Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inilah 4 Alasan yang Membuat Anak Berperilaku Menyimpang

25 Januari 2016   06:49 Diperbarui: 25 Januari 2016   07:26 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak sedikit klien datang membawa anaknya dengan berbagai bermasalah. Di antara berbagai masalah itu, ada anak yang memiliki perilaku menyimpang. Misalnya malas belajar, malas mengerjakan pekerjaan rumah, membantah perkataan orang tua, enggan menuruti kemauan orang tua, sengaja memainkan makanan, mengisap lem, hingga mulai merokok. Perilaku-perilaku yang kurang sepantasnya itu jelas membuat para orang tua stress dan pusing 7 keliling.

Berbagai perilaku yang dianggap kurang baik itu, bisa diselesaikan tuntas melalui sesi hipnoterapi. Selanjutnya, tinggal orang tua yang melanjutkan dengan pola asuh yang benar dan tepat.

Sebab, sebelum dilakukan sesi hipnoterapi pada anak, seperti biasa, yang perlu dilakukan adalah edukasi pada orang tua, termasuk mengevaluasi pola asuh yang sudah berlangsung selama ini. Dari pola asuh tersebut, biasanya ditemukan benang merah yang membuat si anak melakukan berbagai perilaku menyimpang tersebut.

Setidaknya, ada empat hal yang menjadi alasan, kenapa anak melakukan tindakan yang membuat puyeng ayah dan ibunya itu. Ini seperti yang ditulis pakar teknologi pikiran, Adi W. Gunawan dalam bukunya Hypnotherapy for Children.  

Pertama, untuk mendapat perhatian. Ya, di era digital dan serba sibuk seperti sekarang ini, tak sedikit anak yang memang sangat kekurangan perhatian dari kedua orang tuanya. Ayah sibuk bekerja, begitu juga sang ibu juga tak mau melepas karirnya yang sedang bersinar. Akibatnya, anak menjadi korban dan kurang perhatian.

Alih-alih menuruti semua permintaannya sebagai ganti perhatian dan kasih sayang, namun faktanya semua yang diberikan itu tidak dapat menggantikan kebutuhan kasih sayang anak dari kedua orang tuanya.

Dalam buku Lima Bahasa Cinta karya Gary Chapman disebutkan, orang tua wajib mengisi kasih sayang anak. Mengisi kasih sayang anak tidak boleh dilakukan oleh pembantu, baby sitter, atau kakek dan neneknya. Yang paling utama harus dilakukan kedua orang tuanya.

Cara mengisi baterai cinta anak adalah dengan pujian, hadiah, waktu yang berkualitas, sentuhan, dan layanan.

Umumnya, orang tua yang super sibuk, hanya bisa memenuhi kebutuhan hadiah saja. Namun empat bahasa cinta lainnya, sangat diabaikan. Tidak pernah memberikan pujian pada anak. Kalau pun memuji hanya sekadarnya, tidak tulus dari dalam hati.

Anak juga jarang memiliki waktu yang berkualitas dengan kedua orang tuanya. Momen kebersamaan jarang didapatkan anak dengan kedua orang tua yang sangat sibuk. Bahkan ketika anak sedang berjalan-jalan dengan orang tuanya ke pusat perbelanjaan, secara fisik memang berdekatan. Namun hati mereka saling berjauhan, karena masing-masing sibuk dengan gadget-nya.  

Apalagi sentuhan dan layanan, anak jarang sekali mendapatkan hal ini ketika mendapati kenyataan, kedua orang tuanya mengabaikan keberadaannya. Sentuhan dan layanan umumnya diberikan oleh pembantu atau baby sitter. Jangan heran jika anak kemudian lebih dekat dan sayang dengan pengasuhnya. Orang tua hanya memproduksi anak, sementara sejatinya anak itu sudah menjadi anak pengasuh, atau anak dari kakek dan neneknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun