Mohon tunggu...
Hanz Endi Pramana
Hanz Endi Pramana Mohon Tunggu... Freelancer - menulis seakan bagian dari masa lalu. akankan punah?

Lulusan Prodi Ilmu Komunikasi, Fisip, Atma Jaya Yogyakarta, mantan wartawan Tribun Pontianak (Kompas Gramedia), Kalimantan Barat. Mantan wartawan yang ingin tetap menulis. Email: endi.djenggoet@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mereka Belajar di Bawah Atap Sagu

11 Juli 2011   06:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:46 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_119173" align="alignright" width="300" caption="Suasana di ruang belajar. Foto by Farida. "][/caption] BERATAP rajutan daun sagu, tanpa lantai alias langsung menjejak tanah, berdinding bambu dan papan seadanya, begitulah kondisi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 30 di Kampung Tahak. Kampung ini tidak ditemukan dalam peta. Letaknya lebih dari 200 kilometer dari ibu kota Kalimantan Barat, Kota Pontianak. Tapi keceriaan dan keriangan para siswa berseragam putih-merah itu tetap mewarnai hari-hari belajar di ruangan darurat itu. Seorang guru kontrak yang mengajar di sekolah itu, Farida (25), menuturkan, hanya ada satu ruangan kelas untuk lima rombongan belajar. Sampai saat ini "bangunan sekolah" masih satu  lokal itu saja. "Pada bulan Maret yang lalu, melalui swadaya warga kampung dan orangtua murid, bangunan darurat ini berhasil didirikan," ujar Farida, Senin (11/7/11). Kampung Tahak di Balai Pinang, merupakan bagian dari Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang. Jarak ibu kota kabupaten lebih dari 300 kilometer melalui jalan darat trans Kalimantan, yang tambal sulam antara aspal dengan jalan tanah. Sebelumnya, para siswa belajar di bawah "bangunan seadanya", berupa tiang kayu bulat beratapkan dedaunan yang disusun rapat. Tanpa dinding, apalagi lantai. Langsung menjejak tanah. [caption id="attachment_119174" align="alignleft" width="300" caption="Dulunya tak berdinding. Foto by Farida."]

13103672301108957911
13103672301108957911
[/caption] Melihat minat belajar siswa yang tinggi, warga kampung dan para orangtua murid tak tinggal diam. Mereka bergotong royong menyumbangkan papan tulis, kursi dan meja, dan membangun sendiri "ruang kelas" itu. Bagaimana kondisi bangunan sekolah itu? Atapnya dari jalinan daun sagu. Dindingnya kombinasi antara papan serta bambu (gedhek) yang meski sudah disusun rapat, tetap menyisakan celah-celah. "Walaupun ber-AC alami, siswa-siswa saya sangat bersemangat belajar. Bangunan darurat bukan halangan, meski ke depan kami berharap ruang kelas yang lebih memadai," ujar Faria. Farida menuturkan, SDN ini berdiri sejak 13 Juli 2009, dan waktu itu baru memiliki satu rombongan belajar yang mendaftar untuk kelas satu. Sedangkan kelas dua dan tiga merupakan pindahan dari ibu kota kecamatan, SDN 02 Balai Berkuak. Pada tahun pelajaran 2010/2011, jumlah murid dari empat rombongan belajar sebanyak 98 orang. Sedangkan tenaga pendidiknya hanya empat orang: seorang berstatus pegawai negeri sipil (PNS), dua orang guru kontrak, dan seorang honorer yang dibiayai oleh komite sekolah. SEVERIANUS ENDI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun