Tentu masih ada beberapa kasus lain yang terkait sekolah satu hari penuh ini. Namun poin pentingnya adalah, jika sistem ini benar-benar diberlakukan, sekolah harus benar-benar siap menjadi rumah kedua, bahkan rumah utama bagi anak-anak dalam proses tumbuh kembangnya. Sudahkah para guru dan pengasuh di sekolah mempersiapkan diri sebagai orang tua yang bijak bagi para murid selama satu hari penuh?
Demikian pula orangtua, harus memahami dan menyadari beban pendidikan yang sudah diterima anak-anak. Fakta yang pernah saya dapatkan di ruang terapi adalah, anak-anak merasa stress. Setelah satu hari full sekolah, eh malam harinya masih ada beban les ini dan itu, kursus ini dan itu. Inilah yang bagi sebagian siswa jadi masalah. Mungkin, ada yang tahan, namun nyatanya tak sedikit pula yang membuat pikiran bawah sadar anak menjadi ‘korslet’.
Selain itu, orang tua juga harus menyadari tetap wajib mengisi baterai kasih sayang anak, ketika sudah berada di rumah. Manfaatkan momen kebersamaan keluarga dengan lebih berkualitas. Jangan sampai anak yang sudah satu hari penuh terpisah dari orang tua, sampai rumah pun orang tua tidak ada interaksi dengan anak-anaknya. Sibuk masing-masing. Akibatnya, anak jadi merasa dekat di mata namun jauh di hati.
Sekali lagi, saya sangat mengapresiasi rencana pemerintah menerapkan sekolah satu hari penuh. Namun harapannya, pemerintah harus mempersiapkan segalanya, dari “A” sampai “Z”, berikut semua tanda bacanya, sehingga semua siap dan tidak ada yang tertinggal.
Bagaimana menurut Anda? (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H