Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Muda dan Pengusaha Kaya

27 Februari 2016   23:00 Diperbarui: 4 April 2017   16:49 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di sebuah desa, tinggal seseorang yang kaya dan tentu rumahnya paling mewah di antara penduduk lainnya. Karena kesibukan mengurus usaha yang dijalankan, menjadikan orang kaya ini jarang bergaul dengan tetangganya. Namun demikian, pria ini tetap rajin pergi ke tempat ibadah, dan perilakunya tidak ada yang aneh, biasa-biasa aja.

Kepada para tetangganya, dia tetap ramah dan murah senyum. Namun tidak pernah banyak bicara. Baginya, bekerja jauh lebih penting. Tak ingin waktu banyak terbuang, kecuali untuk menjalankan usahanya dan beribadah kepada Sang Pencipta.

Akibat perilakunya yang jarang ‘ngerumpi’, lama-kelamaan ada saja yang iri dan dengki dengan kesuksesan pria ini. Apalagi pengusaha tersebut tak pernah berbagi kekayaan dengan lingkungan tetangga di sekitarnya. Mulailah berembus kabar, bahwa pengusaha ini memang pelit dan banyak tuduhan yang diarahkan atas bisnis yang dijalankan. Ada yang menuduh kaya dari hasil korupsi, hingga bisnis ilegal.

Meski demikian, ada juga yang tidak percaya dengan rumor tersebut. Faktanya pria ini tetap rajin pergi ke tempat ibadah dan tak peduli dengan omongan orang. Tetap ramah dan murah senyum.

Namun, gunjingan semakin membesar. Dari mulut ke mulut, kebencian pada pengusaha ini semakin membesar, hingga sama sekali tak ada lagi yang membalas senyumannya. Setiap kali pria ini senyum, hanya dibalas dengan sinis dan buang muka oleh tetangganya.

Sikap ini berbeda jauh dengan salah seorang anak muda yang hidupnya jauh lebih sederhana. Namun, anak muda ini sangat dermawan. Hampir setiap akhir pekan, anak muda ini membagikan sembako untuk para tetangganya. Anak muda ini pun seketika tersohor di kampung sekaligus sangat dikagumi. Sikapnya diagung-agungkan oleh semua penduduk kampung.

Namun anak muda ini tetap tidak sombong. Dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan penduduk di kampung itu. Dia tetap bekerja di kota seperti biasa. Meski penduduk di desa tersebut tidak tahu apa pekerjaannya. Yang mereka tahu, setiap akhir pekan selalu pulang ke desa membawa serta sembako yang dibagikan ke seluruh kepala keluarga.

Hingga suatu ketika, pria kaya di desa itu meninggal dunia. Tak ada satu pun penduduk desa yang datang dan mengucapkan bela sungkawa. Kecuali hanya anak muda yang dermawan tadi. Kebencian penduduk desa terhadap pengusaha ini benar-benar tak mampu diluluhkan dengan nyawa sekalipun. Iri dengki itu sudah merasuk hingga ke tulang sumsum.

Jadilah pria kaya itu dimakamkan dengan dihadiri kerabatnya sendiri, tanpa ada penduduk desa yang mengantarkan jenazah ke kuburan, kecuali anak muda yang baik hati tadi.

Sepeninggal pria kaya tadi, desa tersebut terasa ‘aneh’. Tidak ada lagi rasa iri dan kebencian. Tetapi tidak ada juga senyum dan sapaan ramah yang selama ini selalu ada. Begitu juga dengan anak muda yang dermawan, jarang sekali pulang ke desa itu, dan tidak pernah lagi membagikan sembako untuk penduduk desa.

Hingga suatu ketika, anak muda dermawan itu pulang ke desa. Mendengar kabar kepulangan anak muda ini, sebagian besar penduduk desa pun datang ke rumah anak muda tersebut.

“Hai anak muda. Engkau ke mana saja? Kami semua merasa kehilangan. Kenapa engkau jarang pulang ke desa ini,” tanya salah satu penduduk desa yang selama ini dikenal sebagai tokoh di desa itu.

“Saya baik-baik saja, Pak. Saya sibuk bekerja di kota, sehingga jarang pulang,” kata anak muda ini tersenyum.

“Lalu, kenapa engkau tidak pernah lagi membagikan sembako untuk kami,” tanya sang tokoh desa itu.

“Oh, soal sembako itu? Begini bapak dan ibu sekalian. Saya tidak mungkin lagi membagikan sembako itu setiap Minggu seperti dulu. Sebab, yang menyuruh membagikan sembako itu sudah meninggal. Saya bekerja di perusahaan beliau di kota. Selama ini saya memang ditugaskan untuk membagikan sembako itu,” ucap anak muda ini.

