Meskipun demikian, pemerintah tetap memberikan ruang terbuka bagi setiap perusahaan untuk mengatur regulasi waktu dan upah setiap pekerjanya. Belum lagi munculnya Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang Kesehatan pasal 457 Nomor 17 Tahun 2023 (UU Kesehatan) dikhawatrikan semakin membuat nasib para pekerja terancam. Alih-alih menyejahterakan kebijakan tersebut dinilai merugikan dan bahkan mengancam kehidupan 4,28 juta pekerja sektor manufaktur dan distribusi; serta 1,7 juta pekerja sektor perkebunan, yang notabene 97%-nya adalah perempuan. Kebijakan yang dinilai melenceng tersebut mendapat penolakan yang cukup keras dari pelbagai kalangan, tak terkecuali mereka yang berpotensi menjadi korban. Pemerintah diharapkan melakukan kajian ulang terhadap kebijakan tersebut dengan mempertimbangan segala konsekuensinya. RPP kesehatan nunjukan kemungkinan hilangnya status dan pekerjaan para perempuan kretek sehingga kembali menjadi ibu rumah tangga, sedangkan kebijakan pengaturan upah dan jam kerja dilihat belum menciptakan perubahan sesuai realitas yang ada.
Akan ada banyak hal yang tercipta dari sebatang rokok kretek yang dilinting oleh perempuan-perempuan terampil. Meskipun selalu berada dalam kondisi seperti telur di ujung tanduk, mereka tetap bekerja melinting harapan, impian negara untuk terus hidup dan nasib mereka sendiri dengan penghasilan seadannya. Pada akhirnya mau tidak mau, suka tidak suka para pekerja perempuan terpaksa harus tetap memenuhi  target operasi sistem pabrik, karena pabrik juga mengejar target pemenuhan cukai dari pemerintah. Perempuan Kretek Indonesia adalah mereka yang memenuhi mimpi negara sambil terus berpikir bagaimana membawa pulang sesuap nasi untuk anak mereka di rumah* (frendoM)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H