Mohon tunggu...
Endita WidhiNugraheni
Endita WidhiNugraheni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Kimia

Saya suka menulis cerita pendek dan series fiksi penggemar setelah menonton atau membaca sebuah karya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Suka Halu, Apakah Bisa Menjadi Support System?

11 Oktober 2023   21:49 Diperbarui: 11 Oktober 2023   22:11 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan halusinasi? Secara umum, halusinasi ialah suatu gangguan persepsi dimana penderitanya seolah dapat merasakan, mendengar, melihat, serta mencium sesuatu yang sesungguhnya tidak ada. 

Halusinasi adalah suatu titik ketika seseorang telah mampu 'hidup' dengan dunia yang ia buat sendiri di kepalanya. Hal ini terkadang membuat orang dengan gangguan halusinasi tidak dapat lagi membedakan dunia nyata dan ilusi yang ia buat di kepalanya, kerap kali mereka akan dianggap sebagai orang aneh karena melakukan kegiatan di luar kebiasaan orang normal seperti berbicara sendiri, tertawa sendiri, serta menangis dan ketakutan tiba-tiba.

Akan tetapi, seiring berkembangnya zaman penggunaan dari kata halusinasi sendiri mulai berubah fungsi, tidak lagi ditujukan kepada orang-orang dengan gangguan kejiwaan, tetapi justru menjadi salah satu kosakata yang kerap digunakan dalam percakapan sehari-hari. 

Saat ini kata halusinasi banyak digunakan sebagai bahan tertawaan atau olok-olok kepada teman yang memiliki kesukaan berlebih terhadap suatu hal, atau lebih tepatnya lagi bagi orang yang memiliki obsesi tertentu terhadap sesuatu maupun seseorang. 

Rasa suka berlebih yang hampir tampak seperti terobsesi ini memperluas pikiran seseorang hingga menciptakan situasi dalam otak mereka dimana itu bisa jadi melibatkan mereka dan objek favorit yang mereka miliki.

Alur dan situasi yang berputar di dalam kepala, melibatkan objek favoritisme mereka, tanpa sadar terekspresikan ke dunia nyata. Melihat ini tentu saja orang-orang di sekitarnya akan merasa aneh menghadapi perilaku tiba-tiba seperti tersenyum dan tertawa tanpa alasan yang jelas. Akan tetapi, tidak semua orang yang memiliki persepsi kuat dalam otaknya akan berakhir sebagai penderita halusinasi. 

Jika melihat pada kasus yang melibatkan favoritisme atau obsesi terhadap suatu objek tertentu dimana orang-orang akan tampak bahagia dan ceria setelah bergumul dengan pikiran mereka sendiri serta 'mampu membedakan' mana yang nyata dan mana yang ilusi belaka, maka halusinasi ini tidak berada di tahap membahayakan dan mengganggu keseharian seseorang.

Seseorang dengan favoritisme terhadap sesuatu cenderung membayangkan banyak hal positif yang melibatkan objek kesukaan mereka, beberapa yang lebih sederhana mungkin hanya membayangkan betapa menyenangkannya itu untuk bertemu dengan idola mereka secara langsung. 

Perasaan yang ditimbulkan dari persepsi yang mereka bentuk sendiri di dalam pikiran berpengaruh terhadap bagaimana mereka akan berperilaku di kehidupan sehari-hari, setidaknya itu akan memengaruhi suasana hati mereka dalam keseharian, memberikan energi positif karena memiliki suasana hati yang baik.

Namun, tentu saja tidak semua orang memiliki kecintaan yang begitu besar, terhadap suatu hal tertentu. Kebanyakan orang akan menganggap aneh dan freak mereka yang mengekspresikan favoritisme mereka secara terbuka, walau memang beberapa adalah candaan yang tidak perlu begitu dipikirkan.