“Memangnya siapa orang itu?” tanya penduduk desa lainnya penasaran.

“Beliau adalah penduduk desa ini. Beliau lah yang selama ini dikenal kaya, tapi ramah dan murah senyum. Beliau tidak mau sedekahnya diketahui orang lain, sehingga saya lah yang ditugaskan membagikan sembako itu,” kata anak muda ini sembari tersenyum.

Mendengar jawaban itu, seketika penduduk desa terkejut, sekaligus menyesali kebencian yang sudah diarahkan pada pria pengusaha itu. Semua sudah terlambat. Iri dan dengki serta hasutan sudah membuat penduduk desa ini dibelenggu energi negatif.
Sahabat, iri dengki memang terkadang menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Coba cek perasaan Anda, bagaimana rasa di hati ketika melihat orang lain sukses, berlimpah harta dan hidup bahagia?

Umumnya, ada tiga response yang muncul. Pertama ikut merasa bahagia, kedua biasa saja alias netral, dan ketiga ada perasaan yang mengganjal atau tidak nyaman. Ingat ya, yang diperlukan adalah jawaban yang muncul dari hati yang paling dalam. Bukan jawaban dari mulut yang terkadang menipu atau tidak sesuai dengan nurani. Terkadang, di mulut mengatakan ikut bahagia melihat orang lain sukses. Namun jauh di dalam hati, ada perasaan tidak nyaman yaitu iri dengki.

Menurut pakar teknologi pikiran ternama di Indonesia, Adi W. Gunawan, perasaan iri dan dengki inilah yang akan menjadi penghambat dalam meraih sukses. Kenapa? Disadari atau tidak, iri dengki ini mengandung muatan emosi negatif. Selalu sadari perasaan di dalam hati Anda. Begitu ada perasaan tidak nyaman muncul, ganti dengan doa agar orang itu menjadi lebih sukses lagi.

Adi W. Gunawan menyampaikan, turut merasakan kebahagiaan dan keberhasilan orang lain, akan mengubah energi negatif di dalam diri Anda menjadi lebih positif. Apalagi salah satu faktor utama penghambat sukses adalah perasaan iri dan dengki yang merupakan energi negatif sangat besar. Mereka yang suka iri dan sulit sukses itu biasanya disebut SMS. Susah Melihat orang Senang, Senang Melihat orang Susah.

Pendiri Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology itu menjelaskan, secara pikiran sadar semua orang pasti ingin sukses. Namun di sisi lain, saat melihat orang sukses melebihi Anda dan Anda merasa iri dengki, berarti Anda tidak suka atau benci dengan sukses yang diraih orang itu.

Hal ini akan memunculkan kontradiksi dalam diri. Anda ingin sukses seperti orang itu, namun Anda juga benci atau tidak suka. Konflik diri ini akan sangat menguras energi. Akibatnya, sukses menjadi sangat sulit diraih karena pikiran bawah sadar (PBS) menjalankan fungsi proteksi agar Anda tidak mengalami penderitaan karena mencapai hal yang tidak Anda sukai, yaitu sukses. Bukankah ketika Anda iri, itu sama saja memberikan informasi kepada PBS bahwa Anda tidak suka dengan kesuksesan?

Perbandingan kekuatan pikiran sadar (PS) dengan PBS adalah 1 berbanding 99. Dengan demikian bila PBS tidak setuju atau menghambat maka PS tidak akan pernah bisa menang.

Itu sebabnya, bila melihat teman atau sahabat Anda yang berhasil mencapai kesuksesan, tambahkan dengan doa agar lebih sukses lagi dan Anda turut bahagia atas suksesnya.

Dengan mendoakan orang lain untuk bisa lebih sukses, maka sejatinya Anda juga telah memberikan arahan dan bimbingan pada PBS Anda bahwa Anda ingin seperti orang itu. Tekankan kepada pikiran bawah sadar bahwa Anda suka dengan sukses yang diraih orang itu.

Penegasan itu tentu dengan mudah akan dicatat dan diproses pikiran basah sadar. Dengan demikian, pikiran bawah sadar akan setuju, menerima, dan mendukung sepenuhnya arahan dan bimbingan yang diberikan. Sebab pikiran bawah sadar tahu sukses itu adalah hal yang menyenangkan bagi Anda.

Demikianlah kenyataannya. (*)

Simak artikel lain di: www.endrosefendi.com 

#HipnoterapiKlinis #Hipnoterapis #Hipnoterapi #Transformasi #LetsLearn #AWGI #AHKI #SeriSuksesTerapi #SayaAWGI #MindTechnology #TeknologiPikiran #HidupYangLebihBaik #Sehat #Bahagia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun