Mohon tunggu...
Endriyani Lestari
Endriyani Lestari Mohon Tunggu... Editor - editorial team and researcher

the wisdom of life, one day you will be thankful for it

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Reliabilitas Badan Bank Tanah: Relevansi Kelembagaan dan Kebijakan Reforma Agraria Dalam Mewujudkan Ekonomi Berkeadilan

14 Januari 2025   16:14 Diperbarui: 15 Januari 2025   13:02 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan salah satu desa yang lokasinya berdekatan dengan HPL Badan Bank Tanah di Kabupaten Poso. (Diperoleh dari website Badan Bank Tanah) 

Namun begitu, pelaksanaan PP No. 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah yang berada di Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Poso yang berlokasi  di Desa Alitupu, Winowanga, Maholo, Kalimago dan Desa Watutau yang terbagi di dua kecamatan yaitu Lore Timur dan Lore Piore dari total luas HGU (Hak Guna Usaha) sebesar 7.740 ha menimbulkan konflik masyarakat, pemerintah, dan Badan Bank Tanah. Hal tersebut disebabkan karena adanya penguasaan lahan oleh Bank Tanah di luar ex HGU yang selanjutnya diklaim oleh Bank Tanah dengan melakukan penetapan pal batas di atas lahan milik masyarakat Watutau yang diatasnya terdapat lahan perkebunan yang sudah sejak lama dikelola oleh masyarakat.

Reliabilitas Badan Bank Tanah: Upaya Mewujudkan Ekonomi Berkeadilan 

Perlu diketahui bersama bahwa Badan Bank Tanah bukan untuk kepentingan tertentu. Keterpihakan Badan Bank Tanah telah ditetapkan secara ketat dalam PP No. 64 Tahun 2021 yang menyebutkan bahwa Bank Tanah bukan hanya sebatas kepentingan investor, melainkan juga untuk kepentingan negara dan masyarakat. Beberapa hal yang mungkin dapat dinilai bersama adalah Badan Bank Tanah menyediakan paling sedikit 30 persen dari ketersediaan tanah dan untuk kepentingan sosial atau kepentingan lainnya dapat ditetapkan sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) sesuai dengan kebijakan Komite.

Beberapa keuntungan apabila bank tanah diimplementasikan yaitu: (1) bank tanah mampu memberikan solusi atas masalah tata ruang dan lingkungan; (2) memfasilitasi pembangunan infrastruktur nasional; (3) mengakhiri polemik kepemilikan dan penguasaan tanah serta memperkuat badan eksisting Kementerian ATR/BPN. Dengan eksistensi badan bank tanah seperti penilai tanah, penjaminan tanah, pembeli dan pemodal tanah, pengendali tanah, dan pendistribusian tanah, dan penjaga tanah, maka aktivitas bank tanah akan membawa dampak positif untuk pengelolaan pertanahan nasional di waktu mendatang. Namun demikian, terdapat kelemahan praktek Bank Tanah apabila dijalankan di Indonesia, seperti: (1) berpeluang untuk mendiskreditkan institusi yang tersedia; (2) menciptakan disharmonisasi kewenangan dan inkonstitusional atas kebijakan pertanahan yang sudah berlaku. Hal demikian dikarenakan diferensiasi kerangka implementasi dan tujuan antara bank tanah dengan kerangka implementasi pertanahan berupa reforma agraria.

Jadi, penilaian reliabilitas atau keandalan Badan Bank Tanah sebagai Badan Khusus yang mengelola tanah dibutuhkan 2 (dua) pertimbangan, yakni sebagai solusi atau kelemahan. Jika berkaca pada Hak Pengelolaan oleh Bank Tanah, badan tersebut juga mengorientasikan paling sedikit ketersediaan tanah yang diperuntukkan untuk reforma agraria. Ini menandakan bahwa badan Bank Tanah merupakan badan khusus yang memberikan kontribusi terhadap pengembangan ekonomi wilayah melalui pencadangan dan penyediaan lahan. Dengan memiliki tanah terlebih dahulu, Bank Tanah diharapkan dapat memiliki tanah dengan tarif yang wajar sehingga biaya pembangunan menjadi normal.

Upaya mengatasi kelemahan dari adanya Bank Tanah adalah melakukan koordinasi dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan pendistribusian tanah agar tanah dapat diserahkan kepada pihak yang tepat. Hal tersebut dilakukan karena secara operasional Bank Tanah sebatas menyediakan tanah, sementara tahapan kegiatan termasuk koordinasi dengan Pemerintah Daerah dilakukan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional di daerah. Dengan demikian, pembagian tanah perlu melalui proses koordinasi dan implementasi ketentuan mengenai redistribusi tanah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun