Mohon tunggu...
Inovasi

Mencintai dengan Sederhana; Novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah

21 Februari 2018   19:23 Diperbarui: 21 Februari 2018   19:29 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Tere Liye, dalam setiap karyanya, selalu menyajikan ulasan-ulasan penuh makna tentang hidup, cinta, dan kesederhanaan. Dalam novel Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah ini, Tere-Liye berhasil membawa pembacanya masuk ke dalam kisah cinta penuh perjuangan tokoh utama di dalamnya. Dalam novel ini, Tere-Liye menceritakan perjuangan Borno, pemuda dengan hati paling lurus sepanjang sungai Kapuas, akan gadis yang dicintainya---Mei. Kisah di dalam novel ini tidak melulu hanya tentang tokoh utama dan pujaan hatinya. Meski masih berkaitan, ada kisah-kisah lain yang melibatkan orang-orang di sekitar tokoh utama. Orang-orang tersebut antara lain, Pak Tua, Andi, Ibu, Cik Tulani, Koh Acong, Bang Togar, Jauhari, Sarah, Ibu Kepsek, Pak Satpam, Petugas Timer, dan Unai.

Borno, selaku tokoh utama memiliki karakter yang cerdas, berbakti kepada orang tua, penyabar, pantang menyerah, dan rendah hati. Meski banyak memiliki keunggulan hingga dijuluki Bujang dengan Hati Paling Lurus Sepanjang Tepian Sungai Kapuas, Borno sama sekali buta akan hal-hal yang berkaitan dengan cinta, pemalu, dan suka menebak-nebak. Sifat-sifat Borno tersebut dapat dilihat dari beberapa kutipan berikut ini.

Mei tersenyum. "Abang tidak kalah dengan manajer bengkel besar. Pintar sekali." (hal 371)

"Aku bangga sekali dengan kau, Borno. Anak bujang dengan hati paling lurus sepanjang tepian Sungai Kapuas. Kau selalu berbakti dengan kami-kami yang lebih tua, selalu hormat, tidak pernah menolak disuruh-suruh, tidak pernah melawan meski sering diomeli. Bahkan untuk menjual sepit yang jelas-jelas sudah menjadi milik kau, kau tetap mengajak kami bicara. Selalu merasa perlu mendengar pendapat kami, padahal semua orang tahu, kau lebih pandai dari siapapun di warung ini..." (hal 347)

Tadi siang aku juga sempat berpikir seperti Andi, tapi lama-lama malu sendiri. Setelah dipikir-pikir, karena dua puluh tahun lebih aku belum pernah jatuh cinta, bagian pertanyaan cinta sejati itu juga masih tetap menjadi misteri besar. Boleh jadi aku tak beda dengan Andi, suka sok tahu dan sibuk menerka-nerka. (hal 77)

Bagaikan seorang putri yang keluar dari negeri dongeng, Mei adalah sesosok gadis yang cantik khas peranakan Cina dengan rambut panjang yang melambai. Mei digambarkan sebagai sosok yang lembut, ramah, cerdas, pemalu, dan sedikit misterius. Hal ini dapat diketahui dari beberapa kalimat berikut.

Ibu, gadis di depanku ini sungguh ramah, akrab, dan tulus. Kami berbincang tentang Kota Pontianak, tentang Kapuas, bergurau satu-sama lain, tertawa, membuat waktu berjalan cepat di ruang tunggu. Kami juga bicara tentang terapi alternatif. Dia pandai menjelaskan prinsip pengobatan Cina, sabar dan teratur, seperti menjelaskan pelajara IPA pada murid SD-nya. (hal 206-207)

Mei diam sejenak, lantas malu-malu mengangguk. (hal 373)

Pikiranku sempurna tertuju pada Mei. Gadis berwajah sendu misterius itu sekarang pasti sedang duduk di bangku belakang mobil hitam metaliknya, meluncur cepat menuju bandara kota, dengan koper besar berada di bagasi. (hal 462)

 Tak lengkap rasanya jika kisah cinta tak terdapat petuah-petuah indah penuh makna di dalamnya. Dalam novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merahini, Tere-Liye menghadirkan sosok Pak Tua sebagai pemberi petuah-petuah bagi sang tokoh utama maupun orang-orang di sekitarnya. Pak Tua atau Hidir digambarkan sebagai sosok yang bijaksana, berwawasan luas, dan pengertian. Setiap kata-kata Pak Tua banyak mengandung nasihat dan pelajaran yang dapat menyadarkan pemikiran orang akan sesuatu.

Pak Tua menyentuh bahuku, dia bilang, "Camkan ini anakku. Ketika situasi memburuk, ketika semua terasa berat dan membebani, jangan pernah merusak diri sendiri. Orang tua ini tahu persis. Boleh jadi ketika seseorang yang kita sayangi pergi, maka separuh hati kita seolah tercabut ikut pergi. Kautanyakan pada ibu kau, itulah yang dia rasakan saat bapak kau dibelah dadanya, diambil jantungnya, pergi selamanya. Tapi kau masih memiliki separuh hati yang tersisa, bukan? Maka jangan ikut merusaknya pula. Itulah yang kau punya sekarang. Satu-satunya yang paling berharga. Sekarang, ayo mandi, Borno, kau akan lebih segar setelah air dingin menyiram badan." (hal 479)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun