Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Jangan Mencintai dan Menyayangi Anak Anda”

25 April 2016   22:55 Diperbarui: 25 April 2016   23:15 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah nasihat penting saya dapatkan dari sang guru, Adi W. Gunawan, saat bertemu di Balikpapan, Kamis (21/4) malam. Di hari bertepatan perayaan Hari Kartini tersebut, pendiri Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology itu menyampaikan agar orang tua “Jangan Mencintai dan Jangan Menyayangi Anak.”

Sontak, apa yang disampaikan pakar teknologi pikiran terkemuka di Tanah Air ini membuat siapa pun yang mendengarnya kaget. Suasana makan malam di sebuah restoran sea food cukup ternama di Kota Beriman ini pun sempat hening sesaat. Malam itu selain saya, ada beberapa warga Balikpapan yang menjamu kehadiran beliau. Lantas, kok bisa, seorang penulis lebih dari 20 buku ini menyarankan agar orang tua tidak mencintai dan menyayangi anaknya?

Tunggu dulu. Tentu saja apa yang disampaikan beliau itu belum selesai, alias masih koma. Orang tua memang dilarang mencintai dan menyayangi anak. Namun yang paling tepat adalah, pastikan bahwa anak merasa dicintai, dan merasa disayangi. Nah, sampai di sini apakah pesan yang disampaikan beliau sudah jelas?

Sahabat, sering kali yang terjadi, orang tua sudah merasa sangat mencintai dan sangat menyayangi anak-anaknya. Hal itu bisa dibuktikan dalam berbagai bentuk. Misalnya memenuhi semua kebutuhannya, termasuk untuk urusan game atau gadget yang paling mahal sekalipun. Pendek kata, apa pun maunya anak, akan dikabulkan. Dengan demikian, orang tua sudah merasa sangat mencintai dan menyayangi anaknya.

Pertanyaan berikutnya, apakah anak-anak sudah merasa dicintai atau disayangi orang tuanya? Nah ini yang kadang memerlukan jawaban tepat. Terkadang, orang tua tidak memiliki cukup waktu melakukan konfirmasi pada anak, apakah anaknya sudah merasa dicintai dan merasa disayangi?

Saya beberapa kali mendapatkan fakta di ruang praktik, beberapa anak yang katanya bermasalah dari sisi prestasi akademik hingga kecanduan bermain game, faktanya diakibatkan oleh anak yang merasa tidak disayangi orang tuanya.

“Saya ingin mama dan papa tidak usah kerja, di rumah aja sama adek….,” demikian ucap anak usia 8 tahun yang beberapa waktu lalu menjalani sesi terapi karena nilai belajarnya melorot saat mid semester.

“Aku pengen punya kamar di kantor ayah, supaya bisa lihat ayah tiap hari,” ungkap bocah usia 6 tahun, yang gagap saat berbicara. Ada lagi beberapa kasus lain yang penyebabnya mungkin dianggap sepele oleh kedua orang tuanya. 

Umumnya, anak yang kecanduan game atau menonton televisi hingga ketergantungan gadget, penyebabnya adalah kurangnya berinteraksi dengan keluarga. Ayah sibuk bekerja, demikian juga ibunya. Kalau pun tidak bekerja, tak sedikit ibu-ibu yang juga bersosialisasi hingga tak sadar membuang waktu penting bersama anak-anak.

Saat anak merasa membutuhkan kasih sayang, sejatinya orang tua yang harus mengisinya. Berhubung anak merasa sendiri karena orang tua sibuk bekerja, maka game, televisi maupun gadget adalah pengganti pengisi rasa kasih sayang tersebut. Yakinlah, ketika momen kebersamaan dengan keluarga benar-benar maksimal, anak sudah tidak memerlukan gadget lagi.

Coba perhatikan ketika sedang di pusat perbelanjaan. Berapa banyak keluarga yang secara fisik seolah bersama, namun sejatinya hati dan perasaannya saling berjauhan. Ketika makan bersama, suasana hening bukan karena sedang kusyuk makan, melainkan sibuk dengan gadget masing-masing. Jika seperti ini, jangan harapkan anak bisa lepas dari ketergantungan gadget.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun