Mohon tunggu...
Endri Y.
Endri Y. Mohon Tunggu... wiraswasta -

hobi menulis titik

Selanjutnya

Tutup

Nature

‘Red Tide’ Ancam Pengusaha Keramba di Lampung, Rugi 5 Miliar

20 Desember 2012   18:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:17 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Red Tide’ Rugikan Petani Hingga 5 Miliar

BANDARLAMPUNG- Perairan di sepanjang teluk Lampung, saat ini kian mengkhawatirkan. Para petani atau pemilik keramba jaring apung kian panik. Fenomenared tidetidak kunjung berhenti,ribuan ikan yang dibudidayakan dan kebanyakan diekspor itu, tiap hari mati. Para pemilik kerambak itu mengaku merugi hingga Rp. 5 Miliar.

Kecemasan itu mengemuka ketika Forum Komunikasi Kerapu Lampung Ali Hadar, kemarin menyatakan, perairan teluk Lampung mulai berwarna kecoklatan.

"Hari ini, perairan Ringgung kembali pekat berwarna kecoklatan. Daerah lain di Mutun dan Hanura, Padang Cermin dan Punduh Pidada juga begitu. Kami tidak tahu harus berbuat apa, ribuan ikan tiap hari mati," keluhnya.

Menurut dia, dalam sepekan terakhir, ribuan ikan telah mati menyusul fenomena memerah dan mencoklatnya perairandi teluk Lampung.

"Kerugian sudah Rp 5 miliar," ujar dia.

Yang disesalkannya, lanjutnya, pihak Dinas Kelautan dan Perikanan hingga kini belum mengeluarkan kebijakan ataupun imbauan kepada para pembudidaya ikan di keramba terkait fenomena ini. "Setiap hari ikan- ikan kami mati, tapi tak ada perhatian dari dinas instansi tekrait," kata dia pasrah.

Sementara, masyarakat diimbau untuk berhati-hati mengonsumsi ikan dan kerang-kerangan, khususnya yang tercemar pythoplankton penyebab pasang merah.

Hal itu dikatakan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Provinsi Lampung, Zainal Nurman kepada Editor, kemarin.

Menurutnya, ikan-ikan yang terkena pythoplankton C.polykrikoidestidak boleh dikonsumsi pada bagian kepalanya.

"Toksin plankton ini biasanya menempel di insangnya. Karena itu, sebaiknya kepala ikan jangan ikut dimakan," tuturnya.

Ikan yang mati akibat plankton ditandai dengan insang dipenuhi lender seperti jeli.

Sementara Debi, Penyelia Laboratorium Kualitas AirBalai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BPPL) Lampung, mengatakan, planktonC.polykrikoidesmengandung toksin paralitik (PSP), neurotoksik (NSP), hemolitik, dan hemagglutinating. Toksin-toksin tersebut efektif terakumulasi secara terus-menerus dalam daging biota filter feeder ( kerang-kerangan) yang ada di lokasiblooming.

"Daging kerang yang mengandung toksin, apabila dikonsumsi akan menyebabkan kepala pusing, nyeri persendian, kram pada bibir dan lidah, kejang dan tingkat keracunan yang lebih serius," paparnya. (*)



Ancaman Perairan Teluk yang Selalu Berulang dan Kian Menghawatirkan

BANDARLAMPUNG- Red Tide merupakan fenomena alam di laut yang disebabkan oleh keberadaan fitoplankton atau algae yang berlebih.

“Tetapi istilah ini sering membuat kita keliru karena tidak selalu ledakan populasi fitoplankton itu berwarna merah (red), bisa juga kuning, hijau, kecokelat-cokelatan, bergantung pigmen yang terkandung dalam fitoplankton penyebabnya,” terang staf ahli dari Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung Debi, kemarin.

Meski begitu, jelasnya, tidak semua jenis fitoplankton itu dapat menyebabkan kematian. Disamping itu, ledakan populasi ini tidak berkaitan dengan tide alias pasang surut. Sehingga, di dunia Internasional red tide popular dengan istilah HAB (Harmful Algal Bloom).

“Kejadian itu sering dialami lingkungan perairan kita khususnya lingkungan laut,” bebernya.

Ledakan populasi, lanjutnya, fitoplankton yang mengandung pigmen merah sehingga menyebabkan warna laut berubah menjadi merah, dan sering juga disebut dengan red tide.

