Mohon tunggu...
Hanz Endi Pramana
Hanz Endi Pramana Mohon Tunggu... Freelancer - menulis seakan bagian dari masa lalu. akankan punah?

Lulusan Prodi Ilmu Komunikasi, Fisip, Atma Jaya Yogyakarta, mantan wartawan Tribun Pontianak (Kompas Gramedia), Kalimantan Barat. Mantan wartawan yang ingin tetap menulis. Email: endi.djenggoet@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mereka Memilih Sekolah ke Negeri Tetangga

22 Februari 2012   05:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:20 1348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_164414" align="alignleft" width="300" caption="Mobil ini bersiap untuk 'berenang' menyeberangi sungai, karena jembatan rusak. Foto: Severianus Endi "][/caption] Note: Versi bahasa Inggris yang sudah diedit dari naskah ini, dimuat di Harian The Jakarta Post edisi 22 Februari 2012, bisa dibaca di link ini.

PURING Kencana, kecamatan paling ujung di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, hanya 'sepelemparan batu' dari Malaysia Timur. Dari kecamatan dengan ibukota Sungai Antu ini, hanya dibutuhkan waktu sekira 1,5 jam berjalan kaki melintasi hutan dan bukit, untuk mencapai kota terdekat, Batu Lintang, Engkelili Distric, Sarawak.

"Sekitar 30 persen anak usia sekolah di kecamatan ini memilih bersekolah di Malaysia," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan Kecamatan Puring Kencana, Mansir, 16 Februari 2012.

Sebagai contoh, dipaparkan di Desa Kantuk Balau tercatat 15 murid Sekolah Dasar (SD), 8 di antaranya pindah sekolah ke Malaysia. Di Desa Kantuk Asam, dari 46 murid SD, lebih dari 20 murid memilih bersekolah ke sana. Mansir menuturkan, guru besar atau kepala sekolah di Malaysia Timur secara teratur melakukan sosialisasi rumah panjang di dusun-dusun perbatasan.

[caption id="attachment_164415" align="alignright" width="300" caption="Di batas negeri, merah putih tetap berkibar. Foto: Severianus Endi"]

1329889613278372842
1329889613278372842
[/caption] "Kalau guru besar datang, disambut melebihi kunjungan pejabat kita. Dia dikalungi bunga, diberi barang-barang antik. Kalau pejabat kita yang datang, mungkin dicuekin," ujar Mansir yang pernah mengenyam pendidikan SD dan SMP di Engkelili Distric, Sarawak.

Di Negeri Jiran, jika ada 3 anak dalam satu keluarga, semuanya diberi beasiswa dan satu di antaranya mendapat laptop satu unit. Mereka tinggal di asrama dengan fasilitas serba gratis, termasuk makan siang bagi orangtua yang berkunjung.

Umunya muriddari Desa Sungai Antu bersekolah di wilayah Malaysia yang bernama Batu Lintang, murid dari Dusun Merakai Panjang, Kantuk Badau, dan Kantuk Asam, bersekolah di Kota Paku. Malaysia menerapkan sistem lima hari sekolah, sehingga setiap Jumat sore, anak-anak itu pulang kampong untuk bertemu keluarga dan diantar kembali ke sana Minggu sore.

Puring Kencana terdiri atas 6 desa dan 16 dusun. Ada 9 SDN dengan total murid hanya 245 orang, dan 1 SMPN dengan jumlah siswa 27 orang. Kecamatan ini memiliki luas 484,03 kilometer dengan penduduk 2.518 jiwa.

Kepala SMPN 1 Puring Kencana, Yoseph Sidi, mengatakan, tidak ada larangan bagi anak-anak ini menempuh pendidikan di manapun. Tapi untuk konteks Puring Kencana, permasalahannya buka sekadar siswa yang pindah sekolah ke luar negeri.

Mereka sekaligus bisa mendapatkan identity card (IC) dan status kewarganegaraan Malaysia jika bersekolah di sana,” ujar Sidi.

[caption id="attachment_164416" align="alignleft" width="300" caption="Kantor Camat Puring Kencana di Desa Sungai Antu, Kecamatan Puring Kencana, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, ditopang tiang-tiang agar tidak ambruk. Foto: Severianus Endi"]

13298896621990551004
13298896621990551004
[/caption] Akibat banyaknya murid SD bersekolah ke Malaysia, kuota untuk siswa SMP tidak pernah tercukupi. Tahun ini, jumlah siswa kelas 3 hanya 7 orang dan tahun lalu tak ada siswa kelas 3 sama sekali.

“Masalah yang kami dihadapi, kadang guru pergi sampai berbulan-bulan. Bantuan alat-alat olahraga belum dipakai sudah rusak. Buku paket belum dipakai sudah ganti kurikulum. Kami sangat ketinggalan informasi,” ujar Sidi.

Camat Kecamatan Puring Kencana, Hermanus Jemayung, menilai, banyaknya fasilitas dan kemudahan yang diperoleh di Malaysia menjadi pendorong utama. Dia mengkhawatirkan aspek negatif terkait ideologi yang ditanamkan pada anak-anak ini.

“Tak semua anak yang sekolah di Malaysia terserap oleh kebutuhan tenaga kerja di sana. Ketika mereka kembali ke sini, membawa ideologi orang sana, akan jadi beban pembangunan kita. Bisa menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja,” kata Jemayung.

Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat Kecamatan Puring Kencana, Andreas Sadi, berusaha merangkum data terkait mobilitas warga ke Malaysia. Dia meminta setiap Kepala Desa dan Kepala Dusun melakukan pendataan tersebut.

“Ada 3 tujuan kepindahan warga ke Malaysia, yakni untuk berdomisili di sana, bekerja, bersekolah. Ada warga yang keberatan didata, sehingga data yang ada pada saya belum menggambarkan keseluruhannya,” ujar Sadi.

Menurut data sementara yang dihimpunnya, sebanyak 36 dari 39 siswa SD pindah sekolah ke Malaysia dan 33 warga bekerja di sana. Ini jumlah terbanyak dibanding desa dan dusun lain, karena jaraknya hanya 15 kilometer dari Paku, Sarawak.

“Kami kesulitan mendapat data dari Desa Langau, yang hanya berjarak 5 kilometer dari Batu Lintang. Warga takut didata. Saya bilang, tidak usah takut, justru ini untuk kami sampaikan ke pemerintah supaya ada solusinya,” ujar Sadi.

[caption id="attachment_164417" align="alignright" width="300" caption="Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat Kecamatan Puring Kencana, Andreas Sadi, menggunakan sepeda motor jenis trail untuk menembus medan berlumpur di Desa Sungai Antu. Foto: Severianus Endi"]

13298897071924901291
13298897071924901291
[/caption] Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kapuas Hulu, Marcellus Basso, tidak menampik adanya informasi mengenai adanya warga yang pindah kewarganegaraan. Tetapi, menurut dia, datanya agak sulit dideteksi.

Jika mereka tinggal di Malaysia dalam waktu yang lama, biasanya diangkat menjadi menjadi anak oleh Tuai Rumah, semacam kepala adat, dan diberikan Surat Peranak yang sama dengan Akte Kelahiran.

Legalitas itu memungkinkan mereka memiliki IC dan menjadi warga negara Malaysia,” ujar Marcellus.

Hingga saat ini, penduduk Kabupaten Kapuas Hulu berjumlah 227.117 jiwa, sesuai terdaftar dalam Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Kabupaten ini memiliki 23 kecamatan, dengan luas wilayah29.842 kilometer persegi, atau setara luas Provinsi Jawa Barat dan Banten.

"Saya menerima informasi, warga kita yang bekerja di sana biasanya hanya aman saat siang hari. Malam hari mereka harus bersembuyi dalam pondok di hutan, menghindari razia. Saya melihat ada dua faktor pendorong. Pertama, mereka ke Malaysia benar-benar mencari pekerjaan untuk penghidupan. Kedua, khusus bagi kalangan muda, ada semacam prestise bisa bekerja di luar negeri ditambah kecenderungan sifat ingin merantau," papar Marcellus.

Dari ibukota provinsi Kalimantan Barat, Pontianak, jarak tempuh menuju Putussibau, ibu kota kabupaten Kapuas Hulu sekitar 814 kilometer. Untuk menjangkau Puring Kencana dari Putussibau, terbentang jalan sepanjang sekitar 259 kilometer. Sekitar 26 kilometer menuju Puring Kencana, kondisi jalan rusak parah. Ada tiga jembatan putus sehingga mobil harus ‘berenang’ menyeberangi sungai berbatu.

SEVERIANUS ENDI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun