Presiden marah karena kinerja menterinya biasa-biasa saja adalah manusiawi. Sampai melempar muka menteri dengan kertas kerja pun saya akan menilai wajar.Â
Dampak covid-19 secara sederhana bisa terbaca dengan kasat mata, tidak sebatas sakit, diobati sembuh atau meninggal dunia, dikubur selesai. Ketar-ketir warga yang dihantui virus ini demikian mencekam ketika satu sisi harus bertahan dari serangan penyakit dan di sisi lain harus mempertahankan kelangsungan hidup sehari-hari dimana sebagian warga negara yang menggantungkan hidup pada penghasilan harian harus kehilangan pekerjaannya.
Belum lagi yang sudah terlanjur kena virus dan harus menjalani pengobatan serta isolasi, dunia seperti sudah tidak lagi memberi ruang gerak untuk bisa bernafas.
Setingkat menteri tentu tidak secara otomatis menggetarkan nuraninya dan menempatkan raga pada kemanusiaan jiwa sehingga mendorong dirinya melakukan upaya luar biasa untuk membantu saudaranya yang tidak lain lebih dari 200 juta jiwa warga. Rasa itu hanya terlahir dan dimiliki oleh orang yang terpilih oleh alam dan bukan dari rekomendasi partai atau kolega Presiden.
Terlanjur sudah jadi menteri memang iya. Tetapi jika jabatan tersebut diisi dengan terobosan yang melompat dengan penuh kesadaran bahwa kebijakan yang diambil itu semata-mata untuk rakyat pasti hasilnya akan baik dan tidak ada yang akan mengutal atik kebijakan itu.Â
Birokrasi yang selama ini bagi sebagian kalangan menjadi sebuah etalase pujian atas prestasi keterpilihannya atas sebuah jabatan sudah tidak jaman lagi. Birokrasi jadi permainan antara pejabat menteri, satu sama lain menteri saling berlomba menampilkan ego sektoralnya terlebih yang berlatar partai berbeda akan lebih menyulitkan kordinasi kerja.
Dampak dari semuanya adalah target Pemerintah tertinggal jauh di belakang. Sudahlah tinggalkan semua kebanggan pada birokrasi. Saatnya saudara menteri semua bekerja menerabas kebiasaan usang itu. Jika tidak mampu tidak perlu malu untuk melambaikan saputangan putih dan tidak perlu mengadu dan mengeluh pada partai yang mengutus anda.Â
Untuk bapak Presiden, jangan habiskan waktu untuk berfikir lama menyikapi menteri lelet atau telmi, pecat saja. Bila perlu tarik kembali menteri jilid pertama, selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H