Hal terpenting adalah favoritisme dan halusniasi ini hanya menuntun pada pembentukan bayangan atau pemaga dalam pikiran mereka yang berujung pada suasana hati yang baik dan tidak menganggu kegiatan sehari-hari. Sebagai contoh, setelah mengajukan pertanyaan kepada seorang penggemar anime atau animasi Jepang tentang apakah ia pernah membayangkan bertemu atau berinteraksi dengan karakter favoritnya, lalu juga tentang apa yang ia rasakan setelah membayangkan skenario itu di kepalanya, berikut adalah jawabannya.

"Ya aku halunya ngga sampe separah itu sih, cuma bisa ngebayangin lihat waifu senyum ke arahku karena emang scene animenya kayak gitu. Ya salting dikit lah. Paling senyam-senyum doang." Ucapnya menanggapi pertanyaan sebelumnya.

Pernyataan tersebut dapat menjadi salah satu bukti jika halusinasi tidak semuanya berujung pada gangguan mental yang membuat penderitanya tidak mampu membedakan realita dan bayangannya, justru dengan memiliki kebiasaan menyusun alur dan menciptakan skenario di kepala dapat meningkatkan kreativitas seseorang.

Selain itu, memiliki kecintaan berlebih terhadap suatu hal tidak selamanya buruk. Kenapa?

Pertama, konsep role model. Layaknya kita yang memiliki role model untuk dijadikan patokan seperti apa versi terbaik dari diri kita di masa depan, favoritisme ini terkadang memiliki konsep yang sama. Jika seseorang begitu menyukai suatu tokoh, anggaplah memiliki karakter yang disiplin dan bertanggung jawab, meski hanya sedikit sebagai orang yang menyukainya ia pasti akan menanamkan sebagian sifat tersebut ke kehidupannya.

Kedua, pola pikir baru. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, kebiasaan untuk membuat skenario di dalam kepala ini dapat meningkatkan kreativitas seseorang, memberikan pola pikir baru yang mungkin tidak pernah terbesit di benak orang lain. 

Seolah sedang mengejar seseorang yang kita sukai, terkadang memiliki kecintaan terhadap sesuatu bisa membuat kita berusaha memberikan yang terbaik, menjadi versi terbaik dari diri kita karena ingin menyandingkan diri dengan objek favoritisme tersebut. 

Pola pikir seperti ini memang tidak bisa dipahami oleh sebagian orang, tetapi hal ini jelas dapat memberikan dukungan ketika seseorang bisa jadi dalam keadaan lelah dan menghadapi kesulitan. Begitu mengingat kembali keinginan untuk sebanding dengan idola mereka, maka akan timbul kembali semangat dan motivasi yang memudar tadi.

Ketiga, berpotensi mengembangkan minat dan bakat. Sering berfantasi atau berhalusinasi, membuat skenario dalam pikiran, memang mengembangkan kreativitas. Namun, menjadi lebih kreatif dan memiliki hasil dari kreativitas tersebut memiliki perbedaan. Banyaknya alur dan sudut pandang yang bercokol di kepala sering kali membuat seseorang memiliki keinginan untuk menuangkan ekspresinya, tetapi tidak semua orang memiliki hobi atau pikiran yang sama. 

Oleh karena itu, menuangkan pikiran dalam bentuk karya seperti cerita pendek, fiksi penggemar, atau membuat komik sendiri bisa menjadi cara bagi orang-orang dengan kreativitas melimpah menyalurkan minat baru mereka dan menjadikannya sebagai bakat.

Setelah melihat dampak-dampak positif dari kegiatan 'halusinasi' yang kerap dianggap sebagai hal yang aneh ini dapat memberikan efek seperti suasana hati yang baik, kreativitas yang berlimpah, bahkan membuka kesempatan untuk minat dan bakat yang baru, kita bisa katakan bahwa tidak apa-apa untuk memiliki kecintaan yang begitu besar terhadap sesuatu. 

Selama favoritisme itu masih dalam batas normal dimana orang-orang dengan kebiasaan berhalusinasi ini masih bisa membedakan mana realita dan mana ilusi belaka, serta dapat memiliki output yang positif dari kebiasaan ini, maka 'halusinasi' ini bisa menjadi salah satu support system yang mendorong seseorang meraih keinginannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun