Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak Nakal, Anak Ajaib

23 Januari 2016   09:54 Diperbarui: 23 Januari 2016   11:10 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Namun keraguannya itu akhirnya bisa terjawab. Saat hasil ujian itu dibagikan, anaknya mendapat nilai sempurna alias 100 “Betul-betul saya tidak menyangka hasilnya seperti itu,” ujarnya dengan nada sumringah.

Sahabat saya ini juga baru tahu, setelah ujian tersebut, ternyata banyak teman dari anaknya yang harus mengulang alias remidi. “Ternyata anak saya tidak ada yang remidi sama sekali. Saya baru sadar ternyata anak saya juga punya kemampuan luar biasa,” katanya.

Selama ini, anak dari sahabat tersebut kerap dianggap trouble maker di sekolah. Duduknya di deretan bangku paling belakang, dan kerap membuat keributan. Bagi guru dan orang tua pada umumnya, inilah yang dianggap nakal. Padahal, tidak selamanya ini nakal. Ini adalah tipe anak kinestetik, alias cara belajarnya harus bergerak.

Terbukti, meski dia duduk paling belakang dan dianggap pembuat onar, nyatanya dia mampu menjawab pertanyaan saat ujian, tanpa belajar. Jelas dia hanya menjawab berdasarkan data yang tersimpan di pikiran bawah sadarnya.

Justru, anak jenis ini tidak akan bisa diajak belajar dengan cara duduk diam dan anteng. Pikiran bawah sadarnya tidak akan menerima semua informasi yang masuk, karena tidak dalam kondisi bahagia. Kebahagiaannya adalah ketika dia bergerak dan bisa melakukan semua hal yang diinginkan, sembari dia tetap menyimak dan belajar.

Karena itu, di sekolah khusus yang memahami konsep ini, anak kinestetik tidak memerlukan bangku di ruang kelas. Dia bisa belajar sambil lesehan, atau tengkurap. Yang penting fisiknya tidak benar-benar duduk diam sama sekali.

Sahabat, seringkali orang tua memang tidak sadar memberikan ‘label’ negatif pada anaknya sendiri. Label nakal, bodoh, bandel, dan sejenisnya, dengan terang-terangan diberikan kepada anak. Kalau pun tidak disampaikan kepada anaknya, tetapi disampaikan kepada teman atau keluarganya. Padahal label ini akan menjadi sinyal negatif yang membahayakan tumbuh kembang anak. Kenapa, vibrasi energi orang tua yang cemas atas kondisi anaknya, akan membuat anak merasa tidak nyaman dan tidak dihargai sepenuhnya oleh orang tuanya.

Masih ingat dengan teman waktu di sekolah dulu? Ada kah teman yang ‘nakal’ namun kini justru menjadi pengusaha sukses? Hal itu setidaknya juga bisa menjadi salah satu jawaban agar para orang tua tidak buru-buru cemas ketika mendapat anaknya dianggap nakal. Yang penting, tetap tenang dan dampingi dengan segenap kasih sayang.  Bagaimana menurut Anda?  

(Ikuti artikel menarik lainnya di www.endrosefendi.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun