalah wartawan Kaltim Post, Felanans Mustari, yang berhasil meraih medali emas untuk karya jurnalistik. Sementara medali perunggu diraih dari bulutangkis atas nama Wiwid Marhaendra Wijaya berpasangan dengan Rusheliansyah.
Atas hasil ini, Kaltim mendapatkan posisi atau peringkat 10 besar nasional. Bisa dibayangkan, bagaimana rasanya jika tidak dapat medali emas. Mungkin rasanya jauh lebih sakit dibandingkan diputus oleh kekasih yang sangat disayangi. Â
Kembali ke persoalan emas yang diraih Indonesia. Adalah wajar dan sangat lumrah ketika warga Indonesia sangat bangga mendapat satu medali emas di olimpiade, sama halnya kebanggaan kamu mendapat medali emas di Porwanas.
Bisa dirasakan, betapa energi positif seketika menyelimuti bangsa ini. Tidak lagi melihat pasangan ini dari suku atau agamanya, yang selama ini kerap menjadi perdebatan di sudut-sudut media sosial. Semua ikut bergembira sebagai sebuah kesatuan yang utuh bernama Indonesia.
Walaupun, tentu akan ada saja yang bersikap nyinyir, atau sama sekali tidak peduli dengan prestasi anak negeri.
Energi positif tentu sangat diperlukan membangun bangsa ini. Jika perasaan senang dan bangga seperti yang sekarang dirasakan semua warga negara disatukan, tentu akan mudah dan sangat cepat negeri ini bangkit. Sebaliknya, jika yang mmuncul lebih banyak perdebatan hal-hal yang tidak penting atau sibuk menyalahkan atau mencari kesalahan orang lain, jangan harap lagu Indonesia Raya akan kembali berkumandang di ajang Olimpiade.
Lalu bagaimana dengan emas Indonesia yang katanya dikeruk? Tentu ini merupakan dua hal yang berbeda. Emas yang dikeruk merupakan konteks kekayaan alam. Sementara emas yang didapat dari bulutangkis merupakan simbol gengsi dan prestasi negara yang harganya jelas tidak murah. Emas dalam bentuk medali adalah buah dari proses kerja keras latihan tanpa henti yang dilakukan secara teratur dan terukur.
Adalah mustahil sebuah medali emas didapatkan hanya dengan sekali atau dua kali latihan. jelas itu hanya sebuah bunga tidur saja.
Indonesia masih sangat memerlukan medali emas lainnya agar negeri ini bangkit. Jangan-jangan medali emas itu berasal dari Anda, di berbagai lini. Tak harus dalam bentuk medali olimpiade. Boleh jadi emas itu dalam bentuk prestasi di tempat kerja, karya kreatif, hingga buah pemikiran lainnya yang sangat berguna bagi bumi ini.
Mari jalani hidup ini dengan energi positif, dan raih emas terbaik bagi bangsa ini. Bagaimana menurut Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H