Mohon tunggu...
anto fise
anto fise Mohon Tunggu... -

love rainy days and coffee :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dialog Imajiner dengan Saksi Pembunuhan Berkedok Diksar Mapala

28 Januari 2017   12:40 Diperbarui: 28 Januari 2017   12:49 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Kali ini repoter kita – si tukang repot,  bertemu salah satu saksi kasus pembunuhan berkedok diksar mapala di suatu kampus . Berikut cuplikannya.

Repoter: halo bung, gimana.. apakah betul yang anda lihat di diksar mapala itu penyiksaan..?

Saksi:  wah, bukan cuma penyiksaan mas, itu sudah masuk pembunuhan..  

Repoter: emang ada yang dipukuli pakai rotan ya..?

Saksi:  ya itu emang benar..

Repoter: tapi kan itu dibantah oleh rektor yang bersangkutan.. katanya dipukulnya cuma pakai ranting sebesar jari kelingking..

Saksi: halah, rektor sontoloyo itu! itu sama saja mau melindungi para pembunuh. Harus dituntut dan diproses hukum itu sang sontoloyo, meski sudah mundur..

Repoter: tapi menurut anda kira-kira apa motifnya kok diksar jadi arena pembunuhan..

Saksi: ya mungkin salah satunya si pelaku iri dengan prestasi akademik dan non-akademik salah seorang korban.. atau mungkin para pelaku dendam karena dulu pernah dipukuli saat ikut ajang diksar, trus dilampiaskan kepada juniornya. Jadi ada lingkaran dendam dan sadisme yang ditanamkan, dipupuk dan dilestarikan oleh ajang-ajang barbar amoral semacam ini..  

Repoter: mengenai mundurnya rektor itu apakah sudah tepat?

Saksi: itu emang sudah wajibnya seperti itu, mundur. Kalo enggak mundur ngga tau diri dia.. keluarga korbanpun bisa ajukan tuntutan hukum termasuk moril dan materil terhadap pihak kampus ‘killing field’ tersebut..

Repoter: tapi sikap pemda dan gubernur dari kota yang tempat terjadinya ‘killing field’ itu tampaknya adem ayem saja dan melempem ya..

Saksi: yang melempem dan adem ayem bukan cuma gubernur kota tersebut. Sikap publik dan mahasiswa kita ini juga melempem dengan kasus-kasus urgent macam ini. Mestinya kan barbarisme berkedok diksar seperti ini salah satu yang wajib didemo dengan masif dan intensif. Ini kan erat dengan soal revolusi mental. Tapi mana sikap mereka. Mereka kan egois dengan kepentingan perut masing-masing. Demonya cuma kalau berkait dengan urusan materialistik seperti kenaikan bbm, kenaikan uang kuliah..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun