Mohon tunggu...
Hanz Endi Pramana
Hanz Endi Pramana Mohon Tunggu... Freelancer - menulis seakan bagian dari masa lalu. akankan punah?

Lulusan Prodi Ilmu Komunikasi, Fisip, Atma Jaya Yogyakarta, mantan wartawan Tribun Pontianak (Kompas Gramedia), Kalimantan Barat. Mantan wartawan yang ingin tetap menulis. Email: endi.djenggoet@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Belantara "Sampah" Bernama Internet

26 Januari 2011   08:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:10 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

”Tantangan yang amat besar bagi para guru yakni menekankan pentingnya mengakses sumber resmi dan kredibel, untuk dipergunakan para pelajar. Sebab internet berpotensi bahaya jika fenomena copas terjadi terus menerus, lalu menjadi kebiasaan yang akhirnya membentuk budaya,” terangnya.

Aturan yang agak keras harus diterapkan di sekolah dan perguruan tinggi, terkait kejujuran akademis. Pak Bonaventura menuturkan, di kampusnya para mahasiswa yang terbukti melakukan tindak plagiasi dalam membuat karya tulis, bakal digugurkan dan wajib mengulang suatu matakuliah.

“Pada masa koreksi terhadap karya tulis mahasiswa, saya melakukan googling untuk pengecekan. Saya ambil kata kunci dari karya mereka untuk dimasukkan dalam mesin pencari, kemudian mendeteksi apakah karya itu asli atau jiplakan,” tutur Bonaventura.

Dia menjelaskan, media literacy lebih pada membangun sikap kritis terhadap isi media, untuk menyaring informasi apa saja yang benar-benar berguna. Karena itu, internet harus digunakan secara bijak, yakni sebagai satu di antara alternatif untuk menelusuri sumber-sumber resmi yang lebih kredibel, misalnya mengakses perpustakaan online dari berbagai tempat.

Kepala Disdik Kalbar, Alexius Akim, mengaku cukup sering menerima keluhan para orangtua mengenai semakin canggihnya teknologi informasi. Ada orangtua yang meminta dia menerbitkan surat edaran untuk melarang siswa menggunakan telepon selular dan pergi ke warung internet.

“Waduh,  kalau dilarang menggunakan teknologi, mau jadi apa anak-anak kita. Justru yang paling penting adalah peran orangtua mengawasi aktivitas anaknya. Kita harusnya bangga jika sejak dini, anak-anak sudah melek teknologi,”  ujar Akim.

Anggota DPD RI, Maria Goreti, mengingatkan, masyarakat sadar media perlu ditumbuhkan mengingat era globalisasi mengakibatkan banjir informasi. Kemajuan teknologi informasi membuat seluruh dunia bagaiman sebuah desa global.

“Tidak jarang, orangtua heran akan perkembangan anaknya. Sadar atau tidak, sebenarnya telah terjadi pergeseran peran orangtua, karena diambilalih oleh media massa,” ujar Maria.

Panel diskusi menekankan, peran orangtua kembali harus digalakkan, untuk selalu mendampingi anak-anak dalam menyikapi belantara informasi yang tiada batas. Sebab, sikap jujur dan kreativitas harus telah ditumbuhkan sejak usia dini. (*)

SEVERIANUS ENDI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun