“Ah, iya. Kakak lupa, maafkan Kak Zahra, ya?” Tangan Zahra mengusap kepala Rian sayang. “Tapi, tadi Rian bilang itu adalah janji seorang pria sejati. Siapa yang memberitahu Rian tentang hal itu?”
Pertanyaan tak terduga Zahra membuat Rian bingung sendiri harus jawab apa. Dia tidak bisa berbohong. Untunglah ibunya datang tepat waktu.
“Rian, ayo pulang, Nak,” suara asing nan lembut itu memasuki gendang telinga Zahra. “Assalamualaikum, kamu pasti Kak Zahra, ya?”
“Walaikumsalam. Iya, saya Zahra. Bagaimana Anda bisa tahu?” Tanya Zahra bingung. Matanya memandang kosong ke depan. Pasalnya ia benar-benar tidak mengenali suara lembut perempuan yang kini ikut duduk di sampingnya itu. Dari suara yang didengarnya sepertinya perempuan itu mengambil Rian ke pangkuannya.
“Jangan terlalu formal. Aku Andini, ibu Rian. Kau bisa memanggilku Kak Andin, jika kau mau,” jelas Andini lembut. “Dan aku tahu tentangmu tentu saja dari Rian. Kau tahu dia banyak bercerita tentangmu”.
“Ah, benarkah? Anda sangat beruntung karena mempunyai anak seperti Rian, dia anak yang baik,” tutur Zahra tak kalah lembut.
“Sudah kubilang panggil aku Kakak,” balas Andini sedikit gemas. Zahra tersenyum kikuk namun juga senang. Sepertinya ia akan punya teman baru. “Lagipula aku hanya berbeda empat tahun darimu”.
“Ah, iya K-Kak Andin?”
“Bunda, katanya udah mau pulang?” suara lucu Rian memutuskan percakapan dua wanita cantik itu.
“Ah, iya maaf Bunda lupa,” ucap Andini panik. “Pamanmu juga sudah menunggu. Zahra, maaf ya, kami ada acara keluarga hari ini. Dan lagi, jangan terlalu formal, ya? Kami pergi dulu, ya. Assalamualaikum”.
“Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh,” jawab Zahra lembut. Kedua orang itu pun pergi meninggalkan Zahra seorang diri. Zahra tersenyum, ia punya teman baru. Tangannya meraba surat yang diberikan Rian tadi.