Dia menjelaskan, proses terjadinya red tide ini diawali dengan percambahan (germination) dari kista yang berada di dasar laut. “Hal ini memungkinkan jika nutrisi atau zat hara disekitar perairan melimpah dan sinar matahari cukup menghangatkan perairan. Akibatnya kista akan pecah dan sel-sel algae di dalamnya akan keluar menyebar,” terangnya.

Dalam rangka menanggulangi red tide sebagai bencana, jelasnya, DKP telah melakukan berbagai penelitian dan penyadaran masyarakat.

“Semua itu bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat umum dan pihak-pihak terkait lainnya mengenai efek dan pencemaran lingkungan khususnya yang berdampak terjadinya red tide,” pungkasnya. (*)



Menyongsong Lampung Unggul Kelautan dan Perikanan

BANDARLAMPUNG- Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) memiliki visi provinsi Lampung unggul dan berdaya saing di bidang kelautan dan perikanan tahun 2014. Hal tersebut dikatakan Makmur Hidayat perwakilan dariDKP Provinsi Lampung, dalam seminar yang digelar UBL, kemarin.

Dikatakanya, DKP optimis dapat mencapai visi yang sudah ditetapkan dengan jalan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan, pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, dan peningkatan kapasitas dinas kelautan dan perikanan.

Dipaparkanya, program yang dimiliki DKP sejauh ini yakni pengembangan dan pengelolaan ikan tangkap, peningkatan produksi perikanan budidaya, peningkatan daya saing produk hasil perikanan.

“Juga dalam bidang pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, pengelolaan sumber daya laut pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pengembangan karantina ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil,” jelasnya.

Dilanjutkanya, dalam kegiatan perikanan yakni budidaya laut, budidaya perairan payau, budidaya di sungai, danau dan waduk. “DKP membantu menyiapkan sarana dan prasarana budidaya ikan, pelatihan tentang cara budidaya ikan yang baik, monitoring residu dan antibiotic,” terangnya.

Selain itu, lanjutnya, DKP juga menyiapkan pengendalian penyakit dan pengembangan usaha mina pedesaan (PUMP).

“Selain itu, kami juga memiliki kegiatan perikanan tangkap yang terdiri dari rehabilitasi dan pembangunan pelabuhan perikanan, restrukturisasi armada perikanan tangkap, bantuan sarana dan prasarana penangkapan.”

DKP juga menyiapkan, jelasnya, kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang terurai dari kegiatan pengembangan pembinaan pasar tradisional, gemar ikan dan lomba masak ikan, serta pengembangan pembinaan eksportir UMKM. (*)

Baru Hari Kamis DKP Tinjau Perairan Teluk Lampung

BANDARLAMPUNG-Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung Zainal Nurman menegaskan, maraknya ikan yang tercemar di perairan Teluk Lampung itu dikarenakan fenomena alam.

“Fenomena dari musim kemarau memasuki musim penghujan, maka ikan-ikan di perairan tersebut terkena pythoplanton yaitu virus yang menempel pada insang ikan yang berupa jel, dan mengakibatkan ikan mati,” terangnya pada Editor, kemarin.

Sementara, Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Lampung memastikan, bahwa kematian ribuan ikan di teluk Lampung bukan karena penyakit atau virus.

"Kami sempat turun dan mengambil sampel ikan yang mati. Setelah diteliti di laboratorium, hasilnya ternyata negatif dari bakteri, parasit, jamur, atau virus. Bukan karena penyakit," tutur Herman dari Stasiun Karantina Ikan Kelas I Lampung, kemarin.

Menurut dia, ada penyebab lain dari kematian ribuan ikan secara tidak wajar di sejumlah tempat budidaya di Teluk Lampung. Hal ini semakin menegaskan bahwa ikan-kan itu mati akibat fenomenared tideatau meledaknya populasi plankton.

Ledakan populasi plankton mengakibatkan ikan sulit bernapas. pasalnya, plankton itu menempel di insang dan mengambil oksigen dalam jumlah besar.

"Kematian ikan-ikan itu kemungkinan besar karena ledakan alga (plankton)," ujar Herman.

Pihak DKP Provinsi Lampung sendiri, sebagaimana dijelaskan Zainal Nurman, akan melakukan pengujian secara intensif pada hari Kamis (20/12).(